Dalam sebuah tradisi antologi film horor Thailand seperti yang dipopulerkan oleh dwilogi Phobia (2008-2009), empat sutradara ternama Thailand kembali mengarahkan empat film pendek bergenre horor dan mengumpulkannya menjadi sebuah kesatuan, Four. Empat sutradara ini sebelumnya telah memiliki catatan yang cukup baik dalam mengarahkan sebuah film horor: Kongkiat Khomsiri pernah mengarahkan Slice (2010), Phawat Panangkasiri pernah mengarahkan Shadow of the Naga (2008), Chukiat Sakveerakul pernah mengarahkan 13: Game of Death (2006) serta Ekkasith Thairath yang walaupun baru pertama kali duduk di kursi sutradara lewat omnibus horor ini namun telah sering terlibat dalam banyak pembuatan film horor Thailand seperti 13: Game of Death dan Who R U (2010) sebagai penulis naskah. Kolaborasi yang menjanjikan, namun sayangnya, mereka yang menginginkan sebuah aliran adrenalin yang mengalir kencang dalam menyaksikan tayangan horor tidak akan mendapatkannya dari film ini.
Four (atau yang dirilis di Thailand dengan judul Lud 4 Lud) dimulai dengan sebuah segmen yang berjudul Clean-Up Day, sebuah bagian cerita yang memiliki durasi terpendek diantara empat segmen lainnya. Dalam bagian ini, dikisahkan empat orang pemuda sedang berkumpul bersama di sebuah pusat perbelanjaan. Seperti layaknya sekelompok pemuda yang saling berkumpul lainnya, mereka saling bercanda dan membicarakan banyak hal. Salah satu diantaranya bahan perbincangan mereka adalah mengenai jumlah penduduk di Bumi saat ini telah begitu padat dan bagaimana sebuah virus mematikan dapat menjadi cara terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut. Perbincangan yang cukup serius hingga akhirnya sebuah ancaman kematian datang sendiri untuk menyapa mereka.
Ekkasith Thairath mengarahkan segmen tersebut yang dieksekusi dalam satu kali pengambilan gambar saja. Sebagai pembuka, Clean-Up Day cukup mampu menawarkan sebuah kejutan tersendiri yang datang dari eksekusi kisah tragedi yang terjadi pada para karakter yang ada di dalam cerita. Singkat dan disajikan dengan penampilan yang komikal, Clean-Up Day dihadirkan di awal film untuk menjanjikan para penontonnya bahwa mereka harus bersiap untuk mendalami berbagai hal aneh yang akan mereka temui dalam deretan kisah lain di film ini.
Dalam sebuah sisi penceritaan dengan nada yang lebih gelap dan serius, Kongkiat Khomsiri mengarahkan segmen The Gift Shop for the Ones You Hate yang bercerita mengenai seorang pegawai yang baru saja mendapatkan promosi jabatan namun menemukan hidupnya semakin sengsara setelah menerima beberapa hadiah ucapan selamat dari rekan-rekan kerjanya (iPad yang mematikan? Keren!). Walaupun memiliki premis yang sederhana, segmen kedua dari Four ini terbukti cukup mampu berbicara banyak untuk melanjutkan nuansa ketegangan yang telah dibangun oleh Clean-Up Day. Khomsiri terlihat mampu mengemas segmennya dengan alur kisah yang tersusun rapi sehingga pemilihan ending yang memiliki twist tersendiri pada kisah ini tampil sebagai sebuah sentuhan yang sangat memikat.
Dalam segmen ketiga, Eerie Night, Phawat Panangkasiri menghantarkan sebuah kisah yang memadukan crime thriller (seperti yang pernah ia bawakan dalam Shadow of the Naga) dengan supranatural dan juga slasher. Cukup kompleks untuk sebuah jalan cerita yang hadir dalam waktu yang cukup singkat. Bercerita mengenai tiga orang kriminal yang melarikan diri dari kejaran polisi namun segera menemukan diri mereka berada dalam kejaran karma, Eerie Night juga mencoba menghadirkan sebuah twist di akhir kisah seperti layaknya The Gift Shop for the Ones You Hate. Sayangnya segmen ini memiliki terlalu banyak adegan yang terkesan dipanjang-panjangkan dan terasa terus berulang. Masih mampu memberikan beberapa tingkat kengerian tersendiri, namun merupakan presentasi horor yang paling lemah diantara tiga segmen lainnya dalam Four.
Dan entah mengapa, antologi horor Thailand selalu diakhiri dengan sebuah sentuhan horror comedy di segmen akhirnya. Tidak terkecuali untuk Four. Cukup menyegarkan, sebenarnya. Apalagi mengingat segmen yang diberi judul Hoo Aa Gong arahan Chukiat Sakveerakul yang pernah sukses mengarahkan The Love of Siam ini diletakkan setelah Eerie Night yang cenderung berjalan lamban. Segmennya yang sendiri berkisah mengenai sekelompok keluarga yang harus menghadapi arwah sang kakek yang sepertinya masih belum mau meninggalkan dunia fana. Hoo Aa Gong menawarkan sebuah relaksasi pada penontonnya setelah menyaksikan tiga cerita yang (kurang) begitu menyeramkan. Tentu saja masih tetap menghadirkan beberapa adegan horor dalam penceritaannya, namun sisi komedi segmen ini (bagian ketika jenazah sang kakek yang ‘ditiduri’ salah seorang cucunya adalah brilian!) lebih terasa dengan ending dramatis yang cukup manis dan menyentuh.
Four adalah sebuah antologi horor yang sepertinya sama sekali tidak berniat untuk menakut-nakuti penontonnya. Memang, beberapa tingkat kengerian selalu dihadirkan pada setiap segmen di film ini namun sangat jauh dari tingkat kengerian yang mampu dihadirkan oleh beberapa segmen di dalam Phobia, Still... atau beberapa antologi horor Thailand lainnya. Four sepertinya hanya berusaha untuk menyelipkan sentuhan dari sebuah kisah horor dalam setiap segmennya tanpa mau berusaha penuh untuk menjadi sebuah horor yang sebenarnya. Sajian yang sama sekali tidak buruk, namun akan mengecewakan penikmat antologi horor yang mencari kisah-kisah yang mampu memacu adrenalin mereka.
Rating :