Diarahkan oleh seorang sutradara debutan, Henry Hobson, berdasarkan naskah cerita yang juga digarap oleh seorang penulis naskah debutan, John Scott III, Maggie jelas menawarkan sesuatu yang berbeda dengan kebanyakan film-film bertema mayat hidup lainnya. Film ini tidak menawarkan deretan adegan berdarah ketika sekelompok mayat hidup menyerang mangsanya ataupun adegan berdarah ketika mereka yang justru menjadi mangsa sekelompok karakter manusia yang berusaha untuk bertahan hidup. Maggie justru tampil sebagai sebuah film drama intim yang berkisah tentang hubungan antara seorang ayah dengan puterinya yang sedang berada dalam proses perubahan menjadi sosok mayat hidup yang dapat saja membahayakan nyawanya. Sebuah sentuhan cerita yang cukup menyegarkan meskipun Maggie masih seringkali terasa kaku dalam beberapa bagian pengembangan ceritanya.
Jalan cerita Maggie sendiri dimulai ketika Wade Vogel (Arnold Schwarzenegger) dikisahkan sedang dalam perjalanan untuk mencari puteri dari pernikahan pertamanya, Maggie (Abigail Breslin), ketika dunia sedang berada dalam ancaman wabah virus Necroambulist – sebuah virus yang secara perlahan mengubah korbannya menjadi sosok mayat hidup. Sial, ketika Wade berhasil menemukan Maggie, Maggie sedang berada dalam karantina rumah sakit akibat terjangkiti virus mematikan tersebut. Walau telah diingatkan tim medis bahwa membawa Maggie pulang dapat memberikan resiko fatal bagi orang-orang yang ada di sekitarnya, Wade akhirnya memutuskan untuk membawa Maggie pulang agar ia dapat menemani masa-masa terakhir hidup puterinya.
Maggie jelas merupakan sebuah jalinan cerita yang lebih lembut sekaligus melankolis dari sebuah film yang berkisahkan tentang para mayat hidup. Pertanyaan utama yang dilemparkan oleh film ini bukanlah mengenai bagaimana cara memusnahkan para mayat hidup yang membahayakan eksistensi umat manusia melainkan apakah masih ada rasa belas kasih ketika para mayat hidup tersebut berada dan tinggal di sekitar kita. Atau yang paling utama, apakah yang akan kita lakukan jika orang yang terkasih kita secara perlahan berubah menjadi sosok yang suatu saat dapat saja membahayakan hidup kita. Pertanyaan-pertanyaan intim yang disajikan melalui hubungan antara karakter ayah dan anak, Wade dan Maggie Vogel, inilah yang membuat jalan cerita Maggie tampil begitu mengagumkan.
Maggie tidak lantas mengubah penampilannya secara keseluruhan. Hobson masih menampilkan pendekatan yang sama tentang penggambaran mengenai sebuah dunia yang sedang berada di bawah ancaman para mayat hidup seperti jalanan yang terasa begitu sepi atau mayat hidup yang berusaha menyerang para manusia yang masih sehat atau penggambaran mengenai karakteristik mayat hidup yang memiliki penciuman tajam dan kulit yang terlihat membusuk. Namun drama yang terbentuk antara karakter-karakter dalam jalan cerita film inilah yang menjadi fokus utama Maggie. Sayangnya, meskipun menawarkan premis yang benar-benar menarik, Hobson seringkali terasa kurang mampu mengembangkan potensi drama yang sebenarnya telah ada dalam naskah cerita garapan Scott III. Meskipun diarahkan sebagai sebuah drama yang intim, keintiman antara setiap karakter terasa kurang mampu terikat baik satu sama lain akibat pengarahan cerita yang berjalan terlalu lamban. Pengembangan karakter juga terasa begitu minim sehingga berbagai konflik yang muncul, baik antara maupun intern setiap karakter, seringkali memiliki jarak yang membuat para penontonnya sukar menjalin hubungan emosional yang lebih kuat.
Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, Maggie hadir dengan kekuatan yang sangat solid dari penampilan akting para pemerannya. Schwarzenegger yang jelas lebih dikenal sebagai seorang bintang film-film aksi mampu menampilkan dengan baik sisi drama dan sensitifnya sebagai seorang ayah yang akan kehilangan puterinya. Breslin juga bermain baik. Ia mampu menghadirkan pergolakan sosok manusia yang sedang menghadapi kematiannya dengan begitu meyakinkan. Chemistry yang ia jalin dengan Schwarzenegger juga berjalan cukup mulus. Hobson sendiri menyajikan Maggie dalam tempo penceritaan dan atmosfer yang terasa kelam. Taktik tersebut cukup berhasil pada kebanyakan bagian meskipun tidak seluruhnya mampu membuat film ini terasa lebih mengikat. Dan sejujurnya, hal itulah yang membuat Maggie tidak terasa lebih istimewa. Ia mampu tampil dengan sentuhan cerita yang segar namun gagal untuk menyajikan kesegaran tersebut sebagai sebuah faktor yang menonjol bagi pengisahannya.
Rating :