Jadi kita sudah memasuki 2016. Sekira 16 hari sudah kita meninggalkan tahun 2015. Sepanjang tahun tersebut banyak film yang beredar di bioskop kita, baik film lokal maupun internasional. Dari sebarisan film-film yang menghiasi layar lebar, seberapa banyak yang sudah ditonton? Adalah luar biasa pastinya jika bisa menyaksikan keseluruhan film yang tayang tersebut.
Kru Flick Magazine sendiri tidak melewatkan untuk menyaksikan film-film tersebut. Tidak semua tentunya, tapi lebih dari cukup agar bisa memberi rekomendasi kepada para pembacanya. Nah, dari barisan film yang sudah ditonton oleh kru Flick Magazine, kira-kira apa saja yang kemudian disimpulkan sebagai yang terbaik sepanjang 2015?
Tanpa berpanjang-panjang lagi, berikut 10 Yang Terbaik Taun 2015 versi Flick Magazine:
10. Filosofi Kopi
“Seperti secangkir kopi enak, peminumnya pasti ingin kembali ke kedai yang jual kopi enak itu, ingin merasakan keenakannya lagi. Keistimewaan “Filosofi Kopi” adalah tentang rasa, memang tidak sesempurna itu, namun racikan Angga sudah sangat pas sampai pada akhirnya saya terbuai oleh rasa di film ini. Pada saat film Indonesia kebanyakan melupakan rasa karena (mungkin) bikinnya pakai obsesi, “Filosofi Kopi” yang dibuat pakai cinta hadir bertabur rasa.” – review lengkap
09. Kingsman: The Secret Service
“Lebih sering bermain-main juga bukan berarti Kingsman: The Secret Service adalah sebuah sajian kosong tanpa isi yang kurang menyehatkan. Malah, Vaughn bersama Goldman dan Millar juga tak keberatan menyelipkan kritik sosial menyentil perihal omong kosong media, para fanatik agama yang kebablasan, dan tingkah laku manusia, yang tentunya disampaikan melalui kelakar-kelakar ringan – it’s kinda thought-provoking – di tengah-tengah guliran kisahnya yang penuh intrik mengikat, berlika liku pula menggelitik.” – review lengkap
08. Whiplash
“Kemampuan Whiplash dalam menghadirkan ketegangan bagi para penontonnya tidak hanya murni datang dari keberhasilan Chazelle dalam menggarap penceritaan yang baik. Chazelle juga berhasil menyajikan filmnya dengan penataan teknis yang luar biasa memikat. Lihat saja penataan gambar dari Tom Cross yang mampu menyatukan tiap kepingan gambar dalam Whiplash dengan begitu handal untuk menjadikan film ini hadir dengan ritme penceritaan yang cepat.” – review lengkap
07. Star Wars: The Force Awakens
“Semenjak menit pertama,The Force Awakens telah mengondisikan penonton pada mood bersemangat sehingga sekalipun kamu belum pernah bersentuhan dengan karya epik ini sebelumnya akan tetap memiliki hasrat untuk mengikuti menit-menit berikutnya. Ya, Abrams tahu betul bagaimana caranya memanjakan penonton melalui gaya berceritanya yang mengasyikkan. Selepas perkenalan singkat satu demi satu ke karakter inti (baik anyar maupun lawas), tensi film tidak pernah dibiarkan mengendur. Terjaga konstan berkat rangkaian gelaran aksi menyenangkan pula seru, bahkan perlahan tapi pasti mendaki naik begitu film mendekati klimaks.” – review lengkap
06. Inside Out
“Terdengar njelimet? Memang terkesan demikian saat dijlentrehkan di atas kertas – khususnya bagi penonton cilik – namun tak perlu risau karena Pete Docter terbilang piawai dalam menerjemahkan konsep jeniusnya ini ke dalam bahasa gambar sehingga alih-alih membingungkan Inside Out malah justru mempermainkan emosi sedemikian rupa. Ada perpaduan sempurna antara emosi penuh kesenangan (dalam hal ini, tawa canda dan perasaan bersemangat) dengan kesedihan yang menjadikannya sebagai film buatan Pixar paling emosional sejak Toy Story 3.” – review lengkap
05. Bridge of Spies
“‘Bridge of Spies’ masih berbicara tentang patriotisme. Hanya saja, alih-alih mengusung konsep utopis, Spielberg justru memilih pendekatan membumi dan realistis. Dalam dunia yang dibatasi oleh konsep hitam dan putih, ‘Bridge of Spies’ mengapungkan ide tentang area abu-abu. Sosok dengan stigma negatif belum tentu seperti dibayangkan. Ia juga manusia biasa dengan integritas, serta tentunya akal budi. Menariknya lagi, kandungan makna filosofis ‘Bridge of Spies’ tidak terasa dramatis berlebihan, melainkan menyublim mulus dalam alur ceritanya tanpa harus terjebak dalam perangkap pesan moral pretensius.” – review lengkap
04. Siti
“Tiap adegan di Siti digulirkan begitu sederhana, dari gambar sampai ke obrolan-obrolan yang nantinya mengisi, memenuhi 90-an menit durasinya, menampilkan karakter-karakter yang membumi dan juga manusiawi. Seperti setting-nya yang apa adanya, dialog dan tuturnya pun disampaikan Eddie Cahyono tanpa terkesan “ditambal”, tidak ada drama yang dibuat-buat atau emosi yang dilebih-lebihkan. Makanya saya seperti tidak diseret-seret paksa untuk peduli pada nasib malang yang menimpa Siti, sebaliknya dibuat perlahan-lahan menghampiri.” – review lengkap
03. Mad Max: Fury Road
“Memang, seperti halnya kebanyakan film aksi yang dirilis saat ini, naskah cerita Mad Max: Fury Road memiliki beberapa keterbatasan dalam pengembangan konflik maupun karakternya. Namun, di saat yang bersamaan, Miller mampu mengisi keterbatasan-keterbatasan tersebut dengan pengarahan yang begitu kuat. Miller menyajikan filmnya dengan alur penceritaan yang begitu cepat. Ritme penceritaan Mad Max: Fury Roadtelah tersaji dengan dorongan oktan tinggi semenjak film dimulai, memberikan ruang bagi penonton untuk menarik nafas di beberapa bagiannya namun terus hadir dengan intensitas yang terus meningkat hingga berakhirnya film.” – review lengkap
02. Mencari Hilal
“Film yang disutradarai oleh Ismail Basbeth (Another Trip To The Moon) ini tidak ingin terlihat banyak menggurui, caranya berbeda dengan film bertema reliji lain yang kebanyakan begitu menggebu-gebu ingin segera berceramah di depan para penontonnya. Sebaliknya, “Mencari Hilal” ingin tetap tampak sebagai film, bukan terlihat seperti mimbar semata, tetap ada ceramahnya tapi film ini juga tak lupa menyelesaikan cerita secara utuh. Jadi penonton tetap diperlakukan sebagai, yah penonton, karena saya datang ke bioskop untuk menonton film, bukan sekedar mendapat siraman rohani, tapi juga membawa pulang pengalaman dari apa yang sudah saya tonton. “Mencari Hilal” memberikan keduanya, selama 90 menit kita tidak saja diajak mendengarkan petuah-petuah kebaikan yang keluar dari mulut Mahmud, tapi juga merasakan pengalaman yang berharga mengikuti perjalanan napak tilas Mahmud.” – review lengkap
01. Birdman
“Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) adalah sebuah film yang sangat terkonsep dengan baik. Iñárritu sendiri jelas sangat mengetahui seluk beluk penceritaan filmnya dengan baik dan bagaimana ia menginginkan cerita tersebut disampaikan kepada para penontonnya. Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) dihadirkan layaknya sebuah reality show yang mengikuti karakter Riggan dan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan drama panggung arahannya. Jelas merupakan sebuah sentilan kecil namun tajam dari Iñárritu kepada kehidupan Hollywood.” – review lengkap