Film terbaru arahan Lee Byeong-heon (What a Man Wants, 2018), Extreme Job, sebenarnya menawarkan garisan penceritaan yang cukup sederhana: kisah sekelompok detektif yang berusaha untuk membongkar dan menangkap sindikat pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang. Dalam usaha tersebut, Chief Go (Ryu Seung-ryong), Detective Jang (Lee Hanee), Detective Young-ho (Lee Dong-hwi), Detective Ma (Jin Seon-kyu), dan Detective Jae-hoon (Gong Myung), menyamar menjadi satu keluarga yang memiliki usaha restoran penjual ayam goreng agar dapat memantau lokasi yang diduga menjadi tempat berkumpulnya para anggota sindikat pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang tersebut. Tanpa terduga, restoran yang mereka kelola sebagai kedok penyamaran justru mampu menarik minat pembeli dalam jumlah besar dan mendadak menjadi begitu popular ke seantero Korea Selatan akibat racikan resep ayam goreng dari Detective Ma yang benar-benar enak. Jelas saja, kesibukan dalam mengelola restoran secara perlahan memecah konsentrasi kelima detektif dalam menjalankan tugas mereka sekaligus membuat para anggota sindikat pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang mulai dapat mencium keberadaan mereka. 

Harus diakui, kesuksesan terbesar dari Extreme Job hadir berkat garapan naskah cerita dari Bae Se-young yang cukup cerdas. Daripada mengolah filmnya menjadi sebuah film aksi – atau film aksi dengan sentilan-sentilan komedi – yang setara dengan film-film sepantarannya, Bae memilih untuk memaksimalkan porsi komedi dalam aliran pengisahan dan justru menempatkan elemen aksi sebagai elemen pendukung bagi sajian komedi tersebut. Berhasil. Rasanya tidak ada satu adegan pun dalam presentasi kisah Extreme Job yang tidak akan berhasil mengocok perut para penontonnya. Mulai dari dialog, pengembangan karakter, hingga sajian konflik dalam film ini diberikan sentuhan komikal yang mengesankan. Namun, naskah cerita Bae tidak hanya melulu berfokus pada usaha untuk memberikan tawa bagi para penontonnya. Bae juga berhasil memberikan galian kisah yang cukup mumpuni terhadap masing-masing karakter. Hasilnya, setiap karakter dan hubungan persahabatan yang mereka jalin dapat membentuk koneksi emosional dengan mudah.

Tentu, dengan premis dan struktur pengisahan yang cukup sederhana, gelora komedi yang membara kuat semenjak awal pengisahan jelas akan terasa mulai meredup pada paruh pertengahan film. Dengan durasi presentasi film yang mencapai 111 menit, Extreme Job kemudian mulai terasa terjebak dengan rutinitas aksi dan komedi yang berulang. Jalan cerita yang tidak pernah memberikan ruang yang cukup bagi karakter-karakter antagonis untuk mendapatkan porsi kisahnya juga membuat karakter-karakter antagonis dalam film ini terasa tidak termanfaatkan dengan utuh. Beruntung, deretan kerikil penceritaan tersebut tidak pernah benar-benar menghalangi ritme penceritaan Extreme Job untuk mengalun dengan seksama. Lee terus mampu untuk menjaga dan mendorong eksekusi cerita filmnya dalam tempo yang cepat – tidak hanya ketika berfokus pada sisi komedi film namun juga ketika mengeksekusi adegan-adegan aksi yang menguasai paruh akhir Extreme Job.

Dukungan solidnya kualitas departemen akting Extreme Job juga menjadi faktor kuat mengapa film ini akan begitu mudah untuk disukai. Layaknya karakter-karakter yang mereka perankan, deretan pemeran film ini hadir dengan chemistry yang luar biasa meyakinkan. Secara personal, Ryu, Lee Hanee, Lee Dong-hwi, Ji, dan Gong mampu menghadirkan karakter-karakter yang akan mampu meninggalkan kesan yang kuat. Di saat yang bersamaan, penampilan mereka secara berkelompok berhasil menjadi nyawa dan jiwa bagi Extreme Job untuk dapat hadir sebagai sebuah komedi yang berkelas.

Rating :