Setiap penggemar film-film Bollywood tahu bahwa musim liburan Natal berarti sebuah film yang dibintangi Aamir Khan akan dirilis untuk menyapa mereka. Untuk tahun ini – mengikuti Taare Zameen Par (Khan, 2007), Ghajini (A.R. Murugadoss, 2008), 3 Idiots (Rajkumar Hirani, 2009), Dhoom 3 (Vijay Krishna Acharya, 2013) dan PK (Hirani, 2014) – Khan membintangi sekaligus menjadi produser bagi Dangal, sebuah film bertema olahraga yang mendasarkan kisahnya pada kehidupan nyata mengenai mantan atlet gulat India, Mahavir Singh Phogat, yang kemudian mendorong keras kedua puterinya untuk mengikuti jejaknya menjadi seorang atlet gulat. Didukung oleh penulisan cerita yang kuat sekaligus pengarahan Nitesh Tiwari yang begitu handal serta penampilan para pengisi departemen aktingnya yang tampil begitu memikat, Dangal tidak hanya sukses menjadi sebuah film olahraga yang penuh dengan momen menegangkan namun juga sebuah sajian film keluarga yang terasa hangat dan begitu emosional.
Dangal berkisah mengenai Mahavir Singh Phogat (Khan), seorang atlet gulat nasional asal India yang terpaksa berhenti menjadi seorang atlet karena menilai negaranya tidak memberi perhatian yang cukup bagi para atlet sehingga mereka tidak dapat memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga mereka. Meskipun begitu, Mahavir tetap mempertahankan rasa cintanya pada negara dan olahraga gulat. Ia bermimpi, jika ia memiliki seorang anak laki-laki, maka ia akan melatihnya menjadi seorang atlet gulat yang handal yang kemudian dapat meneruskan mimpinya untuk menyumbangkan sebuah medali emas bagi negaranya. Sayang, takdir ternyata tidak berpihak pada Mahavir. Hingga anak keempatnya, Mahavir terus mendapatkan seorang anak perempuan. Mahavir hampir saja membuang jauh impiannya ketika ia kemudian menyadari bahwa dua anak perempuan tertuanya, Geeta (Zaira Wasim) dan Babita (Suhani Bhatnagar), memiliki kemampuan fisik yang menyerupai seorang petarung gulat. Dengan izin istrinya, Daya Shobha Kaur (Sakshi Tanwar), Mahavir lantas mulai melatih Geeta dan Babita – sebuah keputusan yang lantas membuat Mahavir dan keluarganya menjadi bahan cemoohan para keluarga dan tetangganya karena menilai anak perempuan tidak dapat dijadikan seorang atlet olahraga gulat. Namun, Mahavir telah bertekad keras untuk terus melatih kedua puterinya untuk meneruskan impiannya.
Di tangan seorang sutradara yang kurang handal, Dangal dapat saja berakhir sebagai sebuah film olahraga medioker – yang mengenyampingkan ceritanya demi menghadirkan adegan-adegan pertarungan olahraga. Beruntung, Dangal dieksekusi dengan sangat, sangat baik oleh Tiwari. Tidak hanya Tiwari mampu mengalirkan ritme penceritaan drama film ini dengan lancar, Tiwari bahkan mampu menghadirkan deretan adegan olahraga yang sangat memukau. Tiwari seolah membawa penontonnya langsung ke arena pertarungan gulat, menata pertarungan tersebut dengan begitu apik sehingga penonton dapat merasakan tiap detik ketegangan dalam menyaksikan karakter-karakter film ini dalam usaha mereka untuk meraih kemenangan. Tidak akan mengejutkan jika banyak penonton bahkan akan memberikan tepukan tangan mereka ketika adegan pertarungan gulat dalam film ini berakhir. Penataan adegan olahraga dalam Dangal jelas merupakan salah satu penataan adegan olahraga terbaik.. Tidak lupa, Tiwari juga menyajikan deretan lagu-lagu pengiring adegan film hasil garapan komposer Pritam dengan penulis lagu Amitabh Bhattacharya yang tampil begitu menyenangkan untuk didengarkan.
Dari segi penceritaan, Dangal juga bukanlah sebuah film olahraga biasa. Sekilas, naskah cerita besutan Tiwari, Piyush Gupta, Shreyas Jain dan Nikhil Meharotra mungkin terlihat sebagai film yang membawakan pesan-pesan moral tentang keluarga. Namun, dalam deretan dialognya, Dangal menghantarkan begitu banyak komentar-komentar sosial politik sekaligus budaya yang begitu relevan dengan kehidupan masyarakat India (dan dunia?) pada era modern. Mulai dari bagaimana para atlet yang kehidupannya terus diperlakukan sebelah mata oleh pemerintah negaranya, masyarakat yang selalu memberikan penilaian dan komentar atas suatu hal yang sebenarnya belum mereka mengerti hingga nilai-nilai feminisme tentang posisi dan peran wanita dalam kehidupan sosial yang masih saja sering dianggap berada di bawah posisi sosial kaum pria. Jangan khawatir. Komentar maupun kritik sosial yang disampaikan Dangal tersebut disajikan dengan lapisan penyampaian yang begitu halus – kadang dengan balutan komedi – yang membuatnya terasa lembut namun mampu menyergap pemikiran penontonnya dengan tepat.
Jika ada sedikit kejanggalan dalam jalan penceritaan Dangal mungkin hal tersebut dapat dirasakan dari pesan feminisme yang dibawakan. Well… dalam banyak bagian ceritanya, Dangal terus menerus memberikan pesan mengenai bagaimana wanita harusnya berada dalam strata sosial yang sama dengan pria atau melakukan apapun yang mereka mau sesuai dengan keinginan hati mereka. Tidak hanya lantas ditempatkan sebagai sosok makhluk yang nantinya hanya bertugas sebagai ibu yang bekerja untuk melayani suami dan membesarkan anak-anak mereka. Di saat yang bersamaan, Dangal juga menempatkan karakter-karakter wanitanya di bawah kontrol penuh ayah mereka – seorang pria – yang berusaha untuk mengatur kehidupan sang anak agar dapat mewujudkan mimpinya yang dahulu pernah kandas dan gagal tercapai. Sebuah pesan feminisme yang positif secara keseluruhan namun tetap terasa kontradiktif dalam penyampaiannya. Hal ini memberikan pengaruh khususnya pada akhir kisah dimana karakter Geeta lebih dominan terasa sebagai karakter wanita yang sebenarnya tidak dapat melakukan apa-apa tanpa sosok lelaki dalam kehidupannya.
Dari departemen akting, Dangal dipenuhi dengan penampilan-penampilan akting yang akan mampu membuat setiap penontonnya merasa takjub. Khan tampil dengan kualitas prima. Pencapaiannya untuk menaikkan dan menurunkan berat badan demi perannya sebagai sesosok mantan atlet jelas layak mendapatkan pujian lebih. Lebih dari sekedar penampilan fisik, penampilan akting Khan juga tampil luar biasa kuat, khususnya chemistry yang ia jalin bersama dengan para pemeran lainnya. Penampilan Wasim sebagai karakter Geeta di usia mudanya juga tampil memukau. Fatima Sana Shaikh yang berperan sebagai sosok Geeta dewasa juga hadir dengan penampilan yang meyakinkan. Namun, penampilan Wasim tampil begitu kuat sehingga ketika Shaikh menggantikan posisinya terasa adanya sebuah bagian yang hilang dalam penceritaan Dangal. Para pemeran pendukung lain juga tampil dengan kualitas yang sangat memuaskan. Kualitas yang turut menjadikan Dangal sebagai salah satu film terbaik yang dirilis di sepanjang tahun ini. Tidak hanya dalam standar sebuah film Bollywood, namun juga dalam skala pembuatan film secara keseluruhan.
Rating :