Melihat Happy Salma memenangkan penghargaan pendukung wanita terbaik dalam film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita”, di ajang Festival Film Indonesia, yang diadakan Desember silam, tentu saja menambah level penasaran saya terhadap film yang pada waktu acara tersebut berlangsung memang belum ditayangkan di bioskop umum. Kiprah film yang memperoleh 6 nominasi di FFI 2010 tersebut, dimulai di Australia, tepatnya pemutaran perdana di Indonesian Film Festival pada bulan Agustus 2010. Film yang disutradarai dan ditulis oleh Robby Ertanto Soediskam ini juga sempat meramaikan Balinale Film Festival tahun lalu. Barulah pada Mei 2011, “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” akhirnya dapat dinikmati oleh khalayak ramai, walau itupun terbatas hanya bisa ditonton di salah-satu jaringan bioskop saja. Bagaimana hasilnya? jujur pada awalnya saya sedikit meragukan film ini, underestimate karena kok belum tayang secara publik sudah wara-wiri di ajang festival tanah air, mendapat nominasi dan sukses memenangkan salah-satunya. Jangan-jangan sebelumnya hanya ingin mengumpulkan “piala” saja untuk mendongkrak filmnya yang ternyata jelek. Ekspektasi saya yang agak tercemar itupun serasa ditampar bolak-balik, lagipula tidak mungkin juga juri-juri festival menyelipkan film ini ke daftar mereka jika filmnya jelek, my bad, ternyata filmnya jauh lebih menyenangkan.
Mengusung tema yang tidak benar-benar baru, “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” mengingatkan saya pada antologi “Perempuan Punya Cerita” (2007) yang disutradarai empat sutradara wanita, termasuk didalamnya ada Nia Dinata yang merangkap sebagai produser. Selain berbeda jika ditilik dari cara presentasinya, yang satu gabungan film-film pendek, sedang yang satu lagi film panjang multikarakter dengan satu benang merah, jelas cerita yang ingin disampaikan “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” juga berbeda. Di film ini penonton akan diperkenalkan dengan Kartini (Jajang C. Noer), seorang dokter kandungan yang tiap hari tidak hanya melayani keluh kesah kehamilan pasien perempuannya, tapi juga secara tidak langsung menjadi tempat curhat. Dokter yang dikenal peduli dengan nasib kaumnya ini berhadapan dengan antrian masalah dari beragam latar belakang pasiennya, dan karena kepeduliannya yang besar terhadap pasien-pasiennya itu, kehidupan Kartini sendiri jadi jarang diperhatikan. Apalagi dengan kehadiran dokter baru, Rohana (Marcella Zalianty), kita belakangan mengetahui Kartini juga punya masa lalu yang disimpannya rapat-rapat.
Sesuai judulnya, akan ada tujuh wanita (plus satu gadis belia) yang akan bercerita, lewat narasi yang diurutkan dengan kata-kata terpilih dan terkadang puitis, kita tidak hanya jadi pengamat berwarna-warni masalah yang dihadapi masing-masing perempuan, termasuk juga Kartini sendiri. Seperti halnya sang dokter yang secara tidak langsung diundang ke kehidupan pribadi mereka karena kepercayaan yang diberikan, sambil karakter satu dan karakter lain memperkenalkan diri, kita juga akan diberi akses untuk menyelam ke dalam kehidupan mereka, tidak untuk menghakimi tetapi ikut merasakan. Disana ada pelacur bernama Yanti (Happy Salma) yang tiap mangkal dan ke rumah sakit selalu ditemani sang angelo, namanya bukan angelo, itu singkatan untuk antar jemput lonte. Yanti yang katanya terpaksa “menjual” dirinya karena kebanyakan lelaki lebih suka melihat dirinya tidur ketimbang bekerja normal, dan sanggup menservis baik laki-laki maupun sesama jenis ini, sekarang divonis kanker rahim. Rara (Tamara Tyasmara) yang masih duduk di kelas 2 SMP dan suka ngemut permen lolipop, dengan gaya premanya masuk tanpa malu ke ruangan dokter Kartini, mengaku dia sudah “telat” dan takut hamil. Lily (Olga Lydia) mungkin pasien Kartini yang paling membuat hati miris, karena setiap datang ke rumah sakit dia selalu ditemani oleh bekas memar di wajahnya, ya dia korban kekerasan seksual suaminya sendiri. Kartini yang khawatir dengan kondisi bayi dan ibunya inginnya lapor polisi tetapi Lily tetap denial kalau suaminya tidak sengaja dan dia cinta.
Tidak semua pasien Kartini punya kisah menyedihkan, Ratna (Intan Kieflie) yang sehari-hari bekerja sebagai penjahit dan digambarkan sebagai istri yang setia dan sabar sedang menunggu kelahiran anak pertamanya setelah lima tahun menikah. Ada pasangan suami istri paling mesra sedunia dan juga seorang istri konyol yang memaksa ingin punya anak laki-laki, jika bayinya ternyata perempuan dia memilih untuk menggugurkannya saja. Dengan banyak kisah dan ramainya karakter yang berkeliaran dalam filmnya, Robby pun ternyata mampu bertanggung jawab untuk menceritakan semuanya secara seimbang, yah termasuk juga membagi porsi ensemble cast-nya yang kesemuanya bisa dibilang bermain dengan cemerlang. “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” sebetulnya memiliki pondasi cerita yang sederhana, dengan problematika yang sudah familiar di telinga, sah-sah saja karena pada akhirnya yang paling penting adalah bagaimana Robby membangun ceritanya. Walau seakan punya setumpuk masalah complicated yang harus dituntaskan dalam durasinya yang 90-an menit, Robby toh masih mampu menyelesaikannya dengan nilai yang tidak mengecewakan. Masing-masing cerita tujuh perempuan ini dijabarkan dengan nyaman, menyenangkan, dan tidak berbelit-belit, dibalut dengan komedi komplit dengan drama menyentuh yang tidak cengeng untuk memancing simpati dan emosi penonton.
“7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” memang tidak bisa mengelak ketika berbicara soal kekurangan yang dimilikinya, khususnya dari tata musik dan suara. Mudah dikenali dari awal ketika dialog-dialog antar pemainnya saling tumpang tindih dan tidak terdengar jelas. Begitu pula dengan musiknya yang kadang disetel tidak pas dengan beberapa adegannya. Cukup mengganggu, tapi jujur saja, sekali lagi kelebihan film ini dalam bercerita dan dukungan pemainnya membantu saya melupakan kekurangan teknis film ini, walaupun saya tidak bisa berpura-pura juga kalau ketimpangan antara suara dan visualnya masih tetap ada selama film bergulir dari menit ke menitnya. Sebagai debut penyutradaraan feature film Robby, setelah sebelumnya bergabung dalam antologi horor (Takut: Faces of Fear), yah saya rasa kekurangan itu masih bisa dimaklumi dan bisa diperbaiki di film selanjutnya. Apalagi terlepas dari nilai minus, apa yang sudah dilakukan Robby pada sisi cerita serta bagaimana dia memperlakukan karakternya, di luar dugaan memuaskan. Menarik melihat masing-masing kisah yang dinarasikan oleh dokter Kartini berkembang tidak dipaksakan dan mengalir saling menyatukan karakter satu dengan yang lainnya.
Untuk jajaran pemainnya, Happy Salma saya akui bermain sangat blak-blakan disini, tapi dibarengi juga dengan akting yang sangat kuat sebagai seorang pelacur (yang bukan berarti melacurkan), ditambah lagi banyak dialog semi-cerdas yang keluar dari mulutnya sukses membuat saya tertawa sepanjang film. Jajang C. Noer tidak perlu ditanyakan lagi, aktingnya memberi kehangatan di film ini, narasinya yang begitu puitis menghembuskan keindahan tersendiri ke telinga penontonnya. Bintang paling muda di film ini, Tamara Tyasmara juga tidak mau kalah dengan senior-seniornya, dia mampu menyelipkan akting berwarna di tengah kegetiran masa mudanya yang sudah mesti memikul beban berat. Nah yang menurut saya paling menyita perhatian adalah Intan Kieflie, merangkap sebagai produser, Intan memperlihatkan kekuatan akting yang sebenarnya ketika karakter yang dia lakonkan mulai disentil oleh nasib tidak menyenangkan. Melihat kemarahan seorang Ratna betul-betul menyedot emosi, apalagi ketika kamera sengaja tidak berkedip sewaktu perempuan yang berkerudung itu berteriak-teriak “bangsat!” pada suaminya.
“7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” punya semangat perempuan yang tinggi, berteriak keras untuk berontak dari tradisi film-film Indonesia yang biasanya membatasi ruang gerak mereka, disini kodrat perempuan tidak hanya setia di belakang dapur dan di ranjang saja. Namun diberi kesempatan lebih leluasa untuk bercerita tentang apapun yang ada dihati mereka, bercerita tentang cinta dan juga ketika mereka jadi “korban” cinta itu sendiri. Robby pun menampilkan isu-isu para perempuan disini agar mudah dicerna tanpa harus menggurui penontonnya. Digarap dengan baik, walau masih meninggalkan jejak minus disana-sini dan ending-nya yang agak diakhiri terburu-buru, “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita” masih dapat dikatakan berhasil menyampaikan cerita, hiburan, dan sekaligus pesan-pesannya.
Rating :