Review

Info
Studio : Kaplan Film Production
Genre : Drama
Director : Semih Kaplanoglu
Producer : Semih Kaplanoglu
Starring : Erdal Besikcioglu, Bora Atlas

Senin, 29 November 2010 - 01:36:12 WIB
Flick Review : Bal (Honey)
Review oleh : Galih Wismoyo - Dibaca: 3140 kali


Dalam bukunya yang berjudul Istanbul, Orhan Pamuk mengungkapkan sebuah fenomena unik yang menurutnya bisa ditemukan di Turki, yakni sebuah nuansa bernama Huzun. Huzun dapat diterjemahkan sebagai sorrow, atau durja. Menurut Pamuk, Turki merupakan negara tua yang terjangkiti Huzun. Dengan masa lalu yang begitu gemilang dan kini seperti runtuh tak berbekas, Turki menderita dan terpecah identitasnya antara Eropa dan Asia, Barat dan Timur.

Film Bal (Honey) mungkin adalah sebuah karya yang mampu menerjemahkan nuansa Huzun dalam layar lebar. Ia tampak indah dalam durja-nya. Tidak hanya itu, film ini dengan sempurna menuntun pirsawan ke dalam kontemplasi utuh ke dalam perjalanan hidup seorang anak malang yang sangat merindukan ayahnya. Disutradarai oleh Semih Kaplanoglu, Bal merupakan film terakhir dari Yusuf Trilogy, yang ketiga film-nya diceritakan dalam urutan terbalik. Film berdurasi 103 menit ini berjalan dengan lambat sekaligus puitis. Bal tidak menyuapi pirsawan dengan adegan dramatis yang terbaca jelas dan gamblang. Kaplanoglu lebih memilih kicau burung di pegunungan Asia tengah, bunyi kecipak sepatu yang bertemu dengan lumpur basah, bacaan puisi yang terdengar samar, atau bayangan seekor kuda yang muncul dari balik kegelapan.

Yusuf (dimainkan dengan sungguh gemilang oleh Bora Atlas) adalah seorang anak berusia enam tahun yang sangat mencintai ayahnya, Yakup (Erdal Besikcioglu). Tidak hanya itu, ia menggantungkan seluruh hidupnya pada perintah dan ajaran sang ayah. Yakup sebagai seorang petani madu di pedesaan Turki memiliki keahlian-keahlian khusus, menjadikannya seorang petani sekaligus teknisi handal, dan membuat sosoknya semakin dikagumi oleh Yusuf. Mereka melakukan segala hal bersama-sama. Dari membangun mainan kapal dari kayu, mencari lebah ke tengah hutan, sampai membaca buku hingga kalender. Pada suatu ketika, pekerjaan Yakup mengharuskannya meninggalkan Yusuf dan istrinya di rumah untuk sementara. Kepergian Yakup meninggalkan luka pada Yusuf, menjadikannya sedih dan galau, terutama setelah dalam kurun beberapa hari Yakup tidak pulang ke rumah dan tak jelas rimbanya.

Jika diringkas dalam metode sinopsis film modern atau film Hollywood yang kita kenal selama ini, maka Bal akan terasa ‘tidak penting’ dan membosankan. Tetapi jika kita melihat film ini dari sudut pandang berbeda, Bal justru membuka sebuah pengalaman menonton yang baru. Lebih dari itu, ia berhasil mempresentasikan kondisi dan budaya sebuah negara asing yang selama ini hanya kita dengar namanya dari media massa. Selain itu, Bal memiliki sinematografi yang sungguh kaya, dengan detail-detail mengagumkan yang ‘berbicara’ dalam konteks dan porsi yang tepat. Setiap ekspresi Yusuf memiliki arti khusus. Dari senyuman, bahkan gerakan bola matanya menyiratkan sebuah perubahan perasaan. Tiap sudut yang diambil oleh kamera memiliki informasi penting yang bisa dikaji oleh pirsawan. Perhatikan setiap long shot yang diambil, dan anda akan terkejut oleh banyaknya informasi yang bisa terkuak dari sana. Dari condongnya matahari, tatanan interior rumah keluarga Yakup yang nampak berubah-ubah, hingga sepatu dan baju yang digunakan oleh Yusuf, semuanya mengindikasikan waktu dan sekuens yang terjadi dalam film.

Apakah Bal terlalu berat dan lambat? Apakah Bal sulit dinikmati? Mungkin iya. Tetapi apakah hal tersebut merupakan sesuatu yang negatif dan demikian menjadikan film ini tak layak tonton? Sama sekali tidak. Berkebalikan dari itu, Bal adalah mahakarya yang berhasil mengantar sebuah cerita yang nampak ‘sederhana’, namun sesungguhnya memiliki kedalaman tak terbatas. Ia merupakan potret sempurna akan bagaimana sebaiknya sebuah film mengantarkan pirsawannya dalam kontemplasi di antara adegan-adegan panjang, sebuah puisi dan cerita yang berserak di tengah-tengah cerita, tatapan mata nelangsa dan ikatan batin yang tak retak walau maut memisahkan.

Di tengah film Bal, ada adegan sebuah puisi yang dibacakan. Silahkan diresapi dan anda akan menemukan ‘pesan tersembunyi’ yang mungkin tak pernah anda temukan sebelumnya dalam film ini.

 

Akan kubiarkan angin membasahi tanganku. Takkan ku bicara, pikiranku akan kosong. Cinta tak terbatas akan memasuki kalbu. Dan aku akan pergi jauh, jauh sekali, seperti pengembara...’

 

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.