Review

Info
Studio : Summit Entertainment
Genre : Action, Crime, Thriller
Director : Chad Stahelski
Producer : Basil Iwanyk
Starring : Keanu Reeves, Riccardo Scamarcio, Ruby Rose, Common, Laurence Fishburne, Ian McShane

Kamis, 09 Februari 2017 - 15:51:07 WIB
Flick Review : John Wick: Chapter 2
Review oleh : Haris Fadli Pasaribu (@oldeuboi) - Dibaca: 2114 kali


Saat film laga masa kini cenderung makin tak bertaji dalam menghadirkan adegan aksi yang (diharapkan) sensasional, maka Keanu Reeves  dan John Wick (2014) mengembalikan fitrah film aksi laga Hollywood yang dulu populer karena kadar kekerasannya yang tebal, serta menghadirkan rasa bahaya yang lekat. Lantas, apa yang bisa ditawarkan sekuelnya, yang berjudul to the point saja, John Wick: Chapter 2?

Kecurigaan apakah John Wick 2 hanya akan meningkatkan porsi aksi tanpa adanya pengembangan karakter atau plot tentunya sulit dihindarkan. John Wick didesain sebagai film mandiri, sehingga keberadaan sebuah sekuel hanya memunculkan anggapan untuk mengeruk keuntungan belaka.

Apa lagi yang bisa ditawarkan dari kisah seorang pensiunan pembunuh bayaran yang beraksi kembali hanya untuk membalaskan dendam kematian anjingnya (meski sebenarnya John Wick juga bisa menjadi studi psikologis akan rasa duka pasca-kematian sosok yang disayangi, kalau memang mau berlebihan dalam menganalisa filmnya)?

Tapi rupanya Chad Stahelski, sang sutradara yang sempat menjadi stunt double Reeves dalam The Matrix, masih punya ide segar untuk mengembangkan semesta John Wick. Terlepas dari beberapa logika cerita yang dapat dipertanyakan, Stahelski sanggup menghindari kutukan film sekuel yang lebih buruk dibandingkan orisinalnya dan kembali mengangkat batasan yang tinggi untuk standar film laga masa kini.

John Wick: Chapter 2 dimulai langsung dari akhir bagian pertamanya. Selepas menumpas Viggo Tarasov, John masih perlu mendapatkan mobilnya yang dicuri dan kini berada dalam tangan saudara laki-laki Viggo,  Abram (Peter Stomare). Sekuens intens ini bertugas sebagai prolog film sekaligus (mungkin) menutup arc untuk John Wick bagian pertama. 

Tanpa berpanjang-panjang, cerita berpindah pada John yang diminta oleh gembong asal Italia, Santino D’Antonio (Riccardo Scamarcio, Loose Cannon, To Rome With Love) untuk mengeksekusi adik perempuannya sendiri, Gianna (Claudia Gerini), demi merebut tampuk kepemimpinan. Meski awalnya menolak, namun kode etik dan hutang budi membuat John bersedia. Seperti sudah diduga, tentunya Santino juga tak akan membiarkan John tetap hidup seusai menunaikan tugasnya.

Premis yang sederhana memang, tapi ternyata naskah yang Derek Kolstad mampu memanfaatkan materi tipisnya untuk memperkenalkan dinamika dunia para assasin bayangan ini yang tak kalah kompleks dan imajinatif  dibandingkan dunia persilatan. Tidak heran jika durasi Chapter 2 lebih panjang dibandingkan prekuelnya.

Setelah paruh pertama disusun untuk memperkenalkan platform semesta John Wick, barulah tempo berakselerasi dengan lebih cepat di paruh kedua dengan rentetan adegan laga beroktan tinggi. Kelebihannya, adegan-adegan aksi yang umumnya mengandalkan pertarungan jarak dekat, baik dengan senjata api atau tangan kosong, tidak terasa repetitif atau membosankan. Sebagaimana John Wick, Chapter Two pun kembali menghadirkan koreografi gaya aksi ala gun-fu yang memuaskan dengan kadar kekerasan dan gore pekat dengan tambahan bumbu komedi dead-pan menggelitik. Layaknya musikal, di mana nyanyi dan tari adalah bagian organis dari alur, maka demikian juga tugas adegan laga dalam John Wick.  

Tentunya Chapter 2 bukan ajang bagi Reeves untuk pamer versatilitas akting, mengingat skala karakternya yang cukup sempit . Film justru  memberi ruang bagi Reeves untuk menampilkan atraksi fisik yang prima, meski tetap mengizinkan karakternya untuk terlihat letih walaui cekatan, sehingga terasa lebih membumi dan meyakinkan.

Sebagaimana film pertamanya, Reeves  juga menyadari jika jangkauan aktingnya tidak luas, sehingga membayarnya dengan dedikasi dan konsistensi mengagumkan dalam atraksi fisiknya. Cukup dengan gestur dan pamer ketangkasan, ia justru bisa memberikan kedalaman pada sosok John Wick ,yang sebenarnya memiliki tendensi menjadi satu dimensi atau arketipikal.

Oleh karenanya John Wick seperti one-man-show untuk Reeves, meskipun ada beberapa nama lain hadir baik untuk mendukung atau menjadi seterunya, seperti Ian McShane yang kembali memerankan tokoh kharismatis, Winston, dan karakter-karakter tangguh lain yang diperankan oleh Common dan aktris yang akhir-akhir ini semakin laris main film aksi, Ruby Rose (Resident Evil: The Final Chapter , XXX: Return of Xander Cage).

Untuk meramaikan, muncul Laurence Fishburne yang melakukan reuni bersama Reeves setelah trilogi The Matrix dan aktor Italia kenamaan yang dikenal berkat film-film koboi spaghetti-nya, Franco Nero (seri Django), yang seolah mempertegas tribut John Wick kepada film-film aksi lawas.

Jadi, jika awalnya John Wick diniatkan sebagai film tunggal, dengan Chapter 2 sudah membuka dirinya sebagai franchise baru yang menarik untuk dinantikan kelanjutannya. Sebuah franchise yang menjanjikan keseruan yang tidak konyol tanpa harus terlalu serius. Sebuah aksi keras dan gahar yang layak mengembalikan film aksi-laga dalam kejayaannya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.