Dirilis lebih dari dua dekade semenjak perilisan Jumanji (Joe Johnston, 1995), Jumanji: Welcome to the Jungle dihadirkan sebagai sekuel – meskipun tampil berdiri sendiri – bagi film fantasi petualangan yang dibintangi oleh Robin Williams tersebut. Jalan ceritanya sendiri dimulai a la The Breakfast Club (John Hughes, 1985) ketika empat orang pelajar dari Brantford High School yang sedang ditempatkan bersama dalam sebuah ruangan hukuman, Spencer Gilpin (Alex Wolff), Bethany Walker (Madison Iseman), Anthony Johnson atau yang lebih sering dipanggil dengan sebutan Fridge (Ser’Darius Blain), dan Martha Kaply (Morgan Turner), memainkan sebuah mesin permainan video usang yang mereka temukan di ruangan tersebut. Tidak disangka, keempat pelajar tersebut secara ajaib masuk ke dalam permainan yang berjudul Jumanji dan berubah menjadi karakter-karakter yang terdapat di dalamnya: Spencer Gilpin berubah menjadi Dr. Smolder Bravestone (Dwayne Johnson), Fridge berubah menjadi Franklin Finbar (Kevin Hart), Martha Kaply berubah menjadi Ruby Roundhouse (Karen Gillan), dan Bethany Walker, sialnya, berubah wujud menjadi karakter pria paruh baya bernama Professor Sheldon Oberon (Jack Black). Walau awalnya merasa kebingungan dengan apa yang terjadi pada mereka, keempat pelajar tersebut akhirnya menyadari bahwa mereka harus menyelesaikan permainan Jumanji atau mereka akan tertahan – atau bahkan tewas – selamanya di dalam permainan petualangan tersebut.
Naskah cerita Jumanji: Welcome to the Jungle yang ditulis oleh sang sutradara film, Jake Kasdan (Bad Teacher, 2011), bersama dengan empat (!) penulis naskah lainnya, Chris McKenna, Erik Sommers, Scott Rosenberg, dan Jeff Pinkner, sebenarnya sama sekali tidak menawarkan hal yang baru dalam jalinan pengisahan seri film Jumanji maupun film-film yang berasal dari jenis pengisahan yang sama. Arah pengisahan cukup mudah ditebak bahkan disajikan dengan lebih ringan jika dibandingkan dengan film pendahulunya. Meskipun begitu, jelas tidak dapat disangkal bahwa Kasdan mampu menggarap filmnya menjadi sebuah presentasi fantasi petualangan yang menyenangkan. Layaknya sebuah permainan video, dimana karakter-karakternya harus menghadapi sebuah tantangan baru untuk dapat melanjutkan perjalanan mereka ke tingkatan berikutnya, setiap tingkatan tantangan dieksekusi dengan kualitas produksi yang akan mampu membuat setiap penonton turut terlibat dalam kesenangan yang ditawarkan oleh film ini.
Ketika Sony Pictures Entertainment pertama kali mengumumkan bahwa pihaknya akan memproduksi sebuah versi teranyar dari Jumanji pada tahun 2015, banyak penggemar film tersebut yang menilai Sony Pictures Entertainment hanya ingin meraup keuntungan komersial dari nilai nostalgia akan Williams yang baru saja meninggal dunia setahun sebelumnya. Well… Williams memang menjadi nyawa sekaligus jiwa mengapa Jumanji mampu tampil menjadi sebuah sajian film petualangan yang menarik. Namun, pilihan Kasdan untuk menempatkan Johnson sebagai pemimpin barisan pengisi departemen akting Jumanji: Welcome to the Jungle jelas merupakan sebuah keputusan yang brilian. Dengan kharismanya sebagai bintang film aksi dan komedi yang kuat, Johnson menjadikan karakter Dr. Smolder Bravestone yang ia perankan tampil begitu memikat: cerdas, tangguh, namun masih mampu tampil konyol di banyak kesempatan.
Johnson juga mampu menjalin chemistry yang kuat dengan rekan-rekan pemerannya. Jalinan love-hate relationship yang kuat sekaligus komikal antara Johnson dan Hart yang sebelumnya mereka pamerkan dalam Central Intelligence (Rawson M. Thurber, 2016) mampu kembali dihadirkan secara solid dalam film ini. Black juga berhasil menghadirkan banyak momen komedi yang sangat menyenangkan. Begitu pula dengan penampilan Nick Jonas – meskipun dirinya hadir dengan porsi penceritaan yang lebih minimalis dibandingkan rekan-rekannya. Namun, jelas adalah Gillan yang mampu tampil mencuri perhatian di sepanjang presentasi pengisahan Jumanji: Welcome to the Jungle. Sebagai satu-satunya karakter wanita yang hadir dalam jalan penceritaan film, Gillan memanfaatkan dengan baik setiap momen pengisahan karakternya dan menjadikan karakter Ruby Roundhouse yang ia perankan menjadi sosok heroine yang begitu mempesona. Sayangnya, Jumanji: Welcome to the Jungle gagal untuk dilengkapi karakter antagonis yang lebih kuat. Bobby Cannavale yang memerankan karakter Van Pelt – yang sebelumnya juga muncul pada jalan pengisahan Jumanji – tidak pernah mampu disajikan sebagai sebuah tantangan yang benar-benar nyata dan hanya tampil sebagai pelengkap pengisahan belaka.
Ringan dan, kemungkinan besar, akan mudah terlupakan beberapa saat setelah Anda menyaksikannya, Jumanji: Welcome to the Jungle harus diakui mampu tergarap sebagai sebuah film hiburan yang cukup menyenangkan. Transformasi hubungan para karakternya yang berjauhan di awal film untuk kemudian tumbuh semakin dekat seiring berjalannya pengisahan mampu dihadirkan secara hangat melalui chemistry erat yang disajikan para pemerannya. Not bad.
Rating :