Meskipun bukan yang pertama dalam menggunakan plot pengisahan yang melibatkan terjadinya time loop – situasi dimana satu/beberapa karakter harus terjebak dalam sebuah putaran waktu sebelum dirinya/mereka dapat memecahkan sebuah misteri yang dapat mengeluarkan mereka dari perjalanan waktu berulang tersebut – namun film komedi arahan Harold Ramis, Groundhog Day (1993), jelas merupakan film pertama yang berada di benak banyak penikmat film dunia ketika disinggung mengenai pola penceritaan tersebut. Setelahnya, time loop turut hadir dalam banyak film Hollywood yang berasal dari berbagai genre seperti Triangle (Christopher Smith, 2009), Source Code (Duncan Jones, 2011), Looper (Rian Johnson, 2011), dan Edge of Tomorrow (Doug Liman, 2014). Kini, sutradara asal Amerika Serikat, Christopher Landon (Paranormal Activity: The Marked Ones, 2014), menjajal kemampuannya dalam menggarap garisan cerita bernuansa time loop dalam sebuah slasher berjudul Happy Death Day. Hasilnya, meskipun filmnya tidak menawarkan sebuah pengisahan slasher yang terlalu istimewa, Landon mampu menjadikan Happy Death Day sebagai sebuah presentasi yang akan cukup mampu menyenangkan banyak penontonnya.
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Scott Lobdell, Happy Death Day berkisah mengenai seorang mahasiswi popular bernama Tree Gelbman (Jessica Rothe). Setelah berpesta semalaman di malam menjelang hari ulang tahunnya, Tree Gelbman terbangun di sebuah kamar asrama seorang mahasiswa yang belum pernah ia kenal sebelumnya, Carter Davis (Israel Broussard). Menyadari bahwa dirinya telah melakukan sebuah kesalahan, Tree Gelbman buru-buru meninggalkan Carter Davis untuk kembali ke asramanya. Setibanya di kamar asrama, hari ulang tahun Tree Gelbman bukannya bertambah baik: ia harus menghadapi teman sekamar, Lori Spengler (Ruby Modine), yang tidak pernah begitu disukainya, harus mengikuti rapat kampus yang dipimpin Danielle Bouseman (Rachel Matthews) yang juga kurang begitu disukainya, menolak permintaan sang ayah, David Gelbman (Jason Bayle), yang ingin merayakan hari ulang tahunnya, serta menemui kekasih sekaligus profesornya yang telah beristri, Gregory Butler (Charles Aitken). Namun, bagian terburuk dari hari ulang tahun Tree Gelbman datang di malam hari ketika ia selesai menikmati pesta yang diadakan teman-temannya untuk dirinya. Seorang bertopeng datang menghalangi jalan pulang Tree Gelbman dan kemudian membunuhnya. Selesai? Of course not. Tree Gelbman kemudian terbangun kembali di kamar Carter Davis di hari ulang tahunnya dan mulai menyadari bahwa dalam hitungan jam dirinya akan kembali menjadi seorang korban pembunuhan.
Lobdell memang tidak banyak melakukan inovasi pada plot pengisahan slasher remaja yang dibentuknya untuk Happy Death Day. Inspirasi yang didapatkan dari film-film remaja maupun slasher klasik semacam Scream (Wes Craven, 1996), Heathers (Michael Lehmann, 1989), maupun Mean Girls (Mark Waters, 2004) jelas dapat dirasakan pada plot, dialog, maupun karakterisasi film berdurasi 96 menit ini. Mereka yang merupakan penikmat slasher profesional kemungkinan besar bahkan telah dapat mengidentifikasi sang pelaku pembunuhan ketika karakter tersebut pertama kali tampil dalam jalan cerita. Meskipun familiar, bukan berarti Happy Death Day gagal untuk hadir menyenangkan. Sentuhan dark comedy dan deretan karakter garapan Lobdell yang begitu mudah untuk disukai berhasil tampil memikat dan menjadi salah satu elemen terkuat film ini. Berbagai petunjuk yang diberikan Lobdell dalam pengelolaan plot whodunit yang juga krusial bagi pengisahan time loop film ini juga mampu disajikan dengan cukup rapi – terlepas dari beberapa kelemahan di beberapa bagiannya.
Pengarahan yang diberikan Landon terhadap penceritaan yang dihasilkan Lobdell juga semakin menambah dinamis kualitas penceritaan Happy Death Day. Landon secara seksama mengeksekusi tiap adegan filmnya, menjaga ritme penceritaan sehingga tidak pernah tampil terburu-buru atau terlalu lamban, sekaligus membuatnya berhasil memberikan kengerian pada penonton. Dengan segala kekonyolan yang ditawarkan oleh premis film ini, Landon juga tidak pernah terasa berusaha untuk menjadikan Happy Death Day terlihat lebih “cerdas” dari kualitas aslinya. Hal ini yang kemudian membuat film ini berhasil tampil playful dengan segala elemen pengisahannya yang telah (terlalu) familiar. Dari segi teknis, Happy Death Day juga hadir tanpa masalah. Penataan gambar dari Gregory Plotkin jelas sangat membantu tugas Landon dalam merangkai pengisahan time loop dalam film ini. Begitu pula dengan tata musik dan sinematografi yang tampil dalam kualitas yang cukup memuaskan.
Rothe sendiri tampil meyakinkan sebagai pemeran utama. Aktris yang turut berperan sebagai salah satu sahabat karakter yang diperankan Emma Stone dalam La La Land (Damien Chazelle, 2016) ini berhasil menjadikan karakternya begitu mudah untuk disukai terlepas dari karakteristiknya yang sebenarnya hadir kurang bersahabat. Kemampuan akting dan daya tarik Rothe juga yang kemudian menjadikan karakter Tree Gelbman dengan mudah membuat penonton bersimpati sekaligus terikat pada karakternya. Penampilan Rothe juga didampingi penampilan-penampilan akting pendukung yang sama apiknya. Meskipun tampil dengan pengisahan yang serba terbatas namun Broussard, Modine, Matthews, dan nama-nama pemeran pendukung lain setidaknya hadir dengan penampilan akting yang jauh dari kesan mengecewakan. Departemen akting yang cukup kuat untuk semakin mendukung Happy Death Day menjadi sebuah thriller yang meskipun familiar namun teetap terasa segar dan menyenangkan.
Rating :