Meskipun dibintangi oleh nama-nama besar seperti Kevin Bacon, Julia Roberts – merupakan film pertamanya setelah meraih kesuksesan besar lewat Pretty Woman (Garry Marshall, 1990) – dan Kiefer Sutherland serta sukses meraih sejumlah pendapatan komersial, film fiksi ilmiah arahan Joel Schumacher yang berjudul Flatliners (1990) gagal untuk mendapatkan simpati dari kritikus film dunia. Deretan pengisi departemen aktingnya memang berhasil menuai pujian namun plot pengisahannya yang bermasalah membuat Flatliners gagal untuk tampil lebih maksimal. Kini, 27 tahun setelah perilisannya, Sony Pictures merilis versi daur ulangnya yang kini diarahkan oleh Niels Arden Oplev (The Girl with the Dragon Tattoo, 2009). Tidak banyak yang berubah dari tatanan pengisahannya dan, dengan pengisi departemen akting yang gagal untuk menyamai kualitas penampilan departemen akting Flatliners milik Schumacher, versi terbaru dari Flatliners turut tenggelam dalam presentasinya.
Film ini dimulai ketika seorang mahasiswi kedokteran yang begitu terobsesi mengenai kehidupan setelah kematian, Courtney (Ellen Page), akhirnya menemukan sebuah metode yang melibatkan pengalaman hampir mati dan dianggapnya dapat menjadi sebuah terobosan bagi ilmu pengetahuan untuk mempelajari lebih dalam mengenai kehidupan setelah kematian. Bersama dengan rekan-rekannya, Ray (Diego Luna), Marlo (Nina Dobrev), Jamie (James Norton), dan Sophia (Kiersey Clemons), Courtney akhirnya mengeksekusi teori yang ia temukan. Tidak hanya berhasil mendapatkan pengalaman hampir mati, Courtney dan teman-temannya menyadari bahwa pengalaman hampir mati membuat beberapa bagian otak mereka menjadi lebih aktif dan berefek menjadikan mereka menjadi lebih cerdas. Namun, di sisi lain, Courtney, Roy, Marlo, Jamie, dan Sophia secara perlahan menemukan bahwa ada sebuah kekuatan misterius yang kemudian mengikuti mereka dan mungkin mengincar kehidupan mereka.
Selain nama-nama karakter dan beberapa pengolahan plot cerita, tidak banyak yang berubah dari kualitas pengisahan Flatliners jika dibandingkan dengan film pendahulunya. Bukan berarti Oplev tidak berusaha untuk memberikan sentuhannya sendiri atas versi Flatliners yang ia arahkan. Naskah cerita garapan Ben Ripley (Source Code, 2011) sebenarnya membuka peluang untuk memberikan pemikiran yang lebih mendalam atas observasi mengenai pengalaman hampir mati maupun kehidupan setelah kematian. Dan hal tersebut cukup dapat dirasakan pada paruh awal film ini. Namun, sesudah paruh pengisahan dimana karakter Courtney mendapatkan pengalaman hampir matinya, Flatliners terasa kebingungan untuk menentukan arah pengisahan selanjutnya. Gambaran demi gambaran dari pengalaman hampir mati yang datang dari karakter-karakter lain tersaji tanpa presentasi cerita yang kuat dan kemudian mengarah pada atmosfer pengisahan horor yang terasa mentah pengolahannya. Menarik namun akhirnya meninggalkan rasa hambar akibat minimalisnya pengembangan cerita.
Seperti kualitas naskah ceritanya, pengarahan Oplev juga tidak mampu menghadirkan genggaman yang lebih kuat pada presentasi cerita Flatliners. Oplev memang berhasil menyajikan filmnya dengan tatanan visual yang lumayan menarik – meskipun penataan segmen pengalaman hampir mati masing-masing karakter seharusnya dapat disajikan lebih menonjol. Namun pada kebanyakan bagian, ritme pengisahan Flatliners gagal untuk menciptakan sebuah pengisahan yang menarik. Departemen akting film ini juga sebenarnya hadir dengan kualitas penampilan akting yang memuaskan. Sayangnya, paduan Page, Luna, Dobrev, Norton, dan Clemons tidak memiliki satuan kharisma yang benar-benar mampu mengikat perhatian penonton dengan penuh. Hal inilah yang membuat versi terbaru dari Flatliners seakan kekurangan nyawa untuk tampil lebih hidup.
Berbicara mengenai departemen akting, Page – dengan peran yang dahulu diperankan oleh Sutherland – hadir dengan penampilan yang prima untuk film ini. Karakternya yang gloomy dan terkesan misterius berhasil diwujudkan Page dengan baik. Kredit yang sama juga layak untuk disematkan pada penampilan yang diberikan Luna, Dobrev, Norton, dan Clemons. Tidak ada yang benar-benar tampil fantastis dalam film ini. Namun tetap saja mampu membuat Flatliners hadir dengan kualitas penampilan departemen akting yang solid. Oh, Sutherland juga turut memberikan kontribusi aktingnya dalam film ini – meskipun dengan porsi karakter dan penceritaan yang terlalu minim untuk membuat kehadirannya mampu mencuri perhatian. Secara keseluruhan, Flatliners bukanlah sebuah film yang buruk, Menyimpan beberapa momen yang masih menyenangkan namun sayangnya gagal untuk tampil lebih mempesona. Seperti pendahulunya.
Rating :