Drama romantis mungkin bukanlah sebuah hal yang langka dalam industri perfilman Indonesia. Setiap beberapa periode, berbagai rumah produksi nasional merilis film mereka dalam genre tersebut dan mencoba untuk merebut hati para penontonnya. Yang benar-benar berhasil memberikan kesan mendalam pada penontonnya? Sedikit. Bahkan setelah Hari Untuk Amanda (2010), dapat dikatakan hampir tidak ada film Indonesia yang mampu melakukannya. Hal ini yang membuat Milli & Nathan terasa cukup spesial. Terlepas dari beberapa hal klise yang terdapat pada naskah cerita yang ditulis oleh Titien Wattimena, Milli & Nathan berisi begitu banyak momen-momen manis yang akan cukup mampu menggelitik sisi romantis setiap penontonnya lewat dialog-dialog yang cukup cerdas, pengarahan yang apik, akting para pemainnya yang begitu membumi serta penampilan seorang Olivia Lubis Jensen yang begitu mencuri perhatian!
Milli (Olivia Lubis Jensen) dan Nathan (Chris Laurent) awalnya adalah seorang teman sekelas di sebuah sekolah menengah tingkat atas di kota Bandung. Milli adalah seorang gadis ceria yang mungkin adalah tipe manusia yang hanya memikirkan bagaimana cara untuk menikmati hidupnya di hari tersebut. Sebaliknya, Nathan adalah seorang pemuda serius dan giat belajar yang, tentu saja, dengan pola pemikiran dewasa akan masa depan yang akan ia hadapi. Opposite attracts, keduanya secara perlahan mulai tertarik satu sama lain, dan akhirnya memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih.
Sayangnya, ketika masa SMA berakhir, dengan alasan untuk berkonsentrasi terhadap masa kuliahnya di Jakarta, Nathan kemudian memutuskan hubungan kasihnya dengan Milli. Walau mencoba tegar, Milli jelas-jelas merasa hancur karenanya. Pun begitu, keduanya masih menjalin komunikasi yang baik dengan Milli tetap memendam rasa cintanya pada Nathan. Nasib kemudian membawa Nathan menjadi seorang wisudawan dengan tingkat indeks prestasi tertinggi di universitasnya. Sementara itu, Milli malah menjadi seorang penulis dengan novel yang menjadi debut penulisannya terjual laris di pasaran serta hubungan yang mulai terjalin serius dengan seoraang pria tampan bernama Oscar (Fendy Chow). Entah angin apa yang kemudian membawa Nathan kembali ke Bandung untuk mengunjungi Milli dan menyatakan bahwa ia ingin kembali lagi kepada gadis itu. Kini, Milli dirundung kebimbangan atas pernyataan Nathan. Di satu sisi, Milli masih memendam perasaan yang kuat pada Nathan. Namun di sisi lain, Milli tentu saja tidak akan mau begitu mudah memaafkan perbuatan Nathan yang telah begitu saja meninggalkannya di masa lalu.
Kesederhanaan adalah kata yang begitu dapat dirasakan di berbagai sisi penulisan naskah cerita film ini. Titien Wattimena sama sekali tidak menawarkan sebuah sentuhan cerita baru yang dramatis dalam Milli & Nathan. Hanya sebuah kisah lain mengenai perjalanan cinta antara dua anak manusia yang dimulai semenjak masa SMA yang kemudian bergerak terombang-ambing dalam perjalanan hidup mereka. Sama seperti premis yang ditawarkan oleh film drama komedi romantis asal Thailand, Crazy Little Thing Called Love (2010), Titien dengan cerdas mengadaptasi kisah percintaan masa SMA setiap orang ke dalam dialog dan plot cerita Milli & Nathan yang akan membuat para penonton film ini, entah bagaimana, merasa terhubung dengan kisah tersebut. Mereka akan tersenyum, tersipu malu atau bahkan terharu ketika melihat bagian kisah percintaan mereka tampil dan dihadapkan di hadapan mereka dalam sebuah bentuk cerita sebuah film.
Layaknya sebuah film drama romantis yang ditujukan untuk pangsa pasar remaja, Titien juga tak lupa untuk menyelipkan berbagai dialog-dialog romantis yang walaupun terkadang terkesan cheesy, namun tetap masih mampu untuk memberikan kesan romantis tersendiri ketika diungkapkan oleh para karakter di film ini. Tidak hanya berhasil membentuk sebuah susunan cerita yang sederhana namun memikat, Titien juga mampu membangun setiap karakter di dalam jalan cerita Milli & Nathan dengan cukup baik. Memang, dua karakter utama film ini, Milli dan Nathan, mendapatkan porsi pengembangan karakter yang paling besar daripada karakter-karakter pendukung lainnya. Di satu sisi, hal ini memberikan kesempatan bagi penonton untuk lebih dapat menjalin hubungan emosional dengan dua karakter tersebut. Di sisi lain, karakter-karakter lain yang hdir di sepanjang jalan cerita tentu saja terlihat hanya menjeadi sekedar karakter tempelan belaka yang tidak dapat memberikan arti lebih dari kehadiran mereka dalam jalan cerita film.
Milli & Nathan bukannya hadir tanpa cela. Bahkan, jalan cerita film ini dimulai dengan tidak cukup baik. Porsi pertama adegan film yang berusaha mengenalkan karakter keluarga Milli kepada para penontonnya harus diakui tampak terlihat begitu kosong dan tidak berarti. Ini ditambah lagi dengan hilangnya peran karakter keluarga Milli di sisa durasi jalan cerita film ini. Beruntung, pertengahan film ini berhasil tersusun dengan begitu kuat. Berisi banyak adegan romansa dan persahabatan yang terjalin antara Milli, Nathan dan karakter yang ada di sekitarnya, bagian pertengahan cerita Milli & Nathan mampu memberikan momen-momen terbaik film ini kepada penontonnya.
Sayangnya, entah kenapa kemudian Titien Wattimena terkesan begitu terburu-buru untuk membawa penontonnya pada akhir kisah drama percintaan antara Milli dan Nathan dengan memberikan kisah asmara mereka sebuah akhir cerita yang begitu corny dan klise. Jalan cerita yang telah dibangun dengan cukup baik semenjak awal film harus diakui bergerak menjadi begitu mudah ditebak dan kehilangan daya tariknya ketika sebuah adegan menceritakan salah satu karakter di dalam jalan cerita film ini terlihat ‘sempoyongan’ dan ‘hampir pingsan.’ Jika Anda sebelumnya telah menyaksikan film arahan Rizal Mantovani, Pupus, maka kemungkinan besar Anda akan mendapati pengalaman yang sama ketika menyaksikan bagian akhir dari film ini... minus adegan memotong wortel di dapur yang diiringi tangisan Donita, tentu saja.
Harus diakui, mengarahkan sebuah drama romansa remaja yang begitu sederhana seperti Milli & Nathan tentu saja bukanlah sebuah pekerjaan yang sulit untuk seorang Hanny R Saputra. Dengan film-film seperti Heart (2006) dan Love Story berada dalam daftar filmografinya, Hanny berhasil membuat Milli & Nathan tampil sama menariknya: cerita sederhana, karakter remaja yang kuat serta tampilan gambar yang indah. Untuk Milli & Nathan sendiri, Hanny berhasil mendapatkan penampilan terbaik dari setiap jajaran pemeran yang ia miliki, mulai dari nama-nama pemeran senior seperti Frans L Tumbuan, Minati Atmanegara dan Mario Lawalata hingga pemeran-pemeran baru seperti Sabai Morschek dan Chris Laurent.
Namun, bintang utama film ini adalah sang aktris utama, Olivia Lubis Jensen. Semenjak mencuri perhatian lewat perannya di Bukan Cinta Biasa (2009) dan Cinta 2 Hati... Dilema (2010), Olivia terlihat semakin mampu untuk memberikan penampilan terbaik dari karakter yang ia perankan. Sebagai Milli, Olivia terlihat begitu lugas dalam berperan yang akan membuat setiap orang jatuh hati pada karakter tersebut dan seperti telah mengenal karakter tersebut secara personal. Peran Olivia-lah yang membuat karakter Milli menjadi menarik dan jauh dari kesan melelahkan untuk terus diikuti perjalanan ceritanya.
Potensi yang awalnya dimiliki oleh Milli & Nathan untuk menjadi sebuah film drama romansa remaja dengan jalan cerita yang sederhana dan familiar namun mampu tampil memikat harus diakui sedikit tercoreng dengan pemilihan ending kisah yang dipilihkan oleh Titien Wattimena untuk film ini. Terkesan terburu-buru dan ditampilkan dengan begitu klise. Untungnya, momen-momen manis yang telah tampil di durasi film ini sebelumnya setidaknya masih mampu memberikan kesan yang cukup dalam kepada para penonton film ini, khususnya kesan atas penampilan Olivia Lubis Jensen yang tampil dengan daya tarik memikat. Milli & Nathan jelas bukanlah sebuah karya produksi yang istimewa. Walau begitu, sebagai sebuah drama romansa remaja, Milli & Nathan akan mampu tampil cemerlang bagi para pangsa pasar penggemar film tersebut.
Rating :