Merupakan kali pertama Walt Disney Animation Studios memproduksi sebuah sekuel bagi film animasinya setelah sebelumnya merilis Fantasia 2000 (Don Hahn, Pixote Hunt, Hendel Butoy, Eric Goldberg, James Algar, Francis Glebas, Paul Brizzi, Gaëtan Brizzi, 1999) yang merupakan sekuel dari Fantasia (Samuel Armstrong, James Algar, Bill Roberts, Paul Satterfield, Ben Sharpsteen, David D. Hand, Hamilton Luske, Jim Handley, Ford Beebe, T. Hee, Norman Ferguson, Wilfred Jackson, 1940), Ralph Breaks the Internet kembali menempatkan sutradara Wreck-It Ralph (2012), Richard Moore untuk duduk di kursi penyutradaraan dengan bantuan dari Phil Johnston yang juga bertugas sebagai penulis naskah film ini bersama dengan Pamela Ribon (Smurfs: The Lost Village, 2017). Layaknya sebuah sekuel, Ralph Breaks the Internet memberikan sebuah semesta pengisahan yang lebih luas bagi karakter-karakternya namun tetap mempertahankan elemen cerita tentang persahabatan yang telah menjadi fokus utama semenjak film pendahulunya. Tidak mengherankan bila Ralph Breaks the Internet mampu hadir dengan tata pengisahan dan karakterisasi yang lebih berwarna sekaligus dengan ikatan emosional kepada penonton yang lebih kuat.
Ralph Breaks the Internet masih melanjutkan cerita tentang persahabatan antara dua karakter permainan video, Wreck-It Ralph (John C. Reilly) dan Vanellope von Schweetz (Sarah Silverman). Dikisahkan, konsol permainan video Sugar Rush tempat Vanellope von Schweetz berasal mengalami kerusakan yang membuat Vanellope von Schweetz dan seluruh karakter dari permainan video tersebut terancam untuk kehilangan tempat tinggal. Tidak ingin melihat temannya bersedih, Wreck-It Ralph lantas mengajak Vanellope von Schweetz untuk menjelajahi dunia internet – yang sebenarnya baru mereka kenal dan sama sekali belum pernah mereka kunjungi sebelumnya – guna mencari perangkat yang dapat memperbaiki konsol permainan video Sugar Rush. Seperti yang dapat ditebak, petualangan di sebuah dunia yang baru mengenalkan Wreck-It Ralph dan Vanellope von Schweetz pada banyak hal dan pengalaman baru – termasuk sebuah pengalaman yang membuat keduanya saling mempertanyakan arti persahabatan mereka.
Jika ingin melihat struktur pengisahan yang diberikan Johnston dan Ribon kepada film ini secara lebih dekat, Ralph Breaks the Internet hadir dengan bangunan kisah yang cukup sederhana. Konflik yang disajikan di awal kisah – ketika konsol permainan video Sugar Rush mengalami kerusakan yang kemudian memaksa Wreck-It Ralph dan Vanellope von Schweetz untuk menjelajahi dunia internet – memang memicu serangkaian konflik baru pada alur pengisahan berikutnya. Namun, di saat yang bersamaan, konflik tersebut lebih sering terjadi antara kedua karakter utama ataupun terbentuk dalam perasaan sang karakter itu sendiri. Tidak pernah melibatkan karakter lain, tanpa kehadiran sesosok karakter antagonis yang harus dilawan, atau permasalahan pelik yang benar-benar harus diselesaikan – konflik tentang kerusakan konsol permainan video Sugar Rush bahkan berakhir dan diselesaikan di paruh pertengahan cerita. Meskipun begitu, jelas adalah salah untuk memandang Ralph Breaks the Internet sebagai sebuah sajian yang dangkal. Sebagai sutradara film, Moore dan Johnston memastikan filmnya tampil padat berisi dengan menjadikan internet sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penceritaan.
Dengan kemampuan teknis di bidang audio dan visual yang handal, Moore dan Johnston merancang semesta internet layaknya sebuah dunia dimana para penggunanya dapat berkunjung, berinteraksi, sekaligus menikmati berbagai layanan ataupun fasilitas yang ada di dalamnya. Secara cerdas, Ralph Breaks the Internet menyusun berbagai aplikasi maupun situs popular di internet seperti Twitter, eBay, Amazon, IMDb, hingga Wikipedia layaknya deretan gedung perkantoran atau pertokoan dimana para penggunanya dapat berlalu lalang. Dan, tentu saja, kesempatan untuk mengeksplorasi pengisahan dari internet tersebut dimanfaatkan Johnston dan Ribon untuk menghadirkan berbagai referensi terhadap berbagai pop culture yang berhubungan dengan dunia maya sekaligus karakter-karakter yang terkenal karenanya. Paduan dari tata penceritaan yang penuh warna dan pengarahan yang mengendalikan pengisahan untuk bergerak secara cepat namun dinamis menjadikan Ralph Breaks the Internet tampil begitu menyenangkan untuk disaksikan. Moore dan Johnston juga berhasil memberikan bangunan kisah dengan sentuhan emosional di paruh akhir cerita. Presentasi yang jelas menjadikan Ralph Breaks the Internet sebagai sebuah sekuel yang sukses mengikuti jejak pengisahan film pendahulunya.
Keberhasilan Ralph Breaks the Internet dalam mengikuti standar kualitas Wreck-It Ralph jelas semakin sempurna dengan tampilan chemistry yang apik dari vokal Reilly dan Silverman. Berperan sebagai dua sahabat yang masih harus menghadapi berbagai tantangan dalam hubungan mereka, Reilly dan Silverman menjadikan kedua karakter mereka tampil begitu hangat dan sangat meyakinkan. Gal Gadot, yang vokalnya mendampingi karakter baru bernama Shank, juga hadir begitu mencuri perhatian. Kualitas desain animasi yang menjadikan karakter Shank tampil dengan gerak dan gestur tubuh yang begitu hidup membuat vokal Gadot terasa menjadi nyawa tersendiri bagi vokal Gadot. Hal yang sama juga dapat dirasakan dari penampilan vokal Taraji P. Henson yang mengisi sosok karakter bernama Yesss, Bill Hader yang berperan sebagai karakter J. P. Spamley, serta vokal dari deretan pengisi suara yang telah tampil semenjak seri sebelumnya seperti Jack McBrayer, Jane Lynch hingga Alan Tudyk. Kualitas solid yang jelas menjadikan Ralph Breaks the Internet sebagai salah satu animasi terbaik dan paling mengesankan di sepanjang tahun ini.
Rating :