It’s a tale as old as time: Kisah mengenai para anak manusia yang sedang beranjak dewasa dan berusaha untuk menemukan jati diri mereka namun kemudian menyadari bahwa dunia berada di pihak yang berlawanan dengan mereka. Sebuah bahasan klasik yang sebenarnya pernah disinggung oleh sutradara film ini, Upi, dalam beberapa film yang ia garap sebelumnya seperti Realita Cinta dan Rock’n’Roll (2005) dan Radit dan Jani (2008). Lewat My Generation, Upi ingin membawa penontonnya untuk berkenalan dengan Generasi Z – meskipun film ini melabeli mereka dengan sebutan generasi milenial – atau yang disebut juga dengan iGeneration karena kedekatan dan keakraban generasi ini dengan teknologi internet dalam kehidupan keseharian mereka. Meskipun dengan konflik maupun pengembangan plot pengisahan yang cenderung sederhana, observasi Upi atas sebuah generasi yang ia presentasikan lewat film ini mampu tampil menyenangkan dan begitu mengikat.
Dengan naskah cerita yang juga ditulis oleh Upi, My Generation memulai kisahnya ketika sekumpulan remaja yang saling bersahabat, Orly (Alexandra Kosasie), Konji (Arya Vasco), Zeke (Bryan Langelo), dan Suki (Lutesha), mendapatkan hukuman dari orangtua mereka setelah keempatnya mengunggah sebuah video yang dinilai kontroversial oleh pihak sekolah. Tidak ingin berdiam diri begitu saja dalam menerima hukuman, Orly, Konji, Zeke, dan Suki kemudian memutuskan untuk menjalankan serangkaian kegiatan yang dapat menghibur hati sekaligus melupakan hukuman yang membuat mereka harus membatalkan rencana liburan mereka. Walau tampak sebagai deretan kegiatan yang tidak berarti namun, secara perlahan, kegiatan-kegiatan tersebut membuka sisi baru dalam kehidupan maupun kepribadian empat orang sahabat tersebut.
Dengan judul setegas (dan seklise) My Generation, film ini menghadirkan alur pengisahannya murni dari sudut pandang empat orang karakter protagonisnya. Fokus ini kemudian memberikan ruang yang cukup luas bagi Upi untuk mengembangkan karakter-karakter dalam jalan cerita, khususnya mengenai (perjuangan) hubungan karakter dengan orangtua mereka. Setiap karakter dalam film ini diberikan kesempatan untuk dapat mengisahkan “kisah hidup” mereka masing-masing: Orly yang kesulitan untuk menghadapi sang ibu (Indah Kalalo), Konji yang kesulitan dalam mengikuti berbagai peraturan yang ditetapkan oleh kedua orangtuanya (Joko Anwar dan Ira Wibowo), Zeke yang tinggal dengan orangtua (Tyo Pakusadewo dan Karina Suwandi) yang seperti tidak pernah menginginkan kehadirannya, serta Suki yang selalu merasa bahwa dirinya selalu menghasilkan kekecewaan bagi kedua orangtuanya (Surya Saputra dan Aida Nurmala). Dengan dasar pijakan hubungan setiap karakter bersama orangtua mereka itulah karakter-karakter utama dalam My Generation tumbuh dan berkembang menjadi sosok-sosok karakter yang multi-dimensi namun tetap dalam batas garisan karakteristik para remaja.
Pengarahan Upi yang diberikan Upi untuk film ini, mulai dari ritme pengisahan yang berjalan dengan cepat, pemberian warna-warna cerah pada banyak adegan film, hingga mengisi adegan-adegan film dengan deretan lagu-lagu bernuansa hip-hop hingga rock juga menjadi elemen krusial bagi kualitas penceritaan film. Elemen-elemen tersebut menjadi semacam identitas pendukung bagi My Generation bahwa film ini adalah milik dari karakter Orly, Konji, Zeke, dan Suki. Di saat yang bersamaan, pilihan untuk menghadirkan My Generation sebagai galeri tunggal pertunjukan bagaimana karakteristik dan sikap sebuah generasi dalam keseharian mereka memberikan hambatan tersendiri ketika jalan cerita film, khususnya di akhir paruh kedua dan seluruh paruh ketiga, berusaha memberikan ruang bagi sudut pandang maupun karakter lain untuk masuk. Fokus yang telah sedemikian mengental akhirnya menghalangi deretan resolusi yang coba diberikan Upi atas konflik-konflik yang telah dipaparkan sebelumnya untuk tampil dengan lebih matang – dan cenderung terasa klise.
Meskipun mengedepankan nama-nama baru dalam jajaran pengisi departemen aktingnya namun keempat pemeran utama dalam film ini mampu memberikan penampilan terbaik mereka. Chemistry yang mereka jalin berhasil menjadikan karakter-karakter yang mereka perankan terasa begitu relatable – baik kepada penonton yang berasal dari kalangan sepantaran mereka maupun penonton yang berasal dari generasi yang berbeda. Terlepas dari beberapa kelemahan di beberapa bagian, Kosasie, Lutesha, Vasco, dan Langelo jelas telah berhasil memberikan penampilan yang tidak hanya segar namun juga cukup menjanjikan bagi industri film Indonesia di masa yang akan datang. Nama-nama lain yang mengisi departemen akting film ini juga hadir dengan penampilan akting yang memuaskan meskipun, sayangnya, naskah cerita yang memberikan ruang pengisahan yang cukup terbatas membuat penampilan mereka tidak berarti begitu banyak.
Rating :