Zombie. Semenjak era Night of the Living Dead hingga yang paling baru, Overlord, seolah tak ada habisnya disajikan sebagai fiksi visual. Bagaimana dengan komedi zombie? Rasa-rasanya hanyaShaun of the Dead yang berkesan di benak di dekade terakhir ini. Tapi tunggu dulu. Kini ada One Cut Of The Dead yang boleh jadi akan menambah daftar pendek film komedi berbumbu zombie bernas yang pernah ada dalam sejarah sinema.
Film dibuka dengan sebuah adegan one take sepanjang 37 menit yang berseting di sebuah gedung tua di mana seorang sutradara bernama Higurashi (Takayuki Hamatsu) marah-marah kepada aktrisnya, Chinatsu (Yuzuki Akiyama) karena dianggap tidak becus berakting takut saat diserang pacarnya yang kini berubah menjadi zombie, Ko (Kazuaki Nagaya). Situasi menjadi kacau saat terjadi serangan zombie betulan. Tapi Higurashi malah antusias melihat wajah-wajah ketakutan para pemain dan krunya dan bersikeras kalau syuting harus tetap berjalan.
Pembuka One Cut of the Dead ini boleh dikatakan sebagai salah satu adegan film zombie terburuk yang pernah ada. Kekacauan bukan menimbulkan kengerian, tapi malah gelak tawa. Meski begitu, saat kamera yang sepanjang durasi intim mengikuti para karakter berlepotan darah hingga kemudian seseorang mengelapnya atau terjatuh dan kemudian terdiam beberapa lama sebelum diangkat kembali, kita menjadi bertanya-tanya, apakah film ini juga sebuah found footage?
Pertanyaan tadi, dan berbagai pertanyaan lain yang muncul selama menyaksikan 37 menit menggelikan tadi, akan terjawab di babak berikutnya. Dan percayalah naratif One Cut of The Dead bukan sekedar bersifat meta atau self referential belaka ala Scream. Dengan berbagai lapisan dalam plot-nya, ia justru sebuah studi cerdas tentang kecintaan pada sinema itu sendiri dan passion orang-orang yang menggelutinya. Utamanya sinema independen.
One Cut of the Dead adalah sebuah feel good cinema of the year. Sebuah pernyataan yang terdengar cukup aneh untuk sebuah film horor komedi. Tapi begitulah adanya yang kita rasakan seusai menyaksikan filmnya.
Sang sutradara merangkap penulis naskah dan penyunting, Shinichiro Ueda, adalah pendatang baru di dunia perfilman Jepang. Dan One Cut of the Dead menjadi bukti kalau ia adalah sutradara yang layak untuk diikuti perkembangannya. Bujet minimalistik bukan halangan, karena Ueda membuktikan jika naskah dengan ide serta visi menarik dan dipadu eksekusi brilian adalah yang paling utama.
Jika 37 menit pertama adalah hidangan pembuka yang buruk rupa, maka sisa 60 menit-nya adalah sebuah santapan lezat yang sungguh bergizi dan mengenyangkan. Membuat kita tertawa, sedih, takut, haru dan pada akhirnya tertawa lega bersama para karakternya.
Sepertinya Ueda adalah seorang sutradara yang mampu mengarahkan para aktor-nya yang datang dari kalangan tak terkenal dan direkrut dari sebuah workshop. Para pemain memberikan akting yang menawan dan penuh nuansa untuk karakter-karakter tadi, sehingga mereka terasa begitu lekat dan gampang terelasikan oleh penonton.
Poin lebih juga harus disematkan kepada Hamatsu yang bertugas sebagai penggerak utama filmnya. Sungguh mengejutkan jika ia selama ini bukanlah aktor profesional karena memainkan karakternya dengan dimensi dan kedalaman yang cukup lekat. Boleh jadi, sebagaimana Ueda, nantinya namanya juga akan bersinar terang.
Sebenarnya agak sulit untuk menelaah One Cut of the Dead tanpa harus masuk ke ranah spoiler. Jadi, tanpa berpanjang-panjang lagi ditegaskan jika ia adalah salah satu film terbaik tahun ini. Inventif, segar, menghibur dan memberi rasa hangat di dada, sehingga dipastikan menjadi sebuah pengalaman sinema yang tak terlupakan. Pom!
Rating :