Review

Info
Studio : SinemArt
Genre : Drama
Director : Habiburrahman El Shirazy
Producer : Leo Sutanto
Starring : Dude Harlino, Asmirandah, Meyda Sefira, Tsania Marwa, Boy Hamzah

Minggu, 26 Desember 2010 - 12:33:07 WIB
Flick Review : Dalam Mihrab Cinta
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 4138 kali


Ketika novelnya, Ayat-Ayat Cinta (2008), diangkat ke layar lebar dengan Hanung Bramantyo duduk di kursi sutradara, dan kemudian meraih kesuksesan yang luar biasa, Habiburrahman El Shirazy, atau yang lebih dikenal sebagai Kang Abik, dikabarkan kurang merasa puas dengan cara Hanung menghantarkan cerita adaptasi novel best seller-nya tersebut. Film tersebut kemudian diikuti dengan dua seri dari adaptasi novel laris Kang Abik lainnya, Ketika Cinta Bertasbih (2009), yang dibawah arahan sutradara senior, Chaerul Umam, berhasil kembali meraih kesuksesan, khususnya dari mereka yang semenjak lama memang menggemari novel tersebut.

Kesuksesan dua film pertama tentu saja membuat antisipasi terhadap adaptasi novel Kang Abik berikutnya, Dalam Mihrab Cinta, cukup tinggi. Kali ini, dengan bantuan Chaerul Umam sebagai supervising director, Kang Abik sepertinya benar-benar ingin menghantarkan sendiri kisah cerita yang telah dituliskannya kepada penonton dengan cara duduk langsung di kursi sutradara.  Dengan naskah yang ditulis oleh Adra P. Daniel dan jajaran pemeran yang berisikan nama-nama yang jelas tak asing lagi di dunia seni peran Indonesia, Dalam Mihrab Cinta sepertinya benar-benar siap untuk kembali meraih kesuksesan besar selama masa peredarannya.

Dalam Dalam Mihrab Cinta, penonton akan dikenalkan pada seorang pemuda bernama Syamsul Hadi (Dude Harlino). Kehidupannya sebagai seorang santri di sebuah pesantren di Kediri tiba-tiba hancur berantakan setelah seorang temannya, Burhan (Boy Hamzah), menjebaknya yang kemudian membuatnya dituduh sebagai seorang maling. Sialnya, keluarganya sendiri justru lebih percaya pada tuduhan tersebut daripada menyelidiki langsung perihal yang sebenarnya. Merasa tidak dihargai lagi, Syamsul akhirnya pergi dan meninggalkan rumahnya menuju Jakarta. Kerasnya kehidupan di Jakarta ternyata memaksa Syamsul untuk lebih terjebak lagi dalam dunia hitam dan menjadfi seorang pencopet ulung.

Ternyata masa lalu tidak ingin melepaskan Syamsul begitu saja. Suatu hari, Syamsul mencopet dompet milik Sylvie (Asmirandah), yang ternyata merupakan tunangan dari Burhan. Berniat balas dendam sekaligus karena tidak ingin Sylvie menjadi korban Burhan yang memang dikenal playboy, Syamsul kemudian menyamar menjadi seorang guru mengaji di tempat yang sama Sylvie mengajar sebagai seorang guru les private. Nasib ternyata berpihak kepada Syamsul, perlahan-lahan, kehidupan Syamsul mulai berubah kea rah yang lebih baik. Tidak hanya sukses menjadi seorang guru mengaji, Syamsul juga perlahan mulai dikenal sebagai mubaligh muda dengan kemampuan berkhutbah yang sangat lihai, yang kemudian membuat sebuah stasiun televisi tertarik untuk mempopulerkan dirinya.

Harus diakui, sebagai hasil sebuah debut penyutradaraan, Dalam Mihrab Cinta mampu melebihi ekspektasi bahwa film ini hanyalah sebuah film drama beraroma relijius biasa yang dengan setia mengekor pakem film-film drama relijius lainnya yang telah dirilis terlebih dahulu. Walau begitu, tetap saja beberapa titik kelemahan yang terletak di bagian naskah cerita, khususnya pada karakterisasi beberapa tokoh di dalam jalan cerita Dalam Mihrab Cinta, tidak mampu tertutupi dengan baik yang membuat Dalam Mihrab Cinta seringkali terasa bagaikan sebuah bagian kisah sinema elektronik yang diangkat ke layar lebar.

Sejak awal, bahkan mereka yang belum membaca versi novel dari Dalam Mihrab Cinta, dapat menebak dengan baik bagaimana kisah film ini akan berjalan. Mulai dari kisah pengusiran yang dilakukan terhadap karakter utama, petualangannya di lembah hitam kejahatan hingga cinta segitiga yang dialaminya tak lebih adalah pengulangan yang telah ada di kisah-kisah film hasil adaptasi novel Kang Abik sebelumnya. Bukan sebuah hal yang tercela sebenarnya, jika Kang Abik mampu mengelola ‘kisah pengulangan’ tersebut dengan bumbu-bumbu drama yang lebih mutakhir. Sayangnya, kebanyakan kisah tersebut dihadirkan dengan biasa saja yang membuat Dalam Mihrab Cinta terlalu predictable dan berakhir sebagai sebuah kisah yang klise.

Beberapa kali pula, dalam perjalanannya, kisah Dalam Mihrab Cinta terasa mengalami inkonsistensi dalam penceritaannya, khususnya dalam pengaturan ritme cerita yang sering melompat antara kisah karakter yang satu dengan kisah karakter lainnya. Kisah cinta yang dihadirkan juga tidak dapat dipaparkan dengan baik, dan membuat kisah cinta antara tiga karakter utamanya, yang seharusnya mampu menjadi sajian utama film ini, menjadi terkesampingkan begitu saja. Pengulangan lagu Dalam Mihrab Cinta yang dilakukan beberapa kali selama film berjalan juga, jujur saja, terasa sedikit mengganggu ketika diletakkan dalam beberapa adegan.

Beberapa orang bisa saja berpandangan sinis terhadap jajaran pemeran film ini yang diisi oleh nama-nama yang sangat tidak asing lagi bagi mereka yang sering menikmati tayangan sinetron maupun drama televisi. Namun jangan salah, dengan kemampuan akting yang sangat tidak mengecewakan, para jajaran pemeran Dalam Mihrab Cinta berhasil mengangkat kualitas film ini ke tingkatan yang lebih baik. Dude Herlino memang sangat pas memerankan seorang pemuda dengan karakter yang relijius. Asmirandah juga mampu menghidupkan karakter Sylvie dengan baik, yang kemudian juga diikuti dengan penampilan yang tak kalah baik dari aktris, Meyda Sefira. Para pemeran utama ini kemudian didukung oleh jajaran pemeran pendukung yang sangat baik, walaupun pada beberapa kesempatan masih terdapat beberapa momen sinetron-ish di adegan-adegan film ini.

Di antara rilisan-rilisan akhir tahun, yang harus diakui lebih banyak berisi film-film berkualitas mengecewakan, Dalam Mihrab Cinta mampu tampil dengan kualitas yang tidak mengcewakan. Memang, kisah yang diberikan tak lebih dari sebuah re-kreasi dari kisah-kisah film adaptasi dari novel Kang Abik sebelumnya: terkadang terkesan cheesy, predictable dan seringkali terjebak dalam situasi-situasi klise khas sinetron. Namun untungnya Kang Abik memilih jajaran pemeran dengan kemampuan akting yang jauh dari kesan mengecewakan. Kemampuan akting para pemeran Dalam Mihrab Cinta-lah yang seringkali menyelamatkan film ini dari kesan sebagai sebuah film yang membosankan. Debut penyutradaraan Kang Abik yang cukup berhasil, walau masih jauh dari hasil yang memuaskan.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.