Review

Info
Studio : MVP Pictures
Genre : Drama, Comedy
Director : Rako Prijanto
Producer : Raam Punjabi
Starring : Tora Sudiro, Dallas Pratama, Maeeva Amin, Rina Diana, Gary Iskak

Jumat, 14 Oktober 2011 - 05:56:22 WIB
Flick Review : Perempuan-Perempuan Liar
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 4170 kali


Mengikuti Cewek Gokil dan Cowok Bikin Pusing yang telah dirilis terlebih dahulu pada tahun ini, Perempuan-Perempuan Liar adalah produksi lama dari rumah produksi Multivision Plus yang entah mengapa terpendam begitu lama di gudang mereka – mungkin karena kualitasnya yang memang sangat menyedihkan – dan akhirnya dirilis ke pasaran sekian tahun kemudian. Berbeda dengan Cewek Gokil dan Cowok Bikin Pusing yang masih cukup dapat dinikmati, film komedi yang disutradarai oleh Rako Prijanto sama sekali tidak memiliki alasan apapun untuk dirilis ke khalayak ramai. Dengan naskah yang begitu dangkal dan bodoh serta penampilan para jajaran pemerannya yang sangat mengecewakan, rasanya sudah sangat menjawab pertanyaan mengapa film ini dirilis jauh setelah proses produksinya selesai bertahun-tahun lalu.

Perempuan-Perempuan Liar berkisah mengenai dua orang bersaudara Dom dan Mino (Ha! Mereka sangat cerdas sekali!) yang diperankan oleh Tora Sudiro dan Dallas Pratama, yang kabur dari rumah mereka dan menjadi debt collector di Jakarta. Secara tidak sengaja, yang digambarkan lewat sebuah adegan yang akan mengingatkan setiap penontonnya pada film American Pie 2 (2001), keduanya bertemu dengan dua bersaudara, Mey (Maeeva Amin) dan Cindy (Rina Diana). Mey sendiri sedang berusaha untuk melarikan diri dari pernikahannya dengan Rocky (Gary Iskak), seorang pria yang dijodohkan dengan dirinya. Atas permintaan Mey dan Cindy, Dom dan Mino akhirnya setuju untuk membawa keduanya kabur dari acara pernikahan tersebut.

Tak disangka, Mey dan Cindy ternyata memiliki perilaku yang tak kalah eksentriknya jika dibandingkan dengan Dom dan Mino. Mereka menyarankan pada Dom dan Mino untuk menelepon ayah mereka, Johny (Rusdi Syarif), dan mengaku kalau mereka telah menculik Mey dan Cindy guna mendapatkan bayaran besar. Walau awalnya malas untuk berurusan dengan pihak yang berwajib, Dom dan Mino akhirnya setuju untuk mengeksekusi rencana tersebut. Di sudut lain, Rocky yang tidak terima kalau calon mempelainya dibawa oleh orang lain sedang mempersiapkan sekelompok pasukan untuk mengejar Dom dan Mino. Lebih agresif, Rocky bahkan sekarang menahan ayah Dom dan Mino serta berencana untuk membunuhnya jika keduanya tidak segera mengembalikan Cindy.

Dengan naskah yang ditulis oleh Raditya Mangunsong – yang sepertinya begitu ‘terinspirasi’ oleh film-film semacam American Pie 2 (2001), Excess Baggage (1997), The Sweetest Thing (2002), Coyote Ugly (2000) hingga The Hangover (2008) ketika menuliskan naskah film ini – Perempuan-Perempuan Liar berjalan layaknya sebuah film yang sama sekali tidak memiliki keterikatan plot antara adegan satu dengan adegan lainnya. Semua adegan sepertinya hadir hanya untuk memaksa penonton tertawa dengan kebodohan-kebodohan yang dilakukan setiap karakter di film ini atau mengeksploitasi tubuh para pemeran wanitanya. Sayangnya, tak satupun dari ‘paksaan’ tersebut berhasil. Karakter-karakter yang hadir lebih memiliki kesan bodoh, dangkal dan mengganggu daripada menghibur.

Plot cerita mengenai pengejaran yang dilakukan Rocky terhadap Dom, Mino, Mey dan Cindy sendiri dengan segera menemui ujungnya ketika Perempuan-Perempuan Liar menginjak durasi 60 menit. Sesingkat itu! Plot cerita kemudian berganti mengenai masalah hubungan Dom dengan sang ayah serta bagaimana usahanya untuk menyelesaikan berbagai masalah yang pernah ia tinggalkan di masa lalu. Tayangan komedi yang tadinya mendominasi, berubah menjadi drama dengan Maeeva Amin yang semenjak awal terlihat sebagai gadis bodoh yang mencoba terlihat kuat dan seksi kini berubah menjadi sosok gadis bodoh yang cengeng. Ini masih ditambah dengan beberapa editing yang dilakukan pada beberapa adegan. Proses editing tersebut dilakukan dengan begitu buruk hingga penonton dapat merasakan kalau ada beberapa adegan dan cerita dalam Perempuan-Perempuan Liar yang hilang dan menguap begitu saja.

Lemah di naskah cerita dan tata produksi, Perempuan-Perempuan Liar bahkan semakin terlihat tidak berkelas dengan penampilan akting para pemerannya. Tora Sudiro sepertinya telah semakin jauh meninggalkan imej aktor berbakat yang dulu pernah memenangkannya sebuah Piala Citra untuk kemudian mempopulerkan namanya di industri hiburan Indonesia. Peran Tora sebagai Dom sama sekali tidak memiliki perbedaan dengan peran-peran lain yang pernah ia lakukan dalam beberapa film yang pernah ia bintangi sebelumnya atau pada beberapa potongan cerita yang ia lakukan pada serial televisi Extravaganza (2004 – 2009). Para pemain lainnya juga tampil ‘seadanya.’ Namun, perhatian mungkin akan tertuju pada ‘akting’ yang dilakukan Maeeva Amin. Kecuali pada adegan yang mengharuskannya untuk berpakaian minim atau menanggalkan pakaiannya, Maeeva terlihat begitu kesulitan dalam melafalkan setiap dialognya atau mengeluarkan ekspresi yang kuat dari wajahnya yang sebenarnya tidak begitu rupawan itu.

Kualitas mungkin adalah sesuatu yang diharamkan untuk dapat hadir dalam Perempuan-Perempuan Liar. Dipenuhi dengan deretan adegan yang menjiplak banyak film asing, plot cerita yang sangat dangkal dan tidak masuk akal, tata produksi yang tampil mengecewakan serta penampilan para jajaran pemerannya yang sama sekali tidak memenuhi kualifikasi untuk disebut akting, Perempuan-Perempuan Liar dengan jelas merupakan salah satu film terburuk yang pernah dirilis di sepanjang tahun ini. Setidaknya film ini akan menjadi sebuah bukti kuat jika lain kali Rako Prijanto merilis film dengan menyertakan nama Tora Sudiro di dalamnya, tidak seharusnya seorangpun manusia yang mengaku memiliki kecerdasan tinggi mau dengan sukarela menyaksikannya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.