Setelah meninggalnya anak kedua mereka, pasangan David (Mel Raido) dan Dana (Kate Beckinsale) bersama dengan putera merea, Lucas (Duncan Joiner), memilih untuk pindah dari kehidupan perkotaan mereka ke sebuah rumah besar yang berada di pinggiran kota. Pilihan yang diambil untuk memberikan sebuah nafas baru bagi pernikahan keduanya tersebut awalnya berjalan lancar. Dana yang merupakan seorang arsitek disibukkan dengan kegiatan pembenahan rumah baru sementara David akan bertugas untuk mengawasi Lucas. Namun, ketika Dana menemukan adanya sebuah ruang tersembunyi di rumah mereka, berbagai kejadian aneh mulai menghampiri dan mengancam kehidupan ketiganya. Sounds kinda familiar eh?
Yep. Naskah cerita The Disappointments Room yang digarap oleh Wentworth Miller bersama dengan sutradara film ini, D.J. Caruso, memang sama sekali tidak menawarkan sebuah warna maupun konflik pengisahan yang benar-benar baru. Miller – yang lebih dikenal sebagai aktor pemeran karakter Michael Scofield dalam serial televisi Prison Break (2005 – 2009) dan kemudian meraih pujian luas untuk naskah cerita film Stoker (Park Chan-wook, 2013) yang ditulisnya – dan Caruso terkesan hanya mengumpulkan berbagai konflik maupun plot maupun karakterisasi klise dari film-film sejenis untuk film ini. Pilihan yang jelas kemudian membuat The Disappointments Room menjadi begitu mudah ditebak arah pengisahannya. Kemalasan kedua penulis naskah untuk berkreasi juga masih berlanjut dengan kedangkalan banyak karakterisasi peran sekaligus plot yang dihadirkan dalam jalan cerita film. Lihat saja, contohnya, hubungan antara karakter Dana dengan karakter Ben (Lucas Till) yang dikisahkan membantunya dalam proses renovasi rumah. Hubungan keduanya seringkali diberikan warna pengisahan yang beraroma seksual. Namun, hubungan tersebut tidak pernah mampu diolah dan ditampilkan secara lebih mendalam dan, buruknya, kemudian menghilang dan menguap begitu saja dari alur cerita.
Formula horor standar a la Hollywood yang diajukan Miller dalam naskah cerita The Disappointments Room mungkin masih dapat dinikmati seandainya naskah cerita tersebut mendapatkan pengarahan cerita yang cukup kuat. Not happening. Caruso – sutradara yang juga bertanggungjawab atas buruknya performa kualitas penceritaan xXx: Return of Xander Cage yang dirilis awal tahun lalu – juga hadir dengan pengarahan yang begitu monoton. Datar. Tanpa kehidupan. Bahkan banyak adegan jumpscares yang seharusnya masih mampu sesekali hadir memberikan kejutan bagi penonton dieksekusi dengan begitu buruk. Jika ada sisi yang layak untuk diberikan penilaian positif dalam pengarahan Caruso mungkin hal tersebut datang dari keberhasilannya untuk menampilkan The Disappointments Room dalam kualitas tata produksi yang meyakinkan. Selain daripada itu, film ini mungkin hanya dapat bekerja sebagai sebuah peringatan bagi penonton untuk lebih berhati-hati sebelum menonton film arahan Caruso selanjutnya.
Buruknya performa cerita dan pengarahan dalam The Disappointments Room jelas berpengaruh pada penampilan yang diberikan para pengisi departemen akting film ini. Bahkan Beckinsale, yang harus diakui tetap terlihat cantik dalam setiap adegannya, hadir dengan penampilan yang begitu hampa. Chemistry yang ia hadirkan bersama Raido juga tersaji tanpa kesan apapun. Bukan salah Beckinsale – atau para pemeran lain dalam film ini – sepenuhnya. Karakter-karakter yang dihadirkan dalam The Disappointments Room tampil hanya dalam dua kategori saja: karakter-karakter bodoh yang selalu melakukan kesalahan dalam setiap keputusan yang mereka ambil dan karakter-karakter pendukung dengan jalan cerita yang minim sekaligus tanpa fungsi yang berarti dalam jalan cerita film secara keseluruhan. But maybe that’s what Miller and Caruso wanted for The Disappointments Room? A very, very disappointing movie? Mungkin.
Rating :