Jika Marvel Studios dan Walt Disney Pictures memiliki Marvel Cinematic Universe, Warner Bros. Pictures memiliki DC Extended Universe yang bekerjasama dengan DC Films dan MonsterVerse yang bekerjasama dengan Legendary Pictures, maka Universal Pictures memiliki Dark Universe. Dark Universe nantinya akan mengumpulkan dan mempersatukan versi buat ulang dari film-film klasik bertema monster milik Universal Pictures seperti Invisible Man, Wolf Man, Frankeinstein dan Dracula, untuk nantinya dikisahkan dalam satu semesta penceritaan yang sama. Dark Universe sendiri dimulai dengan The Mummy, sebuah film arahan Alex Kurtzman (People Like Us, 2012) yang meskipun menghadirkan monster yang sama namun sama sekali tidak memiliki hubungan pengisahan dengan seri film The Mummy dalam rangkaian film Universal Monsters (1942 – 1955) atau film-film The Mummy buatan Hammer Film Productions (1959 – 1971) maupun trilogi The Mummy (1999 – 2008) arahan Stephen Sommers. Dibintangi oleh Tom Cruise dan Russell Crowe, mampukah The Mummy menarik perhatian dan minat penikmat film dunia sekaligus membuka jalan bagi deretan film Dark Universe berikutnya untuk meraih kesuksesan?
Dengan naskah cerita yang ditangani oleh David Koepp (Inferno, 2016), Christopher McQuarrie (Mission: Impossible – Rogue Nation, 2015) dan Dylan Kussman (Burn, 1998), The Mummy berkisah mengenai seorang prajurit militer Amerika Serikat, Nick Morton (Cruise), yang bersama dengan sahabatnya, Sergeant Chris Vail (Jake Johnson), secara tidak sengaja menemukan lokasi makam Princess Ahmanet (Sofia Boutella) di wilayah Irak. Oleh atasan Nick Morton, Colonel Greenway (Courtney B. Vance), dan diawasi oleh seorang arkeologis, Jennifer Halsey (Annabelle Wallis), peti mayat Princess Ahmanet kemudian dibawa ke Inggris dengan pesawat terbang untuk diteliti lebih lanjut. Sial, dalam perjalanan tersebut, Sergeant Chris Vail dirasuki oleh arwah Princess Ahmanet yang lantas mengganggu sekaligus menyebabkan pesawat yang mereka tumpangi terjatuh. Meski akhirnya Nick Morton dan rekan-rekannya mampu melewati musibah tersebut, kutukan Princess Ahmanet baru saja dimulai dan siap untuk mencari korban lainnya.
Kurtzman sendiri mampu mengawali The Mummy dengan intensitas pengisahan yang cukup solid. Paduan dari chemistry hangat yang berhasil terbangun antara Cruise dengan Johnson dan Wallis, penataan elemen aksi yang mampu tergarap baik serta pengisahan latar belakang mengenai kehidupan Princess Ahmanet di masa lampau sukses menghadirkan momen-momen menyenangkan pada paruh awal The Mummy. Sayang, deretan momen menyenangkan tersebut tidak mampu bertahan lama dalam alur pengisahan film yang berlangsung sepanjang 107 menit tersebut. Seiring dengan pecahnya fokus pengisahan film – mulai dari jalan cerita yang mulai membentuk jalinan kisah romansa antara karakter Nick Morton dan Jennifer Halsey dan meninggalkan detil lebih kuat tentang karakter Princess Ahmanet hingga kebingungan Kurtzman untuk menerapkan pendekatan horor atau aksi petualangan pada penceritaan – The Mummy membuat film ini secara perlahan kehilangan arah dan berakhir menjadi sebuah presentasi yang menjemukan secara keseluruhan.
Sebagai film yang menjadi pembuka bagi deretan seri film Dark Universe berikutnya, The Mummy juga diisi dengan berbagai trivia mengenai karakter-karakter maupun konflik yang akan mengisi linimasa penceritaan seri film tersebut. Pilihan yang sebenarnya menarik dan jelas akan memberikan keuntungan bagi penonton untuk lebih mengenal Dark Universe secara lebih baik. Namun, penulisan karakter dan detil cerita yang (terlalu) terbatas justru membuat kehadiran trivia tersebut menjadi membingungkan. Kelemahan tersebut juga terjadi pada karakter-karakter utama dalam pengisahan The Mummy. Karakter Nick Morton dan Jennifer Halsey adalah dua karakter dengan karakterisasi familiar yang selalu ditemukan dalam film-film sejenis dan hadir tanpa pengembangan yang berarti. Karakter pendukung seperti Princess Ahmanet, Sergeant Chris Vail atau karakter Henry Jekyll/Edward Hyde yang diperankan Crowe seringkali dikesampingkan dan gagal untuk menjadi karakter-karakter pendukung yang esensial.
Lemahnya deskripsi karakter-karakter dalam jalan cerita The Mummy itulah yang kemudian membuat barisan pengisi departemen akting film hadir dengan penampilan yang serba seadanya. Cruise masih hadir dengan tampilan sama seperti yang selalu ia hadirkan dalam setiap film-film aksi petualangannya. Sayang, kali ini kualitas penampilan tersebut tidak mampu membuat karakternya terasa menarik. Begitu pula dengan penampilan-penampilan pemeran lain seperti Wallis, Johnson, Crowe dan Boutella. Boutella sebenarnya terlihat mumpuni untuk menghidupkan karakter antagonis yang ia perankan. Namun dengan kisah yang kerap kali terpinggirkan, karakternya seringkali berakhir tak lebih menjadi penghias cerita semata. Desain produksi dan visual efek tampil tidak mengecewakan. Tapi dengan kualitas pengisahan yang kurang memadai, The Mummy jelas akan sulit untuk meyakinkan penonton bahwa deretan film dalam Dark Universe layak untuk dinantikan kehadirannya.
Rating :