Review

Info
Studio : Columbia Pictures/Sony Pictures Animation/Marvel Entertainment/Lord/Miller Productions/Arad Producti
Genre : nimation, Action, Adventure
Director : Bob Persichetti, Peter Ramsey, Rodney Rothman
Producer : Avi Arad, Amy Pascal, Phil Lord, Christopher Miller, Christina Steinberg
Starring : Shameik Moore, Jake Johnson, Hailee Steinfeld, Mahershala Ali, Nicolas Cage, Liev Schreiber

Senin, 17 Desember 2018 - 18:48:12 WIB
Flick Review : Spider-Man: Into the Spider-Verse
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 1725 kali


Sony Pictures sepertinya semakin percaya diri dengan kolaborasi mereka bersama Marvel Comics. Setelah kesuksesan Spider-Man: Homecoming (Jon Watts, 2017) – yang juga menjadi film Spider-Man pertama yang diikutsertakan dalam linimasa pengisahan Marvel Cinematic Universe – serta Venom (Ruben Fleischer, 2018), Sony Pictures kini memproduksi sebuah seri terbaru Spider-Man yang tidak berhubungan secara langsung dengan seri live-action Spider-Man yang sedang berjalan namun, di saat bersamaan, juga memiliki keterikatan semesta pengisahan dengan seri film tersebut. Digarap dalam bentuk animasi, Spider-Man: Into the Spider-Verse akan mengenalkan penonton pada sosok Spider-Man lain bernama Miles Morales yang berasal dari dimensi kehidupan yang berbeda – dimana, dalam dimensi kehidupan tersebut, karakter Peter Parker/Spider-Man dikisahkan telah meninggal dunia. Dengan pengembangan cerita dan karakter yang dilakukan oleh Phil Lord dan Christopher Miller (The LEGO Movie, 2014), Spider-Man: Into the Spider-Verse mampu dibangun menjadi sebuah presentasi yang cerdas, menyenangkan, bahkan menjadi salah satu adaptasi film Spider-Man terbaik yang pernah dibuat hingga saat ini. 

Karakter Miles Morales (Shameik Moore) sendiri – yang digambarkan sebagai sosok remaja berdarah Afrika Amerika dan Latin serta terinspirasi dari sosok Presiden Amerika Serikat Barrack Obama dan aktor Donald Glover – dikisahkan sedang berjuang untuk memenuhi ekspektasi kedua orangtuanya, Jefferson Davis (Brian Tyree Henry) dan Rio Morales (Luna Lauren Velez), untuk memberikan pendidikan yang lebih baik dengan memindahkannya ke sebuah sekolah asrama elit. Suatu hari, seperti halnya Peter Parker, Miles Morales digigit oleh seekor laba-laba yang telah dimodifikasi secara genetis dan lantas membuat Miles Morales memiliki kemampuan super layaknya Spider-Man. Setelah kematian Peter Parker/Spider-Man (Chris Pine) yang disebabkan oleh seorang pemimpin gembong kejahatan bernama Wilson Fisk/Kingpin (Liev Schreiber), Miles Morales kemudian terinspirasi untuk turut memerangi kejahatan meskipun seringkali menemui kegagalan akibat ketidakmampuannya untuk mengendalikan kekuatan yang dimilikinya. Sebuah kejutan hadir ketika Miles Morales didatangi oleh Peter Parker/Spider-Man (Jake Johnson) yang berasal dari dimensi kehidupan lain dan mengungkapkan bahwa keberadaan dirinya dalam dimensi kehidupan Miles Morales karena adanya sebuah kekuatan asing yang secara tidak sengaja menariknya kesana.

Sutradara Spider-Man: Into the Spider-Verse, Bob Persichetti, Peter Ramsey (Rise of the Guardians, 2012), dan Rodney Rothman, secara cerdas menggulirkan naskah cerita yang digarap bersama antara Lord dengan Rothman secara perlahan dan seksama. Dengan ruang waktu pengisahan yang cukup luas, Spider-Man: Into the Spider-Verse mampu memberikan penggalian karakter yang cukup dalam bagi sosok Miles Morales, khususnya paruh pengisahan tentang hubungan dari karakter tersebut dengan kedua orangtua dan paman yang begitu ia idolakan, Aaron Davis (Mahershala Ali). Kisah hubungan antara karakter Miles Morales dengan kedua orangtuanya mampu tergarap secara sederhana dan familiar namun akan sukses membentuk hubungan emosional yang kuat kepada setiap penonton. Sementara itu, kisah pencariannya akan sosok mentor dalam kehidupannya yang berawal dari hubungannya dengan karakter sang paman secara perlahan kemudian berkembang menjadi basis bagi perkembangan dari karakter Miles Morales bersama dengan deretan karakter-karakter lain yang akan muncul pada paruh penceritaan selanjutnya.

Momen ketika karakter Miles Morales mendapatkan gigitan laba-labanya, tentu saja, menjadi bagian awal dari perjalanan kisah pahlawan super dalam Spider-Man: Into the Spider-Verse. And the story getscrazy! Dalam sebuah pola pengisahan berkualitas cerdas yang mungkin sangat tidak terduga kehadirannya, Spider-Man: Into the Spider-Verse menghadirkan sebuah permasalahan yang menyebabkan linimasa pengisahan film ini hadir dengan penuh lapisan yang kemudian menyeret tidak hanya satu, atau dua, atau tiga, namun lima Spider-Man lain yang dikisahkan berasal dari dimensi kehidupan yang berbeda. Para Spider-Man tersebut – Peter Parker/Spider-Man, Gwen Stacy (Yes, that one!)/Spider-Woman (Hailee Steinfeld), Peter Porker/Spider-Ham (John Mulaney), Peni Parker (Kimiko Glenn), dan Spider-Noir (Nicolas Cage) – memberikan dorongan tersendiri bagi karakter Miles Morales untuk dapat memahami kekuatan baru yang dimilikinya. Dengan pengolahan cerita yang komikal dan penuh akan referensi pada berbagai pengisahan Spider-Man seperti yang telah dikenal banyak orang, masing-masing karakter Spider-Man dari berbagai dimensi tersebut juga mampu diberikan momen-momen personal mereka tersendiri yang membuat kehadiran mereka semakin terasa istimewa.

Tidak hanya dari sosok para pahlawan supernya, Spider-Man: Into the Spider-Verse juga sukses menghadirkan barisan karakter penjahat yang begitu apik. Karakter Wilson Fisk/Kingpin diberikan sentuhan kisah personal daripada hanya menjadikannya sosok karakter penjahat yang hanya ingin menguasai dunia. Begitu pula dengan Olivia Octavius/Doctor Octopus (Kathryn Hahn) dan Green Goblin (Jorma Taccone) yang tampil dengan karakteristik yang familiar namun dengan warna pengisahan yang lebih baru dan menarik. Namun, terlepas dari mengesankannya karakter-karakter yang hadir dalam jalan cerita film ini, Spider-Man: Into the Spider-Verse masih merupakan sebuah kisah personal bagi karakter Miles Morales – sebuah fokus yang sama sekali tidak pernah terlupakan walau dengan kehadiran banyak karakter maupun konflik. Kualitas penulisan naskah cerita yang prima menjadikan karakter Miles Morales hadir dengan karakteristik seorang Spider-Man yang kental: pemberani, tangguh, namun terlihat canggung serta dengan berbagai “kelemahan” bersifat humanis yang seringkali menghalangi perjalanan hidupnya. Kemampuan vokal Moore dalam menterjemahkan karakter tersebut juga menjadi sebuah elemen yang mendorong karakter Miles Morales untuk terlihat begitu simpatik dan mudah untuk disukai. Tidak hanya Moore, barisan pengisi suara film ini juga hadir dalam kualitas vokal yang solid dalam usaha mereka untuk menghidupkan setiap karakter mereka.

Dengan komposisi pengisahan penuh warna – serta lapisan – jelas tidak mengherankan jika Spider-Man: Into the Spider-Verse kemudian digarap dengan tampilan animasi yang sama “eksentrik”-nya. Layaknya sebuah surat cinta bagi para penggemar komik, Persichetti, Ramsey, dan Rothman lantas mengemas tampilan penceritaan film ini layaknya sebuah buku komik yang kemudian menjadi hidup – penuh dengan warna-warna terang nan tegas, dengan deretan dialog yang kemudian hadir menghiasi banyak adegan, dan efek-efek visual yang tampil begitu mencuri perhatian. Begitu pula dengan komposisi musik garapan Daniel Pemberton yang tampil dengan detak kehidupan yang sangat, sangat menyenangkan untuk didengar. Ketika banyak film animasi mencoba untuk mengikuti tampilan animasi yang telah diterapkan oleh film-film rilisan Pixar Animation Studios, jelas cukup menyenangkan untuk melihat Spider-Man: Into the Spider-Verse yang penuh keberanian dan langkah yang meyakinkan untuk menghadirkan sebuah sajian animasi yang menyegarkan. Sebuah presentasi yang memberikan kesegaran baru, baik pada genre animasi maupun pada pengisahan film-film pahlawan super. Brilian.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.