Kadang, gambaran dan dugaan buruk mengenai sesuatu hal dapat begitu terpatri di benak seseorang sehingga mampu mengaburkan kenyataan dan logika mengenai keberadaan hal tersebut. Topik inilah yang menjadi alur kisah utama dari Khalifah, sebuah film yang merupakan hasil kerjasama kedua sutradara Nurman Hakim bersama produser Nan T. Achnas setelah sukses dengan 3 Do’a 3 Cinta (2008), yang walaupun gagal meraih perhatian komersial dari penonton Indonesia, namun mampu banyak berbicara di berbagai festival-festival film kelas dunia.
Senada dengan film yang mempertemukan kembali Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra setelah kesuksesan Ada Apa Dengan Cinta? (2002) tersebut, Khalifah masih memanfaatkan kekuatan dialog yang terjadi antara karakternya sebagai kekuatan utama film ini dalam menyampaikan kisahnya. Khalifah sendiri merupakan nama karakter utama film ini, seorang gadis cerdas yang karena alasan ekonomi harus meninggalkan impiannya untuk menjejakkan kakinya di bangku kuliah (Marsha Timothy). Kini berusia 23 tahun, ia berusaha memenuhi nafkah keluarganya dengan bekerja di sebuah salon milik Tante Rita (Jajang C. Noer), sahabat dari almarhumah ibunya.
Alasan ekonomi pula yang kemudian membuat Khalifah menerima pinangan Rasyid (Indra Herlambang), seorang pria penjual produk-produk buatan Arab yang belum pernah dikenalnya. Walau tanpa didasari rasa cinta antara keduanya, kehidupan pernikahan Khalifah dan Rasyid ternyata mampu berjalan dengan baik. Sikap Rasyid yang relijius pula yang kemudian mendorong Khalifah untuk mengenakan jilbab di kesehariannya. Khalifah bahkan berbesar hati untuk menerima permintaan suaminya agar ia mengenakan cadar ketika ia mengalami keguguran, yang bagi Rasyid merupakan sebuah peringatan dari Tuhan untuk menutup keseluruhan aurat di tubuh Khalifah. Peristiwa inilah yang kemudian secara perlahan mengubah kehidupan Khalifah, ketika orang-orang di sekitarnya justru memandang Khalifah secara sinis dan menganggapnya sebagai bagian dari sebuah kelompok teroris.
Sama seperti kisah utamanya yang mengangkat masalah kecurigaan dan dugaan seseorang mengenai sesuatu hal yang sebenarnya tidak mereka ketahui, Nurman Hakim dengan cerdas juga membuat setiap penonton yang menyimak jalan cerita Khalifah menaruh rasa kecurigaan mereka terhadap setiap karakter yang ada di jalan cerita film ini, khususnya pada karakter Rasyid, yang ditampilkan secara misterius dan pengetahuan mengenai latar belakang kehidupannya yang jelas. Karakter Khalifah juga tak luput dari rasa kecurigaan penonton ketika Nurman menempatkannya sebagai seorang wanita yang sering ditinggal suaminya dan kemudian berkenalan dengan seorang karakter pria yang lebih sesuai untuknya. Berbagai dugaan dan kecurigaan ini secara bergantian diajukan oleh Nurman di dalam jalan cerita Khalifah dengan memanfaatkan narasi serta dialog-dialog yang terjadi pada setiap karakter.
Khalifah sendiri memusatkan perhatiannya secara penuh pada karakter Khalifah, mengenai kehidupannya sebelum dan sesudah pernikahan serta bagaimana pernikahannya serta orang-orang di sekitarnya yang secara perlahan mulai memberikan pengaruh pada kehidupan pribadinya, khususnya pada keteguhan hatinya dalam memegang dan menjalani prinsip hidupnya. Hal ini, ditambah dengan pemilihan alur cerita yang berjalan hampir seluruhnya secara perlahan, kemungkinan besar akan membuat beberapa penontonnya merasa jalan cerita Khalifah begitu menjemukan. Namun, inilah yang sebenarnya menjadi fokus Nurman dalam menceritakan Khalifah, penonton dibawa masuk ke dalam kehidupan karakter utamanya dan merasakan bagaimana setiap perubahan hati dan pemikiran yang dialaminya.
Dari departemen akting, Marsha Timothy rasanya cukup mampu membawakan ritme film ini dengan sangat baik. Walaupun karakternya sering ditampilkan dengan kehadiran emosi yang cenderung bergerak datar, namun Marsha mampu menampilkan sisi kedataran karakternya tersebut dengan sangat humanis. Kemampuan akting emosional Marsha Timothy sendiri baru benar-benar dapat ditampilkan ketika durasi film ini hampir mencapai akhirnya, ketika ujian-ujian kehidupan yang dialami karakternya diceritakan semakin bertambah berat. Dan untungnya, Marsha mampu menerima tantangan tersebut dengan sangat baik dan menampilkan performa terbaiknya di keseluruhan film.
Ada banyak karakter pendukung yang membuat jalan cerita Khalifah mampu bergerak semakin dinamis. Namun, rasanya tidak ada satupun karakter pendukung yang mampu mencuri perhatian sebesar apa yang dlakukan oleh Titi Sjuman dengan karakter Fatimah-nya. Berbeda dengan karakter Khalifah, karakter Fatimah yang diemban Titi Sjuman adalah karakter wanita dengan keteguhan hati yang telah benar-benar mapan. Ini yang membuat kehadiran karakter Fatimah kemudian seperti menambah warna tersendiri dalam jalan cerita Khalifah yang sedari awal serasa hanya memiliki satu warna saja. Dan apa yang dilakukan Titi Sjuman di film ini sepertinya akan semakin menambah kredibilitasnya sebagai seorang aktris yang dapat diandalkan untuk memerankan karakter apa saja yang diberikan padanya.
Dengan jalan cerita yang bergerak secara perlahan dan kehadiran emosi yang cenderung monoton, Khalifah sayangnya akan menemui nasib yang sama seperti 3 Do’a 3 Cinta: dengan mudah akan memberikan rasa jemu pada penontonnya yang akhirnya akan membuat film karya Nurman Hakim ini menemui kebuntuan dalam hal kesuksesan komersial. Namun Khalifah sebenarnya memiliki banyak kualitas yang jarang dimiliki oleh banyak film Indonesia lainnya. Lewat berbagai dialog dan karakternya yang sederhana, serta ditambah dengan kemampuan akting dari jajaran pemerannya yang cukup mumpuni, Khalifah adalah sebuah drama yang cukup berhasil untuk berbicara banyak kepada setiap penontonnya.
Rating :