Dalam Something in Between – yang menandai kali keenam keduanya tampil bersama dalam jangka waktu satu tahun terakhir, Jefri Nichol dan Amanda Rawles berperan sebagai Gema dan Maya, dua murid sekolah menengah atas dengan dua kepribadian yang berbeda. Jika Maya merupakan seorang murid cerdas yang kini berada di kelas unggulan maka Gema merupakan sosok pemuda yang tidak begitu peduli dengan arti pentingnya pendidikan dan hidup bebas sesuai dengan kemauan hatinya. Namun, sikap Gema secara perlahan berubah ketika dirinya mulai mengenal Maya. Demi menarik perhatian sang gadis, Gema mulai serius menekuni setiap mata pelajaran yang diikutinya. Berhasil. Tidak hanya ketekunan belajarnya membuat Gema kemudian dipindahkan ke kelas unggulan, Maya juga akhirnya menaruh perhatian dan jatuh hati padanya. Layaknya dua remaja yang saling jatuh cinta lainnya, Gema dan Maya memadu janji untuk saling setia kepada satu sama lain untuk selamanya. Sebuah janji yang kemudian akan mengubah hidup mereka di masa sekarang… dan masa yang akan datang.
Juga merupakan kali kedua pasangan Nichol dan Rawles berada dalam arahan sutradara Asep Kusdinar setelah One Fine Day (2017), Something in Between mungkin tidak menawarkan sebuah perubahan alur cerita yang tergolong radikal jika dibandingkan dengan alur pengisahan beberapa drama remaja lainnya yang dibintangi Nichol maupun Rawles. Hal yang sama juga dapat dirasakan pada karakter-karakter yang diperankan oleh keduanya: Nichol masih setia dengan tipe karakter remaja pria yang romantis namun berjiwa pemberontak sementara Rawles sebagai gadis baik-baik dengan otak cemerlang. Meskipun begitu, sentuhan tentang dua kisah dari kehidupan masa lampau dan masa sekarang yang dirangkai oleh penulis naskah Titien Wattimena (Aruna & Lidahnya, 2018) dan Novia Faizal (Heart Beat, 2015) berdasarkan cerita garapan Sukdev Singh (ILY from 38.000 Ft, 2016) cukup mampu memberikan warna sekaligus daya tarik bagi pengisahan film. Apalagi ditambah dengan keberhasilan Wattimena dan Faizal untuk mengolah cerita dan karakter-karakter yang mereka garap dengan baik.
Berbeda dari kebanyakan film drama remaja rilisan Screenplay Films, Something in Between terasa lebih dewasa dalam bertutur dan tidak pernah memaksakan dirinya untuk tampil puitis. Konflik dan drama yang dihadirkannya berjalan dan berkembang dengan lebih alami. Lihat saja bagaimana film ini mampu memberikan gambaran yang kuat tentang hubungan dari karakter Gema dan Maya dengan kedua orangtua mereka. Atau bagaimana hubungan mereka dengan karakter-karakter lain yang berada di sekitar mereka. Atau justru perkembangan dari hubungan romansa mereka sendiri – dan tantangan yang hadir dalam kisah romansa tersebut. Deretan kualitas tersebut yang kemudian membuat Kusdinar mampu memberikan pengarahan cerita yang dinamis. Tentu, tidak seluruh elemen pengisahan film berhasil dihadirkan dengan menarik. Paruh ketiga film – dimana sebuah kisah tragedi kemudian dikisahkan dan bagian cerita dari masa sekarang mengambil alih seluruh slot penceritaan – tidak mampu untuk memberikan ikatan emosional yang lebih kuat. Beruntung, bahkan saat terlemahnya sekalipun, Something in Between masih dianugerahi oleh penampilan akting yang kuat dari para jajaran pemerannya.
Chemistry hangat sekaligus meyakinkan dari Nichol dan Rawles jelas menjadi elemen terkuat bagi ritme penceritaan film. Baik Nichol maupun Rawles mampu menghidupkan karakter yang mereka perankan dengan baik namun adalah momen-momen yang menghadirkan kisah romansa dari karakter yang mereka perankan yang seringkali menjadikan Something in Between terasa lebih hidup. Departemen akting film ini juga menampilkan kualitas akting yang solid dari beberapa aktor maupun aktris yang lebih senior seperti Djenar Maesa Ayu, Surya Saputra, Slamet Rahardjo, Yayu Unru, hingga Rizky Hanggono. Meskipun tampil dalam peran-peran yang tergolong memiliki alur pengisahan yang minimalis, para pemeran pendukung tersebut berhasil membuat pengisahan Something in Between tampil menyenangkan.
Rating :