Layaknya Darkest Hour (Joe Wright, 2017) yang menjadi “menu pelengkap” bagi kehadiran Dunkirk (Christopher Nolan, 2017), film terbaru arahan sutradara Cédric Jimenez, The Man with the Iron Heart, juga menghadirkan sebuah sisi pengisahan lain dari kejadian bersejarah mengenai usaha pembunuhan salah satu perwira tinggi Partai Nazi, General Reinhard Heydrich, yang dikenal dengan sebutan Operation Anthropoid dan sebelumnya dikisahkan dalam film Anthropoid (Sean Ellis, 2016). Jika Anthropoid menyelami seluk beluk usaha dari karakter-karakter kaum pemberontak untuk membunuh karakter General Reinhard Heydrich maka The Man with the Iron Heart juga menghadirkan pengisahan yang sama sembari memberikan pengisahan mengenai kehidupan pribadi dari karakter General Reinhard Heydrich. Sebuah usaha yang cukup pelik namun pengarahan Jimenez yang handal, dan penampilan para pengisi departemen akting yang apik, mampu menjadikan The Man with the Iron Heart begitu menarik untuk diikuti.
Film yang naskah ceritanya ditulis oleh Jimenez bersama dengan David Farr (Hanna, 2011) dan Audrey Diwan (The Connection, 2014) berdasarkan buku karangan Laurent Binet yang berjudul HHhH ini memulai penceritaannya dengan memperkenalkan penonton kepada Reinhard Heydrich (Jason Clarke) yang baru saja dipecat dari satuan Angkatan Laut Jerman akibat pelanggaran kode etik yang dilakukannya. Kejadian tersebut sempat menimbulkan rasa depresi pada Reinhard Heydrich sebelum kemudian tunangannya, Lina von Osten (Rosamund Pike), memberikan Reinhard Heydrich dorongan untuk bergabung dengan Partai Nazi pimpinan Adolf Hitler yang saat itu mulai berkembang di Jerman. Tidak disangka, Reinhard Heydrich yang awalnya banyak dinilai sebagai sosok yang lemah kemudian berhasil mencuri perhatian Adolf Hitler dengan ketegasan dan loyalitasnya. Aktivitas Reinhard Heydrich yang seringkali brutal pada banyak rakyat jajahan Jerman akhirnya menginspirasi beberapa tindakan pemberontakan, termasuk dari sebuah kelompok pimpinan Jan Kubiš (Jack O’Connell) dan Jozef Gabčík (Jack Reynor) yang berencana untuk membunuh Reinhard Heydrich.
Sebenarnya cukup mengherankan juga melihat bagaimana Jimenez mengarahkan penceritaan pada The Man with the Iron Heart. Daripada menyajikan banyak sisi penceritaan filmnya sebagai sebuah satu paduan pengisahan, Jimenez membagi porsi penceritaan film menjadi dua bagian: bagian pertama yang berkisah tentang latar belakang kehidupan karakter Reinhard Heydrich serta bagian lain yang bercerita mengenai karakter-karakter pemberontak yang mencoba untuk membunuhnya. Jimenez mungkin bermaksud agar pengisahan filmnya berjalan runut sesuai dengan linimasa pengisahan nyata tentang Operation Anthropoid. Namun, di saat yang bersamaan, pemisahan tersebut kemudian justru membuat kedua sisi pengisahan tersebut saling membayangi satu sama lain. Paruh cerita mengenai kehidupan karakter Reinhard Heydrich yang diisi dengan lebih banyak konflik dan karakter yang berwarna, misalnya, terasa tampil lebih dinamis jika dibandingkan dengan pengisahan dan karakter pada paruh cerita lainnya. Beruntung, pengarahan Jimenez mampu menghasilkan penceritaan yang bertutur dengan lancar sehingga, meskipun tersaji dengan tatanan yang cenderung konvensional, namun tetap berhasil untuk berkisah secara mengikat.
Sebagai sebuah film yang memiliki pengisahan bertemakan suasana Perang Dunia II, Jimenez juga sukses untuk menghadirkan atmosfer yang tepat melalui kualitas tatanan produksinya. Tata rias dan tata busana tampil menonjol untuk memberikan kesan yang tepat. Begitu pula dengan desain produksi, tata musik dan sinematografi yang semakin memperkuat kualitas presentasi The Man with the Iron Heart. Namun, jelas kualitas penampilan pengisi departemen akting film ini yang menjadi elemen kesuksesan utama bagi film yang juga dirilis dengan judul Killing Heydrich di beberapa wilayah internasional ini. Clarke, Pike, O’Connell, dan Reynor yang diperkuat oleh penampilan Mia Wasikowska dan Stephen Graham menjadikan setiap karakter dalam jalan pengisahan film ini mampu tampil dengan pengisahan yang maksimal – walau cukup disayangkan melihat Jimenez tidak mampu memberikan ruang pengisahan yang lebih luas dan berwarna kepada karakter-karakter yang diperankan oleh O’Connell, Reynor, dan khususnya Wasikowska agar mampu dapat terasa lebih istimewa kehadirannya.
Sebagai sosok General Reinhard Heydrich yang brutal dan dingin, Clarke sendiri mampu memberikan interpretasi yang meyakinkan akan karakternya. Walau dengan berbagai tindakan karakternya yang akan membuat setiap orang kesulitan untuk melihatnya bukan sebagai seorang monster, Clarke tetap berhasil untuk memberikan sentuhan humanis pada karakter tersebut. Pike sendiri memberikan penampilan terbaik diantara seluruh jajaran pemeran film ini. Karakter Lina van Osten yang diperankannya memang menjadi satu-satunya karakter yang tampil dengan pendalaman karakterisasi yang maksimal. Tetap saja, kemampuan Pike untuk mengeksplorasi setiap sudut emosional karakternya menjadikan karakter tersebut begitu mampu menyita perhatian dalam setiap kehadirannya.
Rating :