Review

Info
Studio : MD Pictures, Umbara Brothers Film
Genre : Comedy, Drama
Director : Anggy Umbara
Producer : Manoj Punjabi
Starring : Vino G. Bastian, Luna Maya, Ananda Omesh, Estelle Linden, Anya Geraldine

Rabu, 14 Oktober 2020 - 16:46:55 WIB
Flick Review : Sabar Ini Ujian
Review oleh : Taufiqur Rizal (@TarizSolis) - Dibaca: 1067 kali


Apakah kamu familiar dengan istilah time loop yang beberapa kali dipergunakan oleh film dari negara-negara yang telah jauh berkembang? Jika belum, istilah ini secara ringkas merujuk kepada film dengan tokoh utama yang terjebak dalam putaran waktu. Hari-harinya selalu berulang di satu tanggal, situasi-situasinya sama persis plek ketiplek, dan si protagonis harus mencari tahu sabab musababnya agar bisa terbebas dari siksaan duniawi ini lalu kembali menjalani kehidupannya seperti biasa. Satu judul paling populer yang menerapkan konsep penceritaan ini adalah Groundhog Day rilisan tahun 1993. Dari era gawai, kamu bisa menjumpainya dalam Edge of Tomorrow (2014), Happy Death Day (2017), maupun Palm Springs yang baru-baru ini dirilis. Sementara dalam khazanah sinema Indonesia, well, film berkonsep time loop sendiri masih sangat asing meski hamba pribadi sama sekali tidak terkejut. Apalagi konsep ini terhitung njelimet untuk dieksekusi dan film beraroma fantasi pun kurang diakrabi oleh penonton di Indonesia raya. Siapa coba yang cukup nekat untuk mengambil resiko? Sempat skeptis ranah ini akan benar-benar dijajaki oleh sineas kita, ternyata oh ternyata Anggy Umbara (Mama CakeWarkop DKI Reborn: Jangkrik Boss) di bawah payung MD Pictures berani mengambil tantangan tersebut dengan menggarap Sabar Ini Ujian yang dilabeli “film Indonesia pertama yang mengaplikasikan konsep time loop”. Hasilnya? Sajian komedi drama yang menghibur meski masih meninggalkan catatan disana sini.

Dalam Sabar Ini Ujian, karakter yang ketiban sial adalah seorang pemuda bernama Sabar (Vino G. Bastian) yang belum kunjung bisa menerima kenyataan kalau dirinya dan mantan kekasihnya, Astrid (Estelle Linden), telah bubar jalan. Padahal hubungan mereka kandas empat tahun lalu dan sang mantan akan menikahi Dimas (Mike Ethan) yang juga teman Sabar semasa SMA. Saking sulitnya untuk move on, Sabar sempat berpikir untuk tak menghadiri pesta pernikahan Astrid-Dimas. Tapi bujukan dari ibunya (Widyawati) beserta sahabatnya, Billy (Ananda Omesh), membuat si protagonis berubah pikiran. Toh cuma butuh satu hari buat bertahan menghadapi ujian kehidupan ini, apa sih yang mungkin menyiksa? Tentu saja untuk seseorang yang belum bisa ikhlas melepaskan, menghadiri acara seperti ini tetaplah menyiksa lahir batin. Terlebih Sabar juga harus menghadapi guyonan-guyonan bernada mengejek dari dua temannya, Yoga (Rigen Rakelna) dan Aldi (Ananta Rispo), yang bikin hati panas. Sabar pun harus bisa bersabar. Yang tak diketahui oleh tokoh utama kita ini, ujian tidak berhenti sampai disini saja. Kala dirinya terbangun di kamar kos keesokan harinya, Sabar mendapat kejutan yang sangat teramat aneh: dia kembali terbangun di hari pernikahan Astrid. Mulanya, Sabar mengira keanehan tersebut hanyalah bagian dari candaan yang digagas oleh teman-temannya. Namun ketka dia kembali mengulang hari yang sama di hari-hari berikutnya, pada saat itulah Sabar harus menemukan akar masalah yang menyebabkannya terjebak dalam putaran waktu.

Mesti diakui, mudah untuk menyebut Sabar Ini Ujian sebagai salah satu karya terbaik yang pernah ditelurkan oleh Anggy Umbara. Paruh awalnya, terutama saat si karakter utama berusaha untuk memahami dan beradaptasi dengan apa yang terjadi padanya, menjadi bagian paling mengasyikkan dari film. Sang sutradara paham betul bahwa film berkonsep time loop berpotensi terjerembab menjadi sajian menjemukan mengingat sebagian durasinya diisi pengulangan-pengulangan adegan dan dalam konteks Sabar Ini Ujian, latar penceritaan banyak dihabiskan di dalam ballroom. Demi menyiasatinya, Pak Anggy gesit menyelipkan pembeda dalam setiap repetisi sehingga penonton pun dilingkupi keingintahuan, “apa nih yang akan dilakukan oleh Sabar selanjutnya?.” Disokong oleh penyuntingan dinamis dari Cesa David Luckmansyah serta performa santai dari jajaran pemain, satu jam awal pun diisi banyak kesenangan yang mengundang gelak tawa. Saya pribadi menyukai tektokan antara Rigen Rakelna dengan Ananta Rispo yang terasa mengalir begitu saja. Guyonannya receh sih – apalagi soal kepanjangan CLBK – tapi penyampaian keduanya yang efektif memungkinkan tiap celetukan memiliki daya tonjok humor yang kuat. Serius, hamba terbahak-bahak tiap mereka muncul. Vino G. Bastian yang diposisikan sebagai pemain sentral juga lihai menangkap umpan-umpan yang diberikan oleh duo ini sehingga mereka bisa tampil meyakinkan sebagai teman baik. Tak hanya dengan Rigen-Ananta, Vino turut berkesempatan untuk menggila bersama Dwi Sasono (sebagai teman kosnya yang demen bugil) dimana dia menghadirkan momen emas dengan memarodikan sejumlah peran dari film-filmnya sebelumnya. Gokil!

Kecakapan Vino dalam menangani momen komedik ini sejalan dengan kemampuannya dalam melakoni momen dramatik. Dia mendapat “lawan tanding” kelas kakap seperti Widyawati beserta mendiang Adi Kurdi yang bahkan sanggup membuat penonton terenyuh hanya dari sentuhan-sentuhan kecil dalam gestur. Saya menyukai adegan percakapan antara Sabar dengan ibunya melalui telepon, dan saya amat menyukai obrolan keduanya di meja makan mengenai mendefinisikan kebahagiaan. Terasa hangat. Berkat akting tiga pelakon ini, Sabar Ini Ujian masih mampu mengaduk-aduk emosi penonton di menit-menit terakhirnya yang terasa goyah. Ada ketidakwajaran terdeteksi pada titik ini. Memang, film sudah mulai menunjukkan problematikanya pada pertengahan durasi yang lajunya cenderung nyeret-nyeret. Tapi setelah dua pengungkapan besar terjadi (yang tentu tidak akan hamba jabarkan secara detil), Sabar Ini Ujian seperti kehilangan daya pikatnya. Nada pengisahannya mendadak berubah drastis dari ceria menjadi depresif, lalu bangunan motivasi yang disematkan untuk dua karakter krusial di penghujung kisah tidak pula cukup meyakinkan. Haruskah dipertemukan dengan cara semendadak itu tanpa ada interaksi tipis-tipis sebelumnya? Haruskah diakhiri dengan senelangsa itu yang menjadikannya kontradiktif dengan semangat di awal? Padahal, hamba sudah merasa terhubung dengan topik obrolannya perihal mengikhlaskan, memaafkan, serta berdamai dengan trauma masa lalu. Andai tak ada sisipan twist – atau andai ditangani dengan lebih meyakinkan – film ini mungkin bisa terhidang dengan lebih memuaskan.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.