Akhirnya bisa juga kita menyaksikan The Doll 3, yang diniatkan Rocky Soraya sebagai film terakhir dalam franchise ini. Masih mengusung tema “boneka kesetanan,” namun setelah dua film (rilis 2016 dan 2017) dan sebuah sempalan (Sabrina, 2018), tampaknya Rocky telah menemukan formula yang ajeg untuk The Doll 3.
Jika dalam film-film terdahulu secara penceritaan terasa goyah dan tidak fokus, maka boleh dikatakan The Doll 3 adalah setingkat lebih baik. Lebih bulat, bisa dikatakan begitu. Bisa jadi karena kali ini Rocky mengedepankan sisi slasher secara lebih menonjol ketimbang horor supernatural.
Sebagai sebuah slasher, The Doll 3 benar-benar ingin menyajikan apa yang biasanya kita harapkan dari film sejenis: banjir darah dan gore.
Meski berembel-embel The Doll 3, sebenarnya film tidak memiliki ikatan spritual di banding pendahulunya, dengan pengecualian hadirnya karakter Bu Laras dan Pak Raynard yang diperankan Sara Wijayanto dan Jeremy Thomas.
Selain dari mereka, fokus The Doll 3 adalah karakter yang diperankan oleh Jessica Mila, Tara, yang harus merawat sang adik, Gian (Zizie Zidane), sepeninggal orang tua mereka.
Tragedi lain datang di kehidupan Tara setelah sang adik yang memang mengalami depresi memutuskan untuk bunuh diri. Tara yang berduka dan masih belum rela melepas kepergian sang adik, kemudian mendatangi seorang dukun guna memindahkan arwah sang adik ke dalam sebuah boneka bernama Bobby.
Semuanya berjalan dengan baik, setidaknya di awal, sampai Tara kemudian curiga jika Gian yang berada dalam tubuh Bobby menjadi sumber dari berbagai insiden yang menimpa sang tunangan, Aryan (Winky Wiryawan), dan putri semata wayangnya, Mikha (Montserrat Gizelle).
Rere (Masayu Anastasi), yang merupakan sahabat Tara, kemudian punya rencana untuk mengatasi ini semua. Hanya saja, karena ini film horor yang kita bicarakan, tentu saja rencana tersebut tidak berjalan mulus, terutama saat Gian/Bobby meningkatkan intensitas terornya.
Sebagaimana biasa, pengarahan Rocky Soraya selalu penuh gaya. Secara teknis, The Rock 3 dikerjakan dengan baik. Segi penceritaan Rocky pun tampak lebih lancar dan mengalir. Eksekusi horor dalam format slasher-nya pun terjaga sehingga mampu hadir dengan lumayan seru dan mendebarkan.
Hanya saja, masalah orisinalitas dan inferiornya naskah masih menghinggapi The Doll 3. Pengaruh Child’s Play dengan boneka Chucky-nya bukanlah masalah terbesar dari The Doll 3, namun alur dan logika bercerita yang lemah dan bolong-bolong.
Terlalu banyak reaksi dan motivasi tidak koheren, bahkan menggelikan, sehingga bisa jadi malah mengundang alis untuk berkerut dan juga tawa, meski sebenarnya tidak diniatkan begitu. Kecenderungan Rocky untuk “mengemulasi” film lain yang menjadi sumber inspirasinya juga menjebak penggarapan dirinya menjadi sangat tertebak, sehingga mengurangi suspensi dalam kisahnya.
Terlepas dari kendala-kendala tersebut, The Doll 3 tetap sebuah film yang menghibur untuk disimak sedari awal hingga akhir. Nyaris tidak ada momen yang membosankan dan dengan eskalasi ketegangan yang merambat naik.
Ditambah lagi film didukung pula dengan penampilan yang cukup baik dari para pemainnya. Utamanya Jessica Mila, yang biasanya hadir dengan kurang bernuansa. Kali ini ia menyajikan seni akting secara baik; emotif dan bahkan relatif natural, sehingga pada akhirnya mampu menjadi penggerak utama alur kisahnya.
Rating :