Di sepanjang karirnya, Riri Riza memang lebih kerap menggarap film-film bergenre drama. Meski begitu bukan berarti ia tidak mencoba untuk merambah ranah lain, seperti horor yang disajikannya dalam film pendek Titisan Maya yang tergabung dalam antologi Takut: Faces of Fear di tahun 2008. Lebih dari satu dekade kemudian ia menghadirkan thriller perdananya, Paranoia.
Plot film sederhana saja; tentang Dina (Nirina Zubir) beserta putri berusia remajanya, Laura (Caitlin North Lewis), yang selalu berpindah-pindah karena takut akan kejaran suaminya yang beringas dan berstatus sebagai seorang kriminil, Gion (Lukman Sardi).
Secara tidak sengaja Dina bertemu dengan kenalan sang suami, Rahim (Cornelio Sunny). Takut persembunyiannya diketahui, Dina kembali melarikan diri ke sebuah vila terpencil di Bali sambil merencanakan perpindahan lokasi berikutnya.
Tetangga mereka adalah seorang pria bernama Raka (Nicholas Saputra). Meski terlihat simpatik dan Laura menunjukkan ketertarikan pada sang pria, namun Dina yang paranoid tetap saja mencurigai kehadiran Raka.
Paranoia dikerjakan saat pandemi masih berlangsung. Dan naskah tulisan Riri bersama Mira Lesmana dan Jujur Prananto pun memanfaatkan situasi tersebut sebagai latar kisah dalam film. Seharusnya bisa menjadi pendukung yang pas untuk kecemasan dan ketakutan yang terus menerus menghinggapi Dina, namun sayangnya kehadirannya hanya sebagai latar belaka tanpa kontribusi terlalu signifikan untuk perkembangan alur cerita.
Sebenarnya bukan hanya itu elemen-elemen intrinsik film yang sekedar latar, kurang tergali, atau malah dangkal. Sebagai sebuah thriller psikologis, film justru kurang mampu mengembangkan atmosfer paranoia dengan efektif. Lempang dan datar, akibat sisi suspensi yang tidak mendapat eksplorasi lebih baik. Sedang sebagai film yang mengangkat isu KDRT, wacananya hanya sekedar tempelan.
Padahal Riri sebenarnya membangun pengantar film dengan cukup baik. Kesan muram dan mengancam terindikasi di babak pertama. Hanya saja, setelahnya film terasa seperti mengulur-ulur sebelum menghadirkan klimaks film, yang sayangnya juga hadir dengan begitu saja tanpa ketegangan yang benar-benar intens.
Masalah terbesar bisa jadi pada naskah dan penokohan. Pergerakan alur-nya tidak dinamis, sementara para perkembangan karakter tidak begitu kokoh dan meyakinkan. Entah karena kurang piawai atau ragu-ragu, naskah tidak berani untuk mengeksplorasi lebih jauh sisi psikologis atau kompleksitas yang terkandung di dalamnya.
Untungnya film terselamatkan oleh akting para pemainnya, terutama Nirina dan Lukman. Mereka membuktikan kekuatan mereka sebagai aktor mumpuni yang selalu menerjemahkan watak peran mereka dengan baik, terlepas dari betapa lemah karakterisasi atau tipisnya plot ceritanya.
Dan sebenarnya penggarapan Riri Riza juga tidak buruk-buruk amat. Setidaknya Paranoia hadir dengan tidak terlalu menjemukan dan masih bisa dinikmati, terlepas dari kekurangannya di sana-sini.
Rating :