Review

Info
Studio : Metafor Pictures Production
Genre : Comedy
Director : Richard Oh
Producer : Bernice Helena
Starring : Joko Anwar, Ario Bayu, Amink, Fachri Albar, Renata Kusmanto

Kamis, 09 April 2015 - 07:11:37 WIB
Flick Review : Melancholy is a Movement
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3747 kali


Sembilan tahun setelah merilis film layar lebar arahan perdananya, Koper (2006), Richard Oh kembali hadir dengan Melancholy is a Movement. Film yang menampilkan Joko Anwar serta sekumpulan pemain kunci dalam industri film Indonesia ini memang sepertinya dibuat sebagai ajang bermain bagi para orang-orang yang terlibat didalamnya. Bagaimana tidak? Masing-masing pengisi departemen akting film hadir memerankan versi lain dari diri mereka sendiri dalam jalinan cerita beraroma dark comedy yang kental berisi ironi mengenai kehidupan mereka sebagai orang-orang yang terjun langsung dalam dinamika industri film nasional. Lebih dari itu, Richard Oh juga menyajikan linimasa penceritaan Melancholy is a Movement dalam susunan eksperimental yang jelas akan membuat banyak penontonnya mengernyitkan dahi mereka selama 75 menit durasi perjalanan film ini.

Melancholy is a Movement sendiri berkisah mengenai Joko Anwar yang ketika sedang dirundung kemuraman akibat kehilangan sesuatu yang sangat berarti bagi dirinya kemudian mendapatkan tawaran untuk mengarahkan sebuah film reliji – sebuah jenis film yang selalu dianggap bertentangan dengan dirinya. Jawaban pribadi Joko terhadap tawaran tersebut jelas adalah menolak. Namun, akibat dorongan rekan kerja – sekaligus kondisi keuangan rumah produksinya yang sangat membutuhkan dana tambahan – Joko akhirnya memilih untuk mengarahkan film dengan jalinan kisah berpesan moral tersebut. Sebuah kejutan justru datang ketika film tersebut meraih sukses luar biasa secara komersial sekaligus dianggap kritikus sebagai film terbaik yang pernah diarahkan oleh dirinya.

Melancholy is a Movement sendiri jelas merupakan sebuah film yang berniat untuk memberikan sudut pandang lebih intim terhadap kondisi industri perfilman Indonesia sekaligus orang-orang yang berada di dalamnya. Bicara tentang idealisme, selera pasar, bujet produksi hingga proses pembuatan sebuah film, Richard Oh secara berani (baca: nekat) menghadirkan alur penceritaan filmnya secara acak – berkisah tentang satu cerita di adegan lain namun kemudian berpindah ke cerita lain yang sama sekali tidak berhubungan di adegan berikutnya. Menantang? Sangat. Namun Richard Oh jelas mengerti apa yang sedang ia kerjakan. Setiap adegan cerita acak tersebut mampu secara perlahan mempertegas bagaimana jalan pemikiran sekaligus kondisi emosional sang karakter utama. Penyajian kisah dalam balutan komedi juga mampu dimanfaatkan untuk menjadikan jalan cerita film menjadi lebih tajam penyampaiannya.

Harus diakui, eksperimen Richard Oh yang berlangsung dalam Melancholy is a Movement juga tidak selamanya berjalan mulus. Kehadiran adegan-adegan diam yang diambil dalam jangka waktu tertentu dalam film ini seringkali terasa sebagai style over substance. Terasa bagaikan sebuah kumpulan mimpi namun lama-kelamaan mengganggu karena terkesan hadir secara acak tanpa adanya tujuan penceritaan yang kuat. Hal yang sama juga terasa dalam beberapa adegan film. Acak. Mungkin Richard Oh memiliki pemaknaan lain terhadap berbagai adegan yang dihadirkannya dalam film ini – dan penonton jelas akan memiliki banyak interpretasi lain terhadap deretan adegan maupun gambar tersebut, namun deretan adegan yang tidak memiliki substansi esensial terhadap kekuatan penceritaan film jelas memberikan titik lemah tersendiri terhadap presentasi film secara keseluruhan.

Sebagai aktor utama, Joko Anawar sendiri memiliki kharisma yang kuat dalam mengikat perhatian para penonton Melancholy is a Movement secara utuh. Film dengan presentasi cerita eksperimental seperti film ini jelas membutuhkan satu karakter dengan pesona kuat yang mampu membuat penonton tetap tertarik untuk merangkai setiap detil penceritaanya. Joko Anwar jelas memiliki kelebihan tersebut. Deretan pemeran pendukung lain seperti Nazyra C. Noer, Ario Bayu, Karina Salim, Fachri Albar, Renata Kusmanto hingga sutradara film Indonesia lainnya, Upi, juga memberikan kesan yang cukup berarti lewat kehadiran terbatas mereka dalam film ini.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.