Walaupun oleh sang ayah, Plern (Jaturong Phonboon), memberikan nama sang kakek yang seorang komedian Thailand legendaris kepada dirinya, Lortock “Tock” Pa-plern (Chawin Likitjaroenpong) sama sekali tidak merasa bahwa ia adalah orang yang mampu meneruskan garis keturunan sebagai seorang komedian yang juga didapatkan oleh ayahnya. Berulang kali Tock mencoba untuk melucu, dan berulang kali itu pula setiap guyonan yang ia hasilkan sama sekali tidak mampu membuat seorangpun tertawa. Debut penampilannya di atas panggung bersama sang ayah dan kelompok komedinya berakhir sebagai sebuah bencana dan membuat ayahnya tidak mau lagi mengajaknya tampil bersama di atas panggung dan lebih memilih untuk tampil bersama adik perempuannya, Mon (Nachapat Charurattanawaree).
Merasa dirinya diasingkan dari keluarganya, khususnya sang ayah yang sering menjadikannya bahan guyonan, Tock kemudian mengalihkan perhatiannya pada seorang ahli kulit cantik, Dr Preeya Wanlertsin atau sering dipanggil Dr Ice (Paula Taylor). Bagi Tock, selain wajah Dr Ice yang begitu cantik, ia adalah satu-satunya orang yang tertawa setiap kali Tock mengucapkan guyonannya. Tock akhirnya merasa jatuh cinta dengan wanita asal Bangkok tersebut dan mencoba untuk mengajaknya keluar berkencan. Tock lama-kelamaan menjadikan Dr Ice sebagai bagian dekat dirinya dan tempat pelarian dari seluruh masalahnya. Namun, Tock sendiri tidak menyadari bahwa Dr Ice juga menyimpan masalah pribadi yang tidak pernah diungkapkannya kepada siapapun.
Ditulis oleh Aummaraporn Phandintong dan dua sutradara film ini, Vithaya Thongyuyong dan Mez Tharatorn, The Little Comedian seperti sedikit mengingatkan penontonnya pada film Funny People (2009) yang dibintangi oleh Adam Sandler dan juga berkisah mengenai kehidupan pribadi orang-orang yang berada di balik panggung komedi. The Little Comedian, sayangnya, hanya menempatkan tema kehidupan pribadi para pekerja komedi sebagai lapisan atas dari jalan ceritanya dan tidak pernah benar-benar menampilkannya secara mendalam. Film ini lebih memfokuskan kisahnya pada perjuangan hati karakter Tock untuk dapat merebut perhatian ayah dan sang pujaan hati, Dr Ice.
Diisi dengan banyak karakter dan dialog one-liner yang sangat jenaka, The Little Comedian terbukti juga berhasil memberikan kisah drama yang datang dari jalinan naik turunnya hubungan Tock dengan sang ayah yang merupakan plot cerita terbaik yang dihadirkan di film ini. Kisah mengenai bagaimana seorang anak berusaha untuk lepas dari bayang-bayang sang ayah, menyadari bahwa adalah yang wajar untuk tumbuh dewasa menjadi seorang yang jauh berbeda dari harapan keluarga dan bagaimana menyakitkannya untuk menjalani proses tersebut (yang bagaimanapun tetap harus dilalui) adalah sisi-sisi sensitif yang membuat The Little Comedian tampak begitu nyata dan mampu menyentuh setiap penontonnya.
Sayang, bagian kisah tersebut dihadirkan dengan porsi yang lebih sedikit ketika sutradara film ini lebih memilih untuk memfokuskan kisah cinta monyet yang terjalin antara Tock dan Dr Ice. Bukannya bagian ini tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap kualitas The Little Comedian, namun dengan jarak usia kedua karakter yang terlalu jauh, plot kisah ini terlalu predictable dan terasa lebih klise dalam penyampaiannya. Beruntung, kedua pemeran karakter tersebut memberikan permainan yang begitu membumi sehingga siapapun penontonnya kemungkinan besar tidak akan dapat terhindar dari merasa jatuh hati dengan kedua karakter ini.
Dua karakter tersebut diperankan oleh aktor cilik, Chawin Likitjaroenpong, dan aktris cantik, Paula Taylor, yang bersama dengan jajaran pemeran lainnya, berhasil memberikan permainan akting yang begitu sempurna. Sangat lucu dan menghibur di sisi komedi film ini dan tampil dramatis di bagian lainnya. Namun, tak ada yang mampu tampil begitu mencuri perhatian selain Nachapat Charurattanawaree yang memerankan karakter adik perempuan Tock, Mon. Nachapat memang beruntung mendapatkan sebarisan dialog yang tajam dan menggelitik. Lebih beruntung lagi adalah kedua sutradara film ini yang mampu membuat Nachapat berhasil menghantarkan barisan dialog-dialog tersebut dengan sangat hidup dan jenaka.
Apa yang ditampilkan dua sutradara The Little Comedian, Vithaya Thongyuyong dan Mez Tharatorn, sangat tidak mengecewakan. Namun, pemilihan untuk lebih mengedepankan kisah romansa yang dialami oleh Tock daripada kisah hubungannya dengan sang ayah dan keluarganya seringkali membuat The Little Comedian terasa lebih memih untuk menjadi film drama komedi biasa daripada sebuah drama komedi yang berbeda dengan banyak film sejenis. Bahkan dengan porsi yang sedikit bagian kisah tersebut tampak lebih menarik untuk disimak. Walau begitu, hal itu tidak justru membuat The Little Comedian terpuruk. Dengan penampilan para jajaran pemerannya yang sangat alami dan menyenangkan untuk diikuti serta berbagai dialog lucu yang tidak pernah terasa dibuat-buat, The Little Comedian mampu tampil memikat dengan seluruh kesederhanaan tampilannya.
Rating :