Tentu, dengan mendasarkan kisahnya pada salah satu naskah drama paling populer di atas muka Bumi yang ditulis oleh William Shakespeare, semua orang tahu cerita apa yang akan mereka dapatkan dalam Gnomeo & Juliet: sebuah kisah cinta terlarang antara dua anak manusia yang keluarganya semenjak lama berseteru satu sama lain. Errr… ganti kata manusia dengan patung kurcaci maka Anda akan mendapatkan premis dasar dari film animasi pertama karya rumah produksi Sir Elton John ini. Walau begitu, premis tersebut hanyalah satu-satunya yang dapat menghubungkan film ini dengan karya Shakespeare tersebut. Sembilan orang penulis naskah telah mengubah total kisah tragedi tersebut menjadi sebuah komedi sekaligus menjadikan kisah film animasi ini menjadi lebih mudah untuk dilupakan begitu saja.
Debut penyutradaraan sutradara Kelly Asbury ini tidaklah sepenuhnya gagal. Beberapa bagian film ini mampu berhasil memberikan hiburan yang cukup mengena, khususnya bagi para penonton muda. Pemilihan untuk menggunakan teknologi 3D juga sama sekali tidak mengecewakan. Gambar-gambar penuh warna yang disajikan di sepanjang film ini terasa menjadi lebih hidup dan menyegarkan untuk disaksikan. Namun, sangatlah sulit untuk menemukan sisi istimewa dari film ini. Dengan durasi yang hanya mencapai sepanjang 84 menit, Gnomeo & Juliet telah terasa bagaikan sebuah naskah singkat yang ditarik sedemikian lama agar terkesan menjadi sebuah kisah cerita yang panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Toy Story (namun tanpa kehadiran para mainan, tentu saja), kumpulan patung kurcaci di halaman belakang Mrs Montague (Julie Walters) dan Mr Capulet (Richard Wilson) dapat hidup dan berinteraksi ketika tidak ada satupun manusia yang hadir di sekitar mereka. Layaknya dua pemilik halaman belakang mereka, para kumpulan kurcaci ini juga saling berseteru satu sama lain dan terpisah menjadi kurcaci Biru yang dimiliki Mrs Montague dan kurcaci Merah yang dimiliki Mr Capulet. Perseteruan yang telah lama terbentuk ini tentu saja menjadi halangan terbesar bagi seorang kurcaci biru, Gnomeo (James McAvoy), ketika berkenalan dan jatuh hati dengan seorang kurcaci merah, Juliet (Emily Blunt).
Sama-sama jatuh hati satu sama lain, keduanya lalu melanjutkan hubungan mereka secara diam-diam. Sementara itu, perseteruan antara kelompok kurcaci merah dan kurcaci biru semakin memanas ketika kurcaci merah secara diam-diam menghancurkan sebuah tanaman yang paling disayangi oleh pemimpin kurcaci biru, yang juga ibunda dari Gnomeo, Lady Blueberry (Maggie Smith). Kurcaci biru, yang dipimpin oleh Benny (Matt Lucas) pun akhirnya merencanakan sebuah serangan ke wilayah kurcaci merah untuk membalaskan dendam mereka. Suatu hal yang kemudian terbukti justru mengancam keberadaan dua komunitas kurcaci itu sendiri.
Tenang… tidak seperti naskah Romeo & Juliet yang ditulis oleh Shakespeare, sama sekali tidak ada tragedi maupun kesedihan yang menyeruak diantara kisah Gnomeo & Juliet. Tim penulis naskah film ini secara jeli menyusun dan memasukkan beberapa guyonan segar yang cukup mampu menimbulkan tawa dan hiburan bagi para penonton, walaupun guyonan-guyonan yang dihadirkan seringkali terasa bagaikan susunan guyonan usang yang telah sering dipakai sebelumnya di banyak film. Gnomeo & Juliet juga beberapa kali menghadirkan beberapa adegan aksi yang, sayangnya, justru dihadirkan dengan ritme yang cenderung terlalu biasa dan membosankan.
Berbagai kekurangan yang terjadi pada susunan naskah Gnomeo & Juliet setidaknya mampu ditutupi dengan baik dengan keberhasilan tim produksi film ini dalam menghasilkan gambar-gambar animasi yang cukup mengesankan. Dibuat dengan pilihan warna dan detil yang menarik, patung-patung kurcaci yang dihadirkan di sepanjang film benar-benar terasa bagaikan deretan patung yang dapat hidup. Pemilihan lagu-lagu lawas karya Elton John untuk mengisi deretan adegan di film ini sebenarnya tidak begitu berarti banyak. Namun ketika sebuah lagu ditempatkan dengan layak dalam sebuah adegan (seperti Your Song dan Sorry Seems to be the Hardest Word yang diletakkan secara instrumental), lagu-lagu tersebut terbukti berhasil memberikan kedalaman emosional tersendiri. Walau kehadiran adegan musikal yang berada di akhir film terasa sedikit terlalu berlebihan.
Keberhasilan tata teknis film juga didukung oleh keberhasilan para jajaran talenta suara film ini dalam memberikan suara yang sangat berhasil dalam menghidupkantiap karakternya. Dipimpin oleh James McAvoy dan Emily Blunt (menggantikan Ewan McGregor dan Kate Winslet yang pada awalnya akan mengisi suarakan karakter Gnomeo dan Juliet), para talenta suara film ini berhasil membuat penonton tidak mengenali siapa pemilik suara tersebut dan menjadikan suara-suara tersebut sebagai murni milik dari para karakter yang ada di dalam jalan cerita film ini. Didukung oleh nama-nama lain seperti Jason Statham, Michael Caine, Maggie Smith, Jum Cummings hingga Ozzy Osbourne, satu suara yang mungkin akan mencuri perhatian adalah suara milik aktris Ashley Jensen yang mengisi suarakan karakter Nanette. Seperti halnya peran suara Ellen DeGeneres bagi karakter Dory di Finding Nemo (2003), suara Jensen tampil begitu khas dan komikal dalam menghidupkan tiap dialog lucu yang dilontarkan karakternya.
Untuk sebuah film yang bukan dihasilkan oleh Pixar – atau DreamWorks, Gnomeo & Juliet mungkin telah mampu memberikan sebuah hasil produksi yang cukup solid. Namun, untuk sebuah film yang mengambil dasar kisah sebuah mahakarya sebesar Romeo & Juliet dan menggunakan tenaga sembilan orang untuk melakukan penulisan naskahnya, Gnomeo & Juliet terasa begitu dangkal dan kurang mampu bekerja dengan baik dalam menghantarkan kisah ceritanya. Tetap saja, apa yang dihasilkan tim produksi dalam menghasilkan kualitas gambar yang begitu mempesona dan jajaran talenta suara yang berhasil menghidupkan tiap karakter setidaknya mampu menghindarkan Gnomeo & Juliet menjadi sebuah karya yang sia-sia. Menghibur, dan tak lebih dari itu.
Rating :