Setelah sempat absen di tahun 2020 lalu, akhirnya Ernest Prakasa melanjutkan tradisi merilis film di bulan Desember dengan karya terbarunya, Teka Teki Tika. Setelah lima judul sebelumnya Ernest bergerak di ranah komedi yang kental, melalui Teka Teki Tika ia mencoba keluar dari zona amannya dan memasuki ranah misteri-thriller.
Sesuai judulnya, film berpusat pada karakter bernama Tika (Sheila Dara Aisha), yang pada malam perayaan ulang tahun pernikahan pasutri pengusaha kaya-raya Budiman (Ferry Salim) dan Sherly (Jenny Zhang) bersama anak-anak mereka dan pasangan masing-masing (Dion Wiyoko, Morgan Oey, Eriska Rein, Tansri Kumala), tiba-tiba muncul tanpa diundang dan mengaku sebagai anak kandung Budiman.
Meski bergaya agak selengean dan ceplas-ceplos, Tika mampu membuat keluarga besar Budiman diliputi dengan kecurigaan sehingga situasi menjadi menegang. Sebenarnya apa motivasi dan tujuan Tika? Pertanyaan inilah yang menjadi penggerak alur Teka Tika Tika.
Ernest Prakasa bolehlah mendapat pujian karena mencoba memberikan sesuatu yang berbeda melalui filmnya. Memang, ia masih tidak bisa melepas komedi yang membesarkan namanya begitu saja, sehingga Teka Teka Tika pun tetap menaburkan beberapa adegan menggelitik sebagai bumbu.
Meski begitu, tetap saja fokus Teka Teki Tika tetap harus di aspek misterinya tersebut. Sayangnya, naskah yang juga ditulis langsung oleh Ernest kurang bisa menggali yang seharusnya menjadi sajian utama film. Ernest juga belum bisa menjaga suspensi dan tarik-ulur alurnya, sehingga film berjalan dengan agak datar. Niatnya untuk memasukkan beberapa komentar sosial memang baik, tapi kurang menjalin dengan mulus bersama garis besar kisah Teka Teki Teki.
Belum lagi berbagai “kejutan” yang disajikan di penghujung cerita yang lebih terasa dipaksakan daripada mengesankan. Bumbu-bumbu adegan aksi bolehlah untuk memeriahkan film. Hanya saja ia terjebak pada redudansi sehingga memilih mengakhiri film pada momen yang salah. Hal ini memberi kendala bagi film agar bisa menjadi lebih padat dan fokus.
Meski begitu, terlepas dari berbagai kelemahannya, Teka Teka Tika tetap menghibur sebagai sebuah sajian ringan. Apalagi Teka Teka Teki sebenarnya masih memiliki benang merah dengan karya-karyanya sebelumnya; keluarga.
Semenjak Ngenest (2015) yang menjadi debut pernyutradaraanya, hingga yang terakhir, Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan (2019), keluarga tetap menjadi dasar utama kisah yang ingin disampaikannya. Ia pun senantiasa mengemas leitmotif ini dengan cukup bernas, bahkan terkadang lebih menonjol dibandingkan tema utama filmnya. Dan Teka Teki Tika pun bukan pengecualian.
Rating :