Mira Lesmana dan Riri Riza – yang mungkin merupakan kolaborasi produser dan sutradara paling berpengaruh di industri film Indonesia – kembali hadir dengan film terbaru mereka, Kulari ke Pantai. Berdasarkan naskah cerita yang ditulis Lesmana dan Riza bersama dengan Gina S. Noer (Posesif, 2017) dan Arie Kriting (5 Cowok Jagoan: Rise of the Zombies, 2017), Kulari ke Pantai berkisah mengenai rencana roadtrip yang akan dilakukan oleh pasangan ibu dan anak, Uci (Marsha Timothy) dan Sam (Maisha Kanna), menuju Pantai G-Land di Banyuwangi, Jawa Timur, sepulangnya mereka dari menghadiri acara ulang tahun ibu Uci di Jakarta. Rencana tersebut mengalami sedikit perubahan setelah kakak ipar Uci, Kirana (Karina Suwandi), kemudian menitipkan puterinya, Happy (Lil’li Latisha), untuk turut serta dalam roadtrip yang akan dilakukan Uci dan Sam dengan harapan agar Happy dapat memperbaiki kembali hubungannya yang telah renggang dengan Sam. Jelas saja, perjalanan darat Uci dan Sam dimulai dengan canggung akibat Happy yang lebih memilih untuk terus bercengkerama dengan telepon genggamnya daripada berusaha untuk berkomunikasi dengan Uci maupun Sam. Namun, seiring dengan persinggahan demi persinggahan yang dilakukan Uci dan Sam pada setiap kota yang mereka lalui dalam perjalanan tersebut, hubungan Sam dan Happy secara perlahan mulai mencair dan diwarnai dengan berbagai kejutan manis.
Dengan film-film “legendaris” dan kuat seperti Petualangan Sherina (1999), Ada Apa Dengan Cinta? (2001), Laskar Pelangi (2008), hingga Sokola Rimba (2013) dan Athirah (2016) yang telah dihasilkan Lesmana dan Riza, tidak akan mengherankan jika Kulari ke Pantai kemudian menghadirkan ekspektasi akan sebuah sajian film keluarga yang apik pada para penontonnya. Well… mereka yang mengharapkan sebuah sajian dengan sentuhan konflik yang lebih padat a la Laskar Pelangi dan Sokola Rimba mungkin akan merasa sedikit kecewa dengan apa yang dihadirkan Kulari ke Pantai. Naskah cerita film ini harus diakui tampil dengan komposisi konflik dan karakter yang cukup sederhana. Mendorong fokus ceritanya pada perkembangan hubungan yang terjalin antara karakter Uci, Sam, dan Happy selama perjalanan mereka, deretan konflik dan karakter yang tampil dalam Kulari ke Pantai bahkan tidak pernah diberikan penggalian yang benar-benar mendalam dan seringkali terasa seperti rangkaian sketsa pengisahan yang kemudian dipaadukan bersama. Namun, di saat yang bersamaan, pengarahan Riza terhadap pengisahan tersebut mampu bekerja begitu efektif. Kulari ke Pantai lantas bergulir dengan seksama dan tampil dengan begitu menyenangkan.
Penyutradaraan Riza menghadirkan Kulari ke Pantai sebagai sebuah presentasi yang bergerak santai dalam mengeksplorasi tiap konflik yang bergantian menggiliri adegan-adegan film namun secara kuat mengangkat tiap karakter sehingga menjadikan pengisahan mereka menjadi terasa begitu personal. Lewat interaksi para karakter dalam film inilah konflik-konflik yang sebenarnya telah terasa (terlalu) familiar tersebut kemudian mampu menarik perhatian penonton, baik ketika menyajikan elemen komedi ceritanya maupun berusaha untuk tampil lebih serius dalam pengisahan elemen dramanya. Dengan bantuan sinematografer Gunnar Nimpuno, Riza juga mampu mengemas filmnya dengan gambar-gambar indah akan pemandangan alam dari berbagai wilayah di Pulau Jawa serta mengisi adegan-adegan cerita dengan iringan musik dari Aksan Sjuman yang begitu hangat dan lagu-lagu garapan kelompok musik RAN yang tampil bersemangat. Pengarahan yang akan membuat banyak penonton merasa mudah untuk tersenyum atau bahkan tertawa sembari melupakan berbagai kelemahan penceritaan yang kerap berlalulalang selama penceritaan film ini. (Those too–easy–to–spot product placements though.)
Sebagai film yang mengandalkan penuh karakter-karakter yang terdapat di dalam jalan ceritanya guna membangun sekaligus mengendalikan atmosfer pengisahan, Kulari ke Pantai jelas diberkahi barisan pengisi departemen akting yang hadir dengan penampilan yang benar-benar berkelas. Meskipun tampil dalam penampilan akting layar lebar perdana mereka, Kanna dan Lathisa mampu memberikan penampilan yang sangat meyakinkan – walau masih terasa kaku pada beberapa adegan film. Chemistry yang dihadirkan keduanya, baik dengan penampilan satu sama lain maupun dengan penampilan para pemeran lainnya, juga tampil tanpa masalah dan membuat kedua karakter yang mereka perankan hadir semakin hidup.
Timothy tampil dengan pesonanya yang begitu kuat dalam memerankan karakter Uci. Porsi pengisahan karakternya memang tidak dominan namun penampilan Timothy membuat karakter tersebut begitu sukar untuk tidak diperhatikan. Timothy juga mampu memberikan sentuhan emosional ketika dibutuhkan. Lihat saja adegan akhir dimana karakternya dikisahkan berdamai dengan karakter kakaknya, Arya (Lukman Sardi), yang dapat dengan mudah tampil menyentuh setiap penonton film ini. Penampilan komika Dodit Mulyanto juga berhasil mencuri perhatian. Walaupun hadir hanya dalam potongan kisah yang singkat, penampilan Mulyanto yang jenaka jelas menjadi momen paling menghibur bagi pengisahan Kulari ke Pantai. Film ini turut diperkuat oleh penampilan Ibnu Jamil, Karina Suwandi, Ligwina Hananto, Suku_Dani, dan Mo Sidik yang mampu semakin memperkokoh kualitas departemen akting film ini.
Rating :