Kita tidak akan melihat Agni, Arian dan Alde berseliweran di lorong kampus dan sibuk menyelesaikan skripsi, karena “Catatan Akhir Kuliah” tidak ada kaitannya sama sekali dengan “Catatan Akhir Sekolah”, bukan sekuel apalagi spin off. Sesuai dengan judulnya, film ini nantinya akan berlatar belakang dunia perkuliahan dan mengisahkan perjuangan Sam Maulana (Muhadly Acho), Sobari (Ajun Perwira) dan Ajeb (Abdur Arsyad) untuk bisa menyelesaikan skripsi lalu wisuda bersama. Perjalanan menuju ruang sidang akan penuh rintangan, untuk bisa lulus setelah bertahun-tahun kuliah memang tak semudah membalik telapak tangan. Mereka yang pernah melewati masa-masa “menyenangkan” mengerjakan skrip-shit tahu apa rasanya jadi Sam, “Catatan Akhir Kuliah” seperti mengajak saya nostalgia ke masa itu, masa penuh penderitaan, ketika kata “revisi” jadi momok yang sangat mengerikan. Lika-liku menyelesaikan skripsi inilah yang akan jadi atraksi utama dalam film yang disutradarai oleh Jay Sukmo ini. Kita akan melihat Sam bersusah payah mengerjakan bab demi bab, sambil nantinya kita juga dipertontonkan satu dan dua konflik besar yang makin menyusahkan jalan Sam untuk lulus.
“Catatan Akhir Kuliah” mungkin punya kedekatan tema, cerita Sam tidak asing untuk saya yang pernah ada di posisinya, setidaknya saya bisa sedikit memiliki kepedulian terhadap karakternya, walau sayangnya tidak akan lama. Segala tetek bengek skrip-shit dan revisinya itu memang membuat saya spontan tersenyum-senyum sendiri, tapi senyum saya pun cepat menguap ketika film ini menambah bagian percintaan dalam ceritanya. Jika saya masih bisa menikmati bagian yang menceritakan kesialan Sam untuk menyelesaikan skripsinya yang banyak revisi, saya kemudian segera menjauh, ketertarikan saya terhadap film ini turun drastis begitu saya melihat “Catatan Akhir Kuliah” hanya menampilkan karakter utama yang tak ada habisnya galau (mungkin judulnya harus diganti Galau Tiada Akhir atau Catatan Kegalauan Sam). Sekali dua kali wajar, tapi “Catatan Akhir Kuliah” malah keasyikan mengeksploitasi nasib apes Sam jika sudah berurusan dengan yang namanya perempuan. Lupakan soal skripsi, karena film ini segera berubah dari menyenangkan menjadi membosankan, apalagi dengan cerita yang berputar tak kemana-mana, menghabiskan durasi hanya untuk melihat Sam galau lagi.
Problematika cinta memang selalu menarik untuk dibahas di film, seklise apapun jika digarap dengan cara yang benar, hasilnya mungkin memberikan rasa manis yang pas pada ceritanya. “Catatan Akhir Kuliah” memang tak mungkin berfokus pada cerita Sam dan skripsinya saja, jadi tak ada salahnya menambahkan bagian yang mengisahkan perjuangan Sam untuk mendapatkan cinta dari Kodok (Anjani Dina). Sayangnya, begitu film ini dicampuri urusan asmara, rasa menyenangkan yang didapat pada paruh pertama langsung menjauh, apalagi saat film ini hanya mempertontonakan Sam dan kegalauannya. Porsi galau yang dilebih-lebihkan ini tidak saja menghilangkan rasa menyenangkan, tapi juga memaksa karakter lain, seperti Ajeb yang kocak untuk minggir, memberikan ruang yang lebar agar Sam bisa punya banyak waktu untuk menggalau. Bahkan porsi persahabatan antara Sam, Sobari dan Ajeb harus rela dikurangi, padahal kisah Sam dan sahabatnya ini menurut saya jauh lebih menarik, ketimbang menjejalkan “Catatan Akhir Kuliah” dengan kisah romansa yang sudah hambar, klise dan kadaluarsa. Efeknya seperti cewek yang melihat Ajeb menggodanya di kelas, langsung muntah-muntah.
Bagaimana dengan komedinya? Well, saya memang agak susah untuk mencerna letak kelucuan yang disodorkan “Catatan Akhir Kuliah”, tapi setidaknya Ajeb dan lawakan garingnya masih mampu membuat saya beberapa kali tertawa. Film ini masih punya momen-momen yang bisa dianggap lucu, sayangnya memang tidak banyak yang berhasil, apalagi humornya memang kebanyakan menggantungkan nasibnya pada kesialan demi kesialan yang dialami Sam. “Catatan Akhir Kuliah” jelas memakai formula yang sering dipakai film komedi lokal, membuat karakter semakin susah untuk memancing penonton tertawa, anggapannya ketika makin sial berarti semakin lucu, barangkali seperti itu. Sayangnya sajian komedi yang harusnya membuat saya terhibur justru malah menciptakan rasa suntuk. Walau belum mencapai level kantuk, “Catatan Akhir Kuliah” sudah membuat saya lebih dulu melambaikan tangan, tanda menyerah pada kontennya yang membosankan. Maaf jika saya terlampau jahat, tapi “Catatan Akhir Kuliah” mungkin lebih cocok untuk ditaruh di televisi, ditonton sambil tidur-tiduran dan ngemil batagor atau cilok, karena presentasi keseluruhannya tidak jauh dengan produk FTV.
Rating :