Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Billy Christian berdasarkan novel berjudul sama karya @manhalfgod – No, seriously. – Petak Umpet Minako berkisah mengenai pertemuan kembali seorang gadis bernama Vindha (Regina Rengganis) dengan teman-temannya di masa sekolah pada hari reuni mereka. Vindha sendiri bukanlah sosok yang populer diantara teman-temannya. Semasa sekolah dahulu, ia bahkan seringkali menjadi korban perundungan yang dilakukan oleh beberapa pelajar lain. Berbekal penampilannya yang telah berubah semenjak berkuliah di Jepang, Vindha kini mampu melepas imejnya terdahulu sebagai seorang gadis penyendiri yang lugu. Gadis itu bahkan berhasil meyakinkan teman-temannya untuk turut bermain dalam sebuah permainan petak umpet a la Jepang yang dikenal dengan sebutan Hitori Kakurenbo ketika mereka mengunjungi gedung sekolah mereka. Sial, permainan yang melibatkan ritual pemanggilan arwah tersebut kemudian berakhir sebagai bencana ketika mereka yang terlibat dalam permainan tersebut satu demi satu ditemukan tak bernyawa lagi.
Terlepas dari premis yang terdengar segar dan cukup menarik jika dibandingkan dengan premis kebanyakan film horor Indonesia lainnya, Petak Umpet Minako, sayangnya, lagi-lagi masih dijangkiti oleh “penyakit” lama yang sepertinya senantiasa hadir dan merusak kualitas penceritaan film-film yang ditulis dan diarahkan Christian: sebuah ide segar yang gagal untuk dikembangkan dengan baik dan lantas disampaikan dengan kualitas pengarahan yang kurang memuaskan. Christian membentuk Petak Umpet Minako sebagai sebuah survival movie dimana para karakter filmnya berusaha bertahan hidup atas teror yang mereka hadapi. Sayangnya, naskah cerita yang berisi sederetan konflik yang tergarap dangkal dan gagal dikembangkan dengan narasi pengisahan yang utuh membuat film ini lebih sering terasa membosankan daripada berhasil untuk memberikan ketegangan kepada penontonnya. Kelemahan tersebut masih ditambah dengan kehadiran dialog-dialog yang seringkali terdengar cukup menggelikan.
Tidak hanya dari sisi bangunan pengisahan Petak Umpet Minako terasa lemah. Deretan karakter yang dihadirkan Christian di sepanjang penceritaan filmnya juga tampil tanpa karakterisasi yang berarti. Karakter-karakter hadir secara silih berganti tanpa pernah diberikan pendalaman maupun latar belakang kisah yang mampu membuat penonton setidaknya mampu mengenal maupun menjalin hubungan emosional dengan mereka dan peduli dengan nasib mereka pada adegan selanjutnya. Jajaran pengisi departemen akting film ini juga tidak memiliki kemampuan yang cukup handal untuk menghidupkan karakter-karakter yang mereka perankan. Kebanyakan kualitas akting yang ditampilkan oleh para “aktor” dan “aktris” dalam film ini berada dalam capaian penampilan akting yang menyedihkan atau malah berlebihan dalam penampilannya. Laughable.
Jika ingin memberikan (setidaknya) kredit lebih pada film ini, Christian – seperti yang selalu ia tunjukkan dalam setiap filmnya – berhasil menghadirkan Petak Umpet Minako dalam tampilan kualitas produksi yang menawan. Dengan penataan artistik yang kuat, sosok boneka Minako yang dikisahkan hidup dan meneror karakter-karakter dalam jalan cerita film ini sebenarnya telah menjadi modal awal yang cukup. Tidak seperti Rumah Malaikat (2016) yang berusaha menutupi kedataran pengisahan dengan menghadirkan deretan jump scare yang berlebihan, Christian juga cukup mampu menahan diri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama pada Petak Umpet Minako. Namun, tentu saja, pengisahan dan pengarahan Christian yang terlalu dangkal membuat modal awal tersebut menjadi terbuang sia-sia dan sama sekali tidak berguna. Petak Umpet Minako adalah sebuah karya mengecewakan lain dari Christian.
Rating :