Sebagai sebuah sekuel, Pitch Perfect 2 (Elizabeth Banks, 2015) harus diakui tidak begitu mampu memberikan sensasi pengisahan yang sama mengesankan jika dibandingkan dengan Pitch Perfect (Jason Moore, 2012). But of course, dengan keberhasilan Pitch Perfect 2 untuk meraih pendapatan komersial yang bahkan jauh lebih besar dari seri pendahulunya, Universal Pictures tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan kesuksesan komersial tambahan dari seri film ini. Dengan kursi penyutradaraan yang kini ditempati oleh Trish Sie (Step Up: All In, 2014) dan seluruh pemeran utama dari dua seri sebelumnya kembali dihadirkan, Pitch Perfect 3 masih mampu menghadirkan deretan elemen hiburan yang cukup menyenangkan – khususnya lewat beberapa momen musikalnya yang tergarap baik. Sayangnya, secara keseluruhan, Pitch Perfect 3 tampil dengan kualitas pengisahan yang cenderung lebih lemah yang sekaligus menempatkan film ini sebagai seri terburuk dari trilogi pengisahan Pitch Perfect.
Dengan naskah cerita yang digarap bersama oleh penulis naskah dua seri Pitch Perfect sebelumnya, Kay Cannon, bersama dengan Mike White (The Emoji Movie, 2017), Pitch Perfect 3 bercerita tentang kisah para anggota The Barden Bellas, Beca Mitchell (Anna Kendrick), Fat Amy (Rebel Wilson), Chloe Beale (Brittany Snow), Aubrey Posen (Anna Camp), Lilly Onakurama (Hana Mae Lee), Chynthia-Rose Adams (Ester Dean), Florencia Fuentes (Chrissie Fit), Jessica Smith (Kelley Jackle), dan Ashley Jones (Shelley Regner), setelah mereka menyelesaikan pendidikan mereka di Barden University – kecuali Emily Junk (Hailee Steinfeld) yang kini berada pada semester akhirnya di kampus tersebut. Setelah sekian lama berjauhan dengan aktivitas mereka masing-masing, para anggota The Barden Bellas akhirnya kembali berkumpul dan memutuskan untuk memberikan kesempatan sekali lagi pada karir musik mereka dengan mengikuti kompetisi untuk menjadi penampilan pembuka bagi DJ Khaled.
Sama sekali tidak ada presentasi pengisahan yang baru – maupun istimewa – dalam naskahh cerita yang dituliskan Cannon dan White untuk Pitch Perfect 3. Para penggemar seri film ini jelas telah familiar dengan formula pengisahan film ini: mulai dari kisah persahabatan antara para karakter utama, beberapa guyonan yang menyinggung kondisi sosial dan politik di Amerika Serikat, love-hate relationship antara karakter John Smith (John Michael Higgins) dan Gail-Abernathy-McKadden-Feinberger (Banks), tampilan akapela dari lagu-lagu popular, hingga, tentu saja, rip-off – dimana para anggota The Barden Bellas tampil bersatu melawan kelompok lain dalam sebuah adu pengetahuan dan vokal mengenai musik. Pitch Perfect 3 tampil dengan patuh mengikuti setiap formula tersebut tanpa pernah berusaha memberikan sebuah sentuhan yang dapat memberikan energi baru bagi atmosfer penceritaan film ini. Dan, sialnya, deretan formula familiar tersebut bahkan disajikan dengan tatanan pengisahan yang berantakan. Cukup melelahkan.
Tentu saja, Pitch Perfect 3 masih mampu menyelipkan beberapa momen-momen menyenangkan dalam 93 menit durasi filmnya. Meskipun terasa tidak semenyenangkan maupun semengesankan ketika ditampilkan pada dua seri Pitch Perfect terdahulu, sajian rip-off tetap mampu mencuri perhatian. Pilihan-pilihan lagu yang disajikan juga lumayan menarik: mulai dari versi akapela dari Toxic (Britney Spears), Cheap Thrills (Sia), Sit Still, Look Pretty (Daya), hingga Cake by the Ocean (DNCE). Namun, jelas penampilan para The Barden Bellas yang menyanyikan kembali lagu lawas George Michael, Freedom! 90, yang menjadi momen emas utama bagi film ini. Disajikan dengan tampilan orkestra dan dirancang sebagai momen perpisahan seri film ini kepada para penggemarnya, adegan tersebut mampu disajikan dengan elemen emosional dan nostalgia yang mampu membawa kembali para penikmat Pitch Perfect pada momen-momen menyenangkan yang pernah tampil dalam seri film ini.
Beberapa karakter baru turut disajikan dalam jalinan pengisahan film ini seperti Calamity (Ruby Rose) yang dikisahkan menjadi pemimpin kelompok rival bagi The Barden Bellas, Fergus Hobart (John Lithgow) yang merupakan sosok karakter ayah bagi Fat Amy, hingga Chicago Walp (Matt Lanter) yang menjadi karakter kekasih bagi Chloe Beale. Sayangnya, dengan pengembangan narasi yang terlalu minimalis, karakter-karakter tersebut tidak memberikan banyak kontribusi bagi kualitas penceritaan keseluruhan film. Bagaimanapun, Pitch Perfect 3 memang masih mengutamakan kisah persahabatan yang terjalin antara para karakter utama film ini. Dan dengan chemistry hubungan yang begitu meyakinkan antara para pemeran karakter utama, elemen persahabatan tetap menjadi salah satu momen terbaik bagi Pitch Perfect 3.
Rating :