Film terbaru arahan Emil Heradi (Sagarmatha, 2013) adalah sebuah spesies langka pada industri perfilman Indonesia. Seperti halnya Get Out – debut pengarahan Jordan Peele yang dirilis di minggu yang sama di Indonesia – Night Bus adalah sebuah thriller yang naskah ceritanya digarap kental dengan sentuhan isu sosial dan politik yang jelas terinspirasi dari berbagai situasi yang pernah maupun tengah dihadapi oleh banyak lapisan masyarakat Indonesia. Tenang, tidak seperti kebanyakan film Indonesia bermuatan “pesan moral” yang sama dan lantas sering terasa sebagai presentasi yang menjemukan, Heradi mampu menggarap Night Bus menjadi sajian cerita penuh ketegangan yang sama sekali tidak pernah kehilangan pegangannya pada bangunan konflik yang menjadi perhatian utama bagi film ini. Sebuah eksekusi yang jelas terasa begitu menyegarkan.
Dengan naskah cerita yang digarap bersama oleh Rahabi Mandra (Trinity, The Nekad Traveler, 2017) dan aktor Teuku Rifnu Wikana, Night Bus memulai perjalanannya ketika pasangan supir (Yayu AW Unru) dan kondektur (Teuku Rifnu Wikana) sebuah bus malam membawa sekelompok penumpang dalam perjalanan menuju kota Sampar. Sampar sendiri dikenal sebagai sebuah kota yang kaya akan hasil alamnya namun baru saja ditimpa sebuah tragedi ketika konflik meletus antara pihak militer pemerintah dengan pihak militan yang memperjuangkan kemerdekaan wilayah tersebut. Memasuki wilayah Sampar di kala tersebut jelas adalah sebuah pilihan yang beresiko bagi keamanan dan keselamatan siapapun yang berani melakukannya. Dan benar saja. Perjalanan yang direncanakan akan berlangsung selama dua belas jam kemudian diwarnai dengan deretan kericuhan yang disebabkan oleh berbagai halangan yang ditemui oleh bus malam tersebut.
Naskah cerita garapan Mandra dan Wikana secara jeli mampu mengeksplorasi setiap konflik maupun karakter yang hadir dalam penceritaan film ini. Lihat saja bagaimana naskah cerita film ini mampu memberikan ruang yang cukup bagi pihak-pihak yang dikisahkan sedang berlawan antara satu sama lain untuk memaparkan sisi pengisahan mereka. Meskipun terasa sedikit goyah di bagian awal pengisahan, karakter-karakter penumpang bus malam juga kemudian mampu digarap dengan baik untuk memberikan banyak corak warna pada pengisahan film. Seluruh karakter yang hadir dalam linimasa pengisahan film memiliki motif dan latar belakang pengisahan mereka sendiri yang – meskipun tidak seluruhnya mampu tergali dengan baik – semakin mendorong kuat kualitas jalan penceritaan Night Bus. Bagian terbaik dari film ini adalah Night Bus tidak pernah terasa tendensius untuk memaksakan penonton untuk melihat cerita yang dibawakan berdasarkan satu sudut pandang tertentu. Berkat kehadiran beberapa konflik dan karakter serta sudut pandang penceritaan, penonton diberikan kesempatan untuk menyelami sendiri makna apa yang dapat mereka peroleh ketika mengikuti alur pengisahan film ini.
Tentu saja, kekuatan naskah cerita yang telah tersusun baik tidak akan tersampaikan dengan utuh tanpa pengarahan maupun eksekusi cerita yang baik pula. Beruntung, Heradi mampu memberikan pengarahan terbaiknya bagi Night Bus. Sebagai sebuah thriller, Heeradi berhasil menyajikan filmnya dengan ritme pengisahan yang tepat. Heradi mampu menggenggam perhatian para penontonnya untuk kemudian memainkan perhatian tersebut dengan elemen-elemen emosional yang muncul dari ketegangan maupun drama yang ia garap secara jeli. Heradi juga tidak segan menonjolkan unsur kekerasan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehadiran sebuah konflik meskipun ia tidak pernah menyajikannya secara vulgar. Pengarahan cermat Heradi-lah yang kemudian berhasil membawa Night Bus sukses menjadi sebuah thriller yang cerdas sekaligus begitu emosional untuk disaksikan.
Meskipun begitu, Night Bus bukannya hadir tanpa kekurangan. Heradi sebenarnya bisa saja memangkas beberapa bagian pengisahan film untuk menyingkat beberapa menit durasi pengisahan film secara keseluruhan. Kualitas tampilan visual film juga merupakan bagian paling lemah dari Night Bus. Sebagai film yang cenderung banyak memanfaatkan efek visual untuk menunjang kualitas penceritaan, tampilan visual film ini justru seringkali terlihat begitu kasar dan seperti kurang tergarap dengan baik. Pengisahan yang kuat sebenarnya telah cukup menjadi distraksi bagi penonton dari beberapa gangguan minor tersebut. Namun, tetap saja, seandainya Night Bus mampu diberikan sentuhan yang lebih kuat pada departemen artistiknya, film ini jelas akan berhasil menangkap perhatian penontonnya dalam skala yang lebis luas dan mendalam.
Keluhan jelas tidak akan dapat ditemukan dari kualitas penampilan akting dari jajaran pemeran Night Bus. Karakter-karakter yang hadir dalam jumlah banyak mampu dihidupkan dengan baik oleh masing-masing pemeran. Wikana dan Unru yang berperan sebagai pasangan supir dan kondektur bus hadir dengan chemistry yang begitu erat dan mampu membuat setiap penonton merasakan ikatan emosional yang kuat dengan karakter mereka. Alex Abbad dan Tio Pakusadewo memberikan penampilan yang begitu mengesankan meskipun karakter mereka hadir dalam durasi penceritaan yang cukup singkat. Edward Akbar, Torro Margens dan Laksmi Notokusumo juga memeberikan penampilan yang kuat diantara barisan penampilan yang harus diakui hadir dengan kualitas akting yang sangat meyakinkan. Night Bus adalah sebuah hasil produksi yang solid. Dan tidak mengherankan, dengan kesolidan kualitas tersebut, film ini nantinya layak dinobatkan sebagai thriller terbaik Indonesia untuk tahun ini.
Rating :