Feature


Selasa, 01 Januari 2019 - 21:54:55 WIB
10 Film Indonesia Terbaik 2018 Flick Magazine
Diposting oleh : Haris Fadli Pasaribu (@oldeuboi) - Dibaca: 1010 kali

Selamat tahun baru 2019!

Tahun baru, maka kita siap untuk menyimak berbagai film baru pula. Tapi, sebelum kita melangkah masuk ke dalam jadwal tayang film-film baru di tahun ini, maka sebagaimana biasa yuk kita longok kembali tahun yang lalu dan apa saja film-film yang memberi kesan lebih kepada penonton. Utamanya dari perfilman Indonesia.

Di tahun 2016 ada 6 film yang mampu menembus 2 juta penonton, sedang di tahun 2017 adalah 6 film. Sementara itu tahun 2018 lalu hanya ada 3 film. Meski begitu perfilman Indonesia di tahun 2018 lalu boleh dikatakan mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari segi penonton.

Setidaknya jika menilik data yang dilansir dari @bicaraboxoffice, maka penonton film Indonesia tumbuh sebesar 17.57% dibandingkan tahun sebelumnya dengan total jumlah penonton sampai akhir 2018 adalah sebesar 52.553.872. Dan ada 14 film yang mampu menembus markah 1 juta penonton, dibandingkan 11 film di tahun 2017.

 

 

 

 

Film terlaris di tahun 2018 adalah Dilan 1990 dengan 6.315.664 penonton, yang tercatat sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa kedua, selepas Warkop Reborn: Jangkrik Bos! Part 1 yang dirilis di tahun 2016 (6.858.616 penonton).

Itu dari hitung-hitungan jumlah penonton. Lantas bagaimana dengan segi kualitas filmnya itu sendiri? Sejujurnya, progresi kualitas perfilman Indonesia cukup mandeg, di mana kebanyakan film yang dirilis cukup semenjana dan mudah dilupakan. Trend horor masih mendominasi, meski kualitasnya tidak begitu membaik. Sementara itu roman dan komedi (dengan tipologi kualitas yang sama) juga masih kencang dalam menarik penonton.

Meski begitu di antara film-film tersebut, maka berikut 10 film Indonesia terbaik versi Flick Magazine. Film-film yang lebih mencorong dan menonjol dibandingkan rekan-rekannya. Mereka adalah:


FLICK OF THE YEAR: ARUNA & LIDAHNYA


Mudah untuk menyatakan Aruna & Lidahnya adalah salah satu film Indonesia terbaik pada tahun ini. It’s true. Namun, lebih dari itu, Aruna & Lidahnya jelas merupakan sebuah pembuktian lain bagi Edwin bahwa dirinya merupakan salah satu sutradara dengan kemampuan pengarahan paling mengesankan yang dimiliki oleh industri film Indonesia – up there with Mouly Surya and Joko Anwar. Ibaratnya sebuah hidangan, Aruna & Lidahnya memiliki penampilan yang sederhana namun tersaji begitu hangat, dengan cita rasa yang renyah dan nikmat, serta komposisi bahan yang mampu mengenyangkan sekaligus memuaskan hati. Bukan hanya sekedar sebuah tontonan namun juga berhasil menjadi sebuah pengalaman. (Review lengkap)


Dan berikut 9 film Indonesia terbaik lain di tahun 2018, dengan urutan berdasarkan abjad:


HOAX


Kisah-kisah yang ditampilkan dalam Hoax mungkin terdengar sederhana. Namun, lewat tatanan pengisahannya, Isfansyah kemudian mengembangkan deretan kisah tersebut untuk menggambarkan bagaimana sekumpulan individu yang secara bersama menamakan diri mereka sebagai keluarga dengan jalinan hubungan yang kuat ternyata masing-masing memiliki lapisan karakter yang mereka sembunyikan dari anggota keluarga mereka lainnya. Dengan sentuhan pengisahan komedi, drama satir, dan horor – yang mampu dieksekusi dengan baik dan begitu mencuri perhatian, Isfansyah secara lancar berbicara tentang isu perkosaan, hubungan asmara beda agama, hubungan asmara sesama jenis, hingga beberapa isu sosial dan budaya yang mampu menggelitik sekaligus menjadikan film ini terasa begitu menarik untuk diikuti pengisahannya. (Review lengkap)


KAFIR: BERSEKUTU DENGAN SETAN


Secara keseluruhan, Kafir adalah sebuah progres yang sangat menyenangkan bagi kualitas pengisahan film horor Indonesia. Bukan saja karena keberanian untuk memilih alur dan nada pengisahan yang berbeda namun juga karena kemampuan untuk menghadirkannya dalam sentuhan kualitas yang benar-benar terjaga secara menyeluruh. Pengalaman horor yang jelas menyenangkan. (Review lengkap)


KULARI KE PANTAI


Penyutradaraan Riza menghadirkan Kulari ke Pantai sebagai sebuah presentasi yang bergerak santai dalam mengeksplorasi tiap konflik yang bergantian menggiliri adegan-adegan film namun secara kuat mengangkat tiap karakter sehingga menjadikan pengisahan mereka menjadi terasa begitu personal. Lewat interaksi para karakter dalam film inilah konflik-konflik yang sebenarnya telah terasa (terlalu) familiar tersebut kemudian mampu menarik perhatian penonton, baik ketika menyajikan elemen komedi ceritanya maupun berusaha untuk tampil lebih serius dalam pengisahan elemen dramanya. (Review lengkap)


LOVE FOR SALE


Bermain-main dengan ambiguitas menyebabkan Love For Sale menjadi sebuah drama-komedi-roman berbeda dari kebanyakan. Tidak sekedar bermanis-manis romantis, tapi juga mengusung tentang getir atau patah hati, baik terhadap cinta atau hidup itu sendiri. Yusuf juga cukup baik dalam menghadirkan keintiman yang tampak begitu lekat, membumi dan humanis. Terasa nyata dan alami, baik di saat bahagia atau duka. (Review lengkap)


MILLY & MAMET


Meski dihadirkan melalui presentasi renyah, Milly & Mamet berjalan dengan esensi seringan kapas. Padahal ide ceritanya cukup bernas dan bisa menggali efek psikologis tentang konsep rumah tangga bagi pasutri pemula seperti Milly dan Mamet. Ada potensi mengangkat peran sosial seorang istri dan suami dalam konteks kontemporer, meski tidak terangkat maksimal. Walhasil, semua konflik berakhir mudah. Intinya Milly & Mamet menderita oversimplifikasi yang cukup signifikan. (Review lengkap)


THE NIGHT COMES FOR US


The Night Comes For Us adalah salah satu dari dua film yang dirilis Timo Tjahjanto (dari duo Mo Brothers) sebagai debutnya sebagai sutradara solo, setelah horor Sebelum Iblis Menjemput. Sayangnya TNCFU tidak dirilis di layar bioskop Indonesia, melainkan menjadi salah satu film orisinal dari platform streaming raksasa, Netflix. Tapi tak mengapa, karena ini memang mengikuti perkembangan zaman. Yang pasti melalui TNCFU Timo membuktikan jika dirinya adalah sutradara action kelas internasional yang layak untuk disimak sepak terjang berikutnya. Sebuah film aksi laga seru dengan taburan adegan aksi yang mencengangkan dan mendebarkan. Duel “threesome” Julie Estelle, Dian Sastrowardoyo dan Hannah Al-Rashid dipastikan sebagai salah satu adegan laga paling ikonik di sejarah perfilman Indonesia.


SEKALA NISKALA


Sekala Niskala adalah film istimewa. Bukan hanya karena dengan memikat memadukan kultur dan seni Bali dalam sebuah drama psikologis bertema tentang rasa gamang seorang anak dalam menghadapi rasa kehilangan, namun juga sebuah persembahan sinematik menghanyutkan.Sekala Niskala layaknya sebuah magi dengan pesona sulit untuk ditolak. (Review lengkap)


TEMAN TAPI MENIKAH


Rako Prijanto membuat kita tertambat lalu bersedia menyaksikan bagaimana hubungan dua sejoli ini mengalami transisi dari persahabatan menuju percintaan. Rako beruntung mendapat suplai naskah bagus yang dirancang oleh Johanna Wattimena beserta Upi. Rentetan konflik yang muncul secara silih berganti terhidang wajar namun tetap memikat, dialog-dialog yang dilontarkan terasa mengalir selayaknya percakapan sehari-hari namun tetap manis (tidak mencoba untuk berpuitis-puitis ria yang justru membuatnya janggal), dan karakterisasi untuk tokoh-tokoh sentral pun terbilang kuat. (Review lengkap)


WIRO SABLENG: PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Terlepas dari kekurangannya, Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 tetap layak dijajal. Tidak hanya revivalitas untuk karakter ikonik seperti Wiro Sableng, juga mengobati kerinduan akan film silat Indonesia (sebuah misi yang kurang berhasil dilaksanakan Pendekar Tongkat Emas di tahun 2014 lalu). Setidaknya Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 masih sangat menghibur untuk disimak. Kita pun bisa merasakan jika film dikerjakan dengan serius. Dibuktikan dengan teknis produksi mumpuni yang boleh dikatakan di atas standar film Indonesia umumnya. (Review lengkap)


Honorable Mention



Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.