Review

Info
Studio : SBO Films/Indika Pictures/Kwarnas Gerakan Pramuka
Genre : Drama
Director : Rudi Soedjarwo
Producer : Shanty Harmayn, Salman Aristo
Starring : Christoffer Nelwan, Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan, Bastian Bintang Simbolon, Teuku Rizky Muhammad, Moni

Jumat, 26 Agustus 2011 - 09:38:53 WIB
Flick Review : Lima Elang
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3410 kali


Mengarahkan sebuah film keluarga bukanlah sebuah hal yang mudah. Secara universal, film-film dari genre ini kebanyakan akan dimanfaatkan sebagai sebuah media untuk menghibur para penonton muda. Ini yang kemudian menyebabkan banyak pembuat film secara mudah menghadirkan jalan cerita dengan tingkat intelejensia yang sepertinya sengaja untuk ‘direndahkan’ ketika mereka memproduksi sebuah film keluarga. Film keluarga yang cerdas jelas merupakan film yang tetap mampu menghibur para penonton muda namun tidak lantas membuat para penonton yang lebih dewasa merasa diasingkan dan seperti terjebak dalam jalan cerita yang kekanak-kanakan (baca: tidak masuk akal). Lalu, bagaimana Rudi Soedjarwo – yang selama ini lebih sering mengarahkan jalan cerita berorientasi remaja dan dewasa – dapat mengarahkan sebuah film keluarga?

Terlepas dari berbagai kritikan yang diterima atas film-film yang ia arahkan, tidak dapat disangkal adalah sangat menarik untuk melihat keberanian Rudi untuk mengeksplorasi berbagai genre film yang belum pernah ia jajaki sebelumnya. Setelah beberapa saat menghasilkan film-film dengan nada penceritaan remaja, di awal tahun lalu, Rudi merilis Batas, sebuah film yang memiliki jalan cerita dan filosofi yang lebih dewasa dari jalan cerita film-film yang pernah diarahkan Rudi sebelumnya. Banyak yang menemukan jalan cerita Batas yang berlapis sebagai sebuah kegagalan, namun tetap saja, Batas harus diakui mampu memberikan sebuah cara pandang yang baru dari sebuah jalan cerita yang akhir-akhir ini banyak dieksplorasi para pembuat film Indonesia.

Mengarahkan naskah cerita yang ditulis oleh Salman Aristo – yang juga bertanggung jawab pada departemen penulisan naskah Laskar Pelangi (2008) dan Garuda Di Dadaku (2009) – Lima Elang berkisah mengenai Baron (Christoffer Nelwan) yang merasa kesal karena harus mengikuti kepindahan kedua orangtuanya dari kota Jakarta ke kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Rasa kesal sekaligus kehilangan atas teman-teman bermainnya selama ini kemudian membuat Baron menutup diri dari lingkungan barunya, termasuk dari beberapa teman sekolahnya yang mencoba menjalin persahabatan dengan dirinya.

Perubahan segera datang dalam kehidupan Baron dalam wujud Rusdi (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan), seorang anak laki-laki yang selalu memandang dunia sebagai sebuah tempat yang penuh kebahagiaan. Melalui saran Rusdi, sekolah lalu memilih Baron sebagai salah satu perwakilan untuk ikut serta dalam acara perkemahan pramuka tingkat provinsi – suatu hal yang jelas dibenci oleh Baron – bersama dengan Rusdi, Aldi (Bastian Bintang Simbolon) dan Anton (Teuku Rizky Muhammad). Tidak bisa menolak, Baron akhirnya ikut serta walaupun ia telah menyusun rencana untuk kabur dari arena perkemahan nantinya. Namun, ketika dua anggota perkemahan diculik oleh komplotan penebang hutan liar, Baron harus memilih untuk setia terhadap teman-temannya atau tetap mengikuti rasa egoisme diri sendiri.

Harus diakui, tema pramuka yang dibawakan dalam kisah Lima Elang membuat jalan cerita film ini terasa memiliki koneksi yang paling lekat dengan dunia anak-anak jika dibandingkan dengan beberapa film keluarga lain yang dirilis pada tahun ini yang cenderung seperti berusaha keras untuk membawakan sebuah misi atau pesan pada jalan ceritanya. Karena hal ini pula, jalan cerita Lima Elang terasa begitu lepas dan menyenangkan. Penonton muda yang menyaksikan film ini tentu akan dengan mudah merasa terhubung dengan dunia yang mereka hadapi sehari-hari. Sementara bagi penonton dewasa, Lima Elang akan menjadi sebuah kesempatan emas bagi mereka untuk kembali ke masa-masa bahagia di kala mereka masih menjadi anak-anak dahulu. Salman Aristo dengan sangat ahli meramu berbagai formula tersebut dengan baik yang kemudian mampu dieksekusi Rudi Soedjarwo dengan sangat mulus.

Pun begitu, Lima Elang bukanlah sebuah film yang hadir tanpa cela. Memasuki pertengahan film, jalan cerita Lima Elang mulai disusupi dengan beberapa plot cerita tambahan, mulai dari sekelumit kisah tentang masa lalu para karakter-karakternya, persaingan yang terjadi di arena perkemahan hingga plot mengenai kehadiran komplotan penebang liar. Sayangnya, tak satupun dari plot cerita tambahan ini mendapatkan porsi yang sesuai untuk diceritakan. Beberapa dari plot cerita tersebut hanya ditampilkan sekilas guna menambah ramai warna jalan cerita yang dihadirkan, sementara beberapa lainnya tampil tanpa penggalian kisah yang lebih lanjut. Hasilnya, potongan-potongan plot cerita tersebut terkesan menjadi kumpulan batu kerikil yang menghalangi arus kisah Lima Elang yang tadinya berjalan begitu dinamis.

Lima Elang juga terkesan terburu-buru dalam mengakhiri kisahnya. Konflik-konflik yang terjadi antara para karakter seperti dimunculkan secara tiba-tiba dan berkelompok menjelang akhir film. Sama seperti plot cerita tambahan lainnya, deretan konflik tersebut kemudian dengan cepat menghilang dengan mudahnya. Plot dan konflik cerita yang mengarahkan film ke bagian akhir kisah sebenarnya telah cukup mampu dibangun dengan cukup rapi. Namun, entah kenapa konflik yang tadinya telah dibangun secara perlahan tersebut kemudian diselesaikan dengan terlalu cepat dan gagal dalam meninggalkan kesan yang berarti pada penonton.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut, bagaimanapun, tidak begitu berarti jika dibandingkan dengan kesuksesan Rudi Soedjarwo dalam menggarap film ini. Tata produksi film ini tampil sangat prima – dengan tata musik karya Aghi Narottama, Bemby Gusti dan Ramondo Gascaro memberikan suplai energi yang sangat tinggi pada setiap adegan Lima Elang. Walaupun tidak perlu diragukan lagi, Rudi berhasil mengeluarkan kemampuan akting terbaik dari jajaran pemerannya yang merupakan wajah-wajah baru di dunia akting. Rudi juga berhasil mengeluarkan chemistry yang sangat erat antara lima pemeran karakter utama Lima Elang yang membuat kisah persahabatan yang terjalin antara mereka benar-benar tampil kuat dan meyakinkan.

Ganjalan yang terjadi di beberapa bagian pertengahan cerita memang cukup memberikan pengaruh besar pada kedinamisan penceritaan Lima Elang yang semenjak awal telah terjalin dengan begitu rapi. Walau begitu, naskah cerita yang ditulis oleh Salman Aristo tidak dapat diragukan berhasil menghadirkan sebuah susunan cerita keluarga yang paling menyenangkan untuk dinikmati sepanjang tahun ini. Rudi Soedjarwo juga memberikan sebuah pengarahan yang sangat solid bagi departemen akting film ini sehingga setiap pemeran Lima Elang mampu memberikan penampilan yang begitu hidup bagi karakter yang mereka perankan. Ditambah dengan kekuatan tata produksi yang dihadirkan di sepanjang film, Lima Elang adalah sebuah presentasi keluarga yang cerdas, hangat dan sangat menyenangkan!

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.