Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Zak Penn (The Avengers, 2012) bersama dengan Ernest Cline berdasarkan novel berjudul sama yang ditulis oleh Cline, film terbaru arahan Steven Spielberg (The Post, 2017), Ready Player One memiliki pengisahan yang berlatar belakang di tahun 2045. Di masa tersebut, dunia telah berubah menjadi sebuah tempat dimana ketidakteraturan melanda seluruh elemen sosial. Untuk melarikan diri dari berbagai permasalahan tersebut, banyak orang kemudian mengikuti sebuah permainan virtual bernama Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation yang diciptakan oleh James Halliday (Mark Rylance) dimana mereka dapat beraktivitas dengan kondisi dunia yang jelas jauh lebih baik dari dunia nyata. Secara perlahan, beberapa orang mulai menemukan sebuah permainan yang disebut Anarok’s Quest yang tersembunyi di dalam Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation yang lantas menjanjikan bahwa orang pertama yang dapat memenangkan permainan tersebut akan dijadikan pemilik hak cipta dari Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation. Sebuah iming-iming yang jelas membuat banyak orang mulai memburu hadiah tersebut.
Ready Player One lantas memperkenalkan salah satu pemain Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation, Wade Watts (Tye Sheridan), yang di alam virtual menggunakan nama Perzival. Bersama dengan rekan virtualnya, Aech – yang di dunia nyata bernama Helen Harris (Lena Whaite) – dan Art3mis – yang di dunia nyata bernama Samantha Cook (Olivia Cooke), Wade Watts mulai mengumpulkan berbagai petunjuk yang disediakan dalam permainan Anarok’s Quest dan bahkan berhasil menjadi salah satu pemain paling popular dalam permainan tersebut. Di saat Wade Watts dan rekan-rekannya mulai jauh meninggalkan para pesaingnya, pemimpin sebuah perusahaan permainan video Innovative Online Industries, Nolan Sorrento (Ben Mendelsohn), yang semenjak awal ingin memiliki Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation mulai merasa khawatir dan membentuk sebuah tim yang dapat membantunya menyelesaikan permainan Anarok’s Quest.
Seperti Game Night (John Francis Daley, Jonathan Goldstein, 2018) yang dirilis beberapa waktu yang lalu, Ready Player One adalah surga bagi para pecinta kultur pop yang jeli untuk menangkap berbagai easter egg alias fitur atau pesan tersembunyi di berbagai adegannya. Deretan referensi tentang film Alien (Ridley Scott, 1979), Back to the Future (Robert Zemeckis, 1985), The Shining (Stanley Kubrick, 1980), The Iron Giant (Brad Bird, 1999) – yang kemudian mengarah ke sebuah adegan ikonik dari Terminator 2: Judgment Day (James Cameron, 1991), seri film Star Wars dan Star Trek (of course!), King Kong (Merian C. Cooper, Ernest B. Schoedsack, 1933), Jurassic Park (Spielberg, 1993), film-film arahan John Hughes, hingga kilasan penampilan Harley Quinn dan Joker dari Suicide Squad (David Ayer, 2016), boneka menyeramkan Chucky dari Child’s Play (Tom Holland, 1988), permainan video seperti Street Fighter, Halo, Adventure, dan Minecraft serta referensi musik dari Duran Duran, Thriller dari Michael Jackson, hingga Staying Alive dari film Saturday Night Fever (John Badham, 1977) disajikan Spielberg dengan penataan cerdas yang jelas akan menyenangkan setiap penontonnya. Tenang saja. Mereka yang bukanlah seorang pop culture enthusiast tidak akan lantas merasa teralienasi dengan presentasi deretan easter egg tersebut. Ready Player One akan tetap berhasil menghibur dengan melibatkan setiap penontonnya dalam petualangan a la permainan video yang disajikan Spielberg dalam ritme pengisahan yang berjalan cepat.
Di saat yang bersamaan, ketika Spielberg berhasil menciptakan sebuah alam pengisahan virtual yang penuh warna dan jelas akan mampu menarik setiap penonton untuk turut masuk mengikuti penceritaannya, Ready Player One tampil dalam ruang pengisahan yang cukup hampa ketika latar belakang pengisahannya berpindah ke dunia nyata. Konflik yang dihamparkan ketika film ini berada di dunia nyata hampir tidak pernah dapat dirasakan benar-benar terbangun dengan utuh. Hal tersebut mungkin telah terlahir dari minimnya motivasi aksi dari setiap karakter yang semenjak awal telah digariskan oleh novel Cline dan kemudian dilanjutkan dalam naskah cerita yang ia tulis bersama Penn. Namun, pengarahan Spielberg jelas juga menjadi faktor mengapa pengisahan Ready Player One yang berlatar belakang dunia nyata menjadi hambar. Lihat saja bagaimana momen pertemuan pertama antara karakter Wade Watts dan Samantha Cook disajikan secara setengah matang. Pertemuan yang jelas dimaksudkan untuk menambah intrik romansa antara kedua karakter tersebut hadir seperti tempelan belaka yang kemudian secara perlahan mempengaruhi kualitas kisah romansa antara karakter Wade Watts dan Samantha Cook. Konflik yang digambarkan sedang terjadi dalam perusahaan IOI juga terjalin dengan tidak begitu kuat. Kelemahan pengolahan cerita inilah yang membuat konflik-konflik tersebut terasa hanya menjadi sebuah batu landasan dan tidak pernah benar-benar menjadi sajian konflik yang utuh.
Hal yang sama juga dapat dirasakan pada deretan karakter yang mengisi jalan cerita Ready Player One. Sheridan adalah salah satu aktor muda berbakat dengan penampilan yang hampir tidak pernah mengecewakan – seperti yang ia tampilkan dalam The Tree of Life (Terrence Malick, 2011), Mud (Jeff Nichols, 2012), atau X-Men: Apocalypse (Bryan Singer, 2016). Namun peran Sheridan sebagai Wade Watts alias Parzival dalam Ready Player One hadir dalam karakterisasi yang benar-benar terbatas meskipun dalam porsi pengisahan sebagai karakter utama dalam film ini. Begitu juga dengan karakter Samantha Cook yang diperankan Cooke. Karakter Samantha Cooke alias Art3mis jelas dimaksudkan untuk memiliki karakteristik cerdas sekaligus tangguh agar dapat menjadi pemandu bagi karakter Parzival dalam memenangkan permainan OASIS. Sayang, jalan pengisahan Ready Player One seringkali dikesampingkan hanya menjadi sosok kekasih bagi sang karakter utama saja. Tentu, karakter Samantha Cooke alias Art3mis sesekali memberikan ide atau jalan pemecahan masalah namun porsi tersebut tersaji secara minimalis sehingga penonton akan selalu mendapat kesan bahwa karakter Wade Watts alias Parzival akan dapat memenangkan pertarungannya bahkan dengan tanpa kehadiran karakter Samantha Cooke alias Art3mis.
Meskipun tampil dengan porsi pengisahan yang tidak terlalu besar, karakter James Halliday yang diperankan Rylance justru seringkali memberikan elemen yang menghadirkan sentuhan emosional di dalam penceritaan Ready Player One. Kisah tragis dari karakter James Halliday dan ketidakmampuannya dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain memang menjadi elemen krusial bagi film yang, di era internet modern ini, mencoba untuk menunjukkan pada penonton bahwa hubungan antar manusia di dunia nyata tidak akan pernah dapat tergantikan oleh jalinan komunikasi di dunia virtual. Penampilan Rylance – yang dilengkapi dengan rambut palsu berwarna pirang, kaos usang, serta tampilan vokal yang nyaris terdengar hanya sebagai sebuah bisikan – menjadi penampilan akting terbaik sekaligus paling menyentuh. Departemen akting Ready Player One juga diperkuat dengan penampilan solid dari Mendelsohn, Simon Pegg, Whaite, hingga T.J. Miller.
Terlepas dari berbagai kelemahan yang datang dari pengembangan karakter maupun plot pengisahannya, tidak dapat disangkal bahwa Spielberg sekali lagi membuktikan kehandalannya sebagai seorang sutradara yang mampu menghadirkan sebuah film hiburan dengan esensi penceritaan yang kuat. Merupakan film arahan Spielberg dengan penggunaan efek visual paling dominan, Ready Player One tampil dinamis dalam membawa penontonnya ke dalam sebuah petualangan virtual meskipun mungkin akan cepat dilupakan berkat kedangkalan kisah para karakternya – yang secara ironis justru mempertegas bahwa dunia virtual seringkali tampil lebih adiktif daripada berbagai hal yang terjadi di dunia nyata seperti narasi yang ingin ditentang oleh film ini.
Rating :