Dengan barisan pengisi departemen aktingnya yang diisi nama-nama seperti Joel Edgerton, Charlize Theron, David Oyelowo, Amanda Seyfried, Sharlto Copley, hingga Thandie Newton, serta alur pengisahan bernada black comedy dengan sentuhan deretan adegan aksi yang kadang tampil begitu brutal, adalah mudah untuk melihat Gringo sebagai sebuah film arahan Quention Tarantino maupun Joel dan Ethan Coen. But it’s not. Gringo merupakan film layar lebar kedua yang diarahkan Nash Edgerton setelah kesuksesan debut pengarahannya, The Square (2008). Seperti yang diungkapkan sebelumnya, Gringo memiliki formula yang dapat saja menyamai film-film buatan Tarantino atau The Coen Brothers. Sayangnya, dengan segala potensi tersebut, Gringo gagal tampil bercerita dengan kuat akibat lemahnya bangunan pengisahan film hingga pengarahan Nash Edgerton yang sering terasa tampil berantakan.
Jalan cerita Gringo sendiri berfokus pada kehidupan seorang pegawai perusahaan farmasi bernama Harold Siyonka (Oyelowo). Dalam sebuah perjalanan tugas ke Meksiko yang ia lakukan bersama dua orang atasannya, Richard Rusk (Joel Edgerton) dan Elaine Markinson (Theron), Harold Siyonka menyadari bahwa perusahaan tempat ia bekerja akan segera diakuisisi oleh perusahaan farmasi lain yang berarti bahwa ia akan segera dirumahkan bersama dengan banyak pekerja lain. Tidak berhenti disana, istrinya, Bonnie (Newton), juga kemudian meminta cerai dan mengaku telah berselingkuh dengan pria lain. Depresi karena menyadari bahwa kehidupannya telah hancur, Harold Siyonka lantas merencanakan sebuah aksi penculikan palsu dimana dirinya menjadi korban penculikan untuk mendapatkan uang tebusan dari perusahaan tempat ia bekerja sebesar US$2 juta. Sial, garisan nasib kemudian mempertemukan Harold Siyonka dengan banyak karakter yang secara perlahan membuat rencana garapannya berubah menjadi sebuah malapetaka.
Daripada berusaha untuk memberikan dan mengembangkan fokus yang kuat pada berbagai konflik yang terjadi pada karakter Harold Siyonka, naskah cerita Gringo yang digarap Anthony Tambakis (Jane Got a Gun, 2015) dan Matthew Stone (Intolerable Cruelty, 2003) justru terasa terlalu berusaha untuk menghadirkan banyak intrik pada pengisahan film. Tidak mengherankan jika kemudian Gringo tampil bergerak ke terlalu banyak arah yang membuat setiap konflik maupun karakter yang dihadirkan gagal untuk bercerita secara maksimal dan berakhir menjadi membingungkan. Ruang pengisahan yang sempit bagi masing-masing konflik pula yang membuat banyak bagian penceritaan Gringo terasa setengah matang dan gagal tersaji sebagai sebuah hiburan yang maksimal meskipun memiliki beberapa momen kuat yang kebanyakan muncul dari barisan dialog yang dilontarkan oleh karakter-karakter dalam jalan cerita film ini.
Tidak berhenti disana, pengarahan yang diberikan Nash Edgerton juga jauh dari kesan membantu kualitas penceritaan Gringo. Jika Nash Edgerton berhasil menciptakan suasana thriller yang tampil dengan atmosfer noir yang kental pada The Square, maka kemampuan terasa menghilang begitu saja pada film ini. Bukan kesalahan mutlak Nash Edgerton sebenarnya. Naskah cerita film ini memang terlampau kacau untuk mampu diberikan pembenahan yang benar-benar layak. Konflik dan karakter yang saling tumpang tindih satu sama lain akhirnya tersaji dengan ritme cerita yang jauh dari kesan rapi – kadang terasa berjalan dengan kecepatan tinggi sementara terasa berjalan terlalu lamban pada bagian lainnya. Hal ini khususnya terasa ketika Gringo mencapai paruh pertengahan penceritaannya. Cukup membuat film ini terasa begitu menjemukan.
Penampilan jajaran pengisi departemen akting film jelas menjadi elemen terbaik dari Gringo. Theron kembali memamerkan kemampuannya menampilkan sosok karakter sinis seperti yang dihadirkannya dalam Young Adult (Jason Reitman, 2011) dengan mengesankan. Sayangnya, karakter Elaine Markinson yang diperankannya hadir dengan pengisahan yang begitu dangkal dan, terlepas menjadi salah satu penampilan dan karakter yang paling mencuri perhatian, secara perlahan menghilang dari fokus cerita pada paruh akhir film. Begitu pula dengan Copley yang tampil fantastis – dan mungkin memberikan penampilan terbaik dalam film ini – terlepas dari minimnya porsi pengisahan yang diberikan pada karakternya. Seyfried dan Newton, sialnya, harus berhadapan dengan karakter yang benar-benar tidak berguna – dan bahkan dapat dihilangkan begitu saja dari alur pengisahan Gringo. Oyelowo dan Joel Edgerton menjadi dua pemeran dengan dua karakter yang cukup berhasil disajikan dengan pengisahan yang utuh pada film ini. Dan tentu saja, dengan kemampuan akting handal yang selalu mampu ditunjukkan oleh kedua aktor tersebut, kedua karakter yang mereka perankan berhasil ditampilkan dengan baik. Barisan pemeran berkualitas brilian yang sayangnya harus tampil dalam film berkualitas seadanya.
Rating :