Review

Info
Studio : Mvp Pictures
Genre : Comedy
Director : Iqbal Rais
Producer : Raam Punjabi
Starring : Fathir Muchtar, Kinaryosih, Ringgo Agus Rahman, Aji Idol, Jonny Iskandar

Kamis, 04 November 2010 - 12:29:33 WIB
Flick Review : Senggol Bacok
Review oleh : Rangga Adithia (@adithiarangga) - Dibaca: 3593 kali


Sinopsis: Amarah yang tidak terkendali itu ibarat kita menghujamkan paku di tembok dengan palu, walau nantinya kita berhasil mencabut amarah tersebut tetapi “lubang” itu akan tetap ada membekas. Seperti tembok yang meninggalkan jejak lubang bekas paku, akan ada orang lain yang tersakiti. Bagi seorang Galang (Fathir Muchtar), amarah adalah aksesoris dalam kehidupannya. Apapun masalahnya, termasuk masalah sepele sekalipun, dia tidak segan-segan menyelesaikannya dengan kepalan tinju yang sudah “mendidih” dan tidak jarang berakhir dengan kekerasan yang membuat korbannya babak belur. Okay…okay! Galang memang akan seperti preman yang belum mendapat jatah makan siang jika sedang emosi tapi dia juga bisa seperti malaikat, karena toh dia masih punya sebuah hati untuk berbuat baik dan tentu saja jatuh cinta.

Setelah musibah yang dialaminya di kantor lama di Bandung, Galang memutuskan untuk “melarikan diri” ke Jakarta, mengakhiri hubungan dengan tunangannya yang kedapatan selingkuh dengan sang bos (si bos sendiri dibuat bonyok dipukuli Galang) dan mencoba memperbaiki hidup di tempat baru. Sampailah Galang di kost barunya, dia tidak bertemu dengan para Ratu Kostmopolitan kok, tapi justru bertemu dengan Disko (Aji Idol) dan Ibu Kost yang aneh karena dari hari ke hari bisa berubah dari buta ke tuli. Galang pun dipertemukan dengan Laras (Kinaryosih) lewat sahabat barunya Disko, si seniman yang gagal ikut kontes adu bakat. Namun sayangnya pertemuan awal Galang dan Laras tidak berjalan mulus karena Galang tidak sengaja menghajar ayah Laras yang dikira preman. Sejak saat itu, Galang yang menaruh hati pada putri ketua RT ini, harus rela dirinya terus-menerus tertimpa kesialan, termasuk membuat penyakit alergi kacang yang dimiliki ayah Laras kambuh.

Belum beres satu masalah, masalah lain datang tanpa diundang dalam bentuk Donny (Ringo Agus Rahman), penghuni baru dan teman sekamar Galang di tempat kost. Donny ini punya sejuta akal licik untuk makin menjauhkan Galang dan Laras—yang sudah jelek dimata ayahnya karena dicap sebagai pembawa sial—ditambah Donny juga cerdik dalam urusan “menjilat” di depan ayah Laras untuk menarik perhatiannya. Langkah “kotor” si Donny terbukti lebih ampuh untuk membuat dia semakin dekat engan Laras dan tentunya sang ayah, sedangkan Galang selalu kalah cerdik dan justru jadi bulan-bulanan kelicikan Donny. Walau terus tertimpa sial, ternyata Galang tetap tidak menyerah mendapatkan Laras. Sudah waktunya untuk Galang putar otak untuk bisa bersaing dengan Donny, tidak hanya mengandalkan emosinya saja, apakah dia berhasil?

Review: Menonton tanpa ekspektasi apa-apa ternyata ada hasilnya, malah awalnya saya kira film “Senggol Bacok” ini hanya akan menambah jajaran film komedi basi yang gagal dengan misinya untuk mengocok perut namun berhasil menghiasi wajah dengan senyum datar. Tetapi nyatanya, film yang disutradarai oleh Iqbal Rais (The Tarix Jabrix, Sehidup (tak) Semati) ini secara mengejutkan mampu membuat saya terhibur bahkan tertawa melihat aksi kocak Galang dan Donny dalam upayanya memperebutkan Laras, apalagi ditambah dengan beberapa poin menarik yang ditambahkan Iqbal ke dalam film ini. Pertama, saya bersyukur film yang ditulis oleh Ben Sihombing ini—ngomong-ngomong ini adalah debut film pertamanya—tidak terlalu memaksa saya untuk tertawa. Dengan bumbu-bumbu komedi yang pas dan tidak berlebihan, saya rasa justru menjadi nilai plus tersendiri film ini untuk memancing penontonnya tertawa.

Walau di beberapa momen lucunya tidak berhasil membuat saya tertawa, karena lagi-lagi menampilkan adegan “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Tapi beruntung film ini tidak terpancing, terlena, dan dikuasai ego untuk akhirnya hanya terjebak dengan komedi-komedi norak yang berlebihan. Puluhan bahkan ratusan film yang sudah lebih dahulu tayang di bioskop sudah mencobanya, saling mengekor formula yang sama dengan hanya bergantung pada permainan bodoh menyiksa para pemainnya untuk terlihat lucu. Namun hasilnya gagal karena komedi-komedi tersebut hanya sebuah proses daur ulang produk televisi yang dilayar-lebarkan, tidak menawarkan sesuatu yang baru dan justru melebih-lebihkan kebodohannya. Jika saya butuh komedi model begitu untuk apa saya membuang uang ke bioskop, lebih baik duduk di depan televisi sampai akhirnya tertidur pulas karena komedi yang membosankan, untuk apa saya ke bioskop jika hanya untuk numpang tidur.

Saya jarang bisa tertawa menonton film komedi yang belakangan muncul meramaikan perfilman tanah air. Tapi “Senggol Bacok” hadir untuk memecah kebisuan tawa saya. Selain tidak berlebihan ketika melepas adegan-adegan lucu ke layar, film ini juga punya beberapa senjata rahasia penampilan singkat tapi sangat konyol, seperti tukang ember yang tiba-tiba muncul tidak terduga dengan gaya uniknya. Momen langka dengan porsi hanya beberapa detik tapi bisa membekas karena menurut saya itu lebih lucu ketimbang harus mengorbankan salah-satu pemain untuk “disiksa” agar lucu, sudah cukuplah saya melihat komedi klise orang kejedut sesuatu karena kebodohannya. Setelah “Bebek Belur” lalu “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” dan “Aku atau Dia” dengan komedi romantisnya, kali ini “Senggol Bacok” berarti jadi film ke-empat yang lumayan sukses menghadirkan tawa disela-sela jalan cerita yang sedang fokus pada pertarungan otak dan otot antara Galang versus Donny.

Kendati menghibur penat saya dengan tawa di paruh awalnya, film ini sayangnya mulai terlihat kehilangan momentumnya di pertengahan durasinya. Makin banyak hal-hal yang berbau dipaksakan untuk hadir sebagai upayanya untuk mempertegas jika Galang itu masih orang baik-baik dan Donny diperlihatkan masih sangat-sangat menyebalkan. Untuk porsi menyebalkan Donny, saya justru tidak terganggu, tapi upaya Galang untuk meminta belas kasihan penonton agar bersimpati kepadanya menjadi kian terlihat jadi berlebihan dengan pernak-pernik kebetulan disana-sini dan momen “tiba-tiba” ini dan itu. Pada saat film ini berubah dari menyenangkan menjadi datar dan mulai membosankan dengan kesialan Galang yang ternyata tiada habis-habisnya, penonton pun dijauhkan dengan kurangnya chemistry antara Galang dan Laras.

“Senggol Bacok” tampaknya terlalu asyik menjadi “badut” ketimbang menyisakan porsi lebih untuk mengumpulkan simpati penonton atau membangun chemistry antara Galang dan Laras. Ketika saya berharap si tukang ember muncul kembali, ternyata yang muncul justru kejutan yang tidak disangka-sangka karena awalnya saya sudah menebak-nebak dengan mudah akhir ceritanya tanpa berpikir akan ada sebuah twist. Namun sekali lagi kejutan ini pun seharusnya bisa tampil lebih menarik lagi, karena tampak terburu-buru membungkus cerita karena durasi yang mendekati akhir, jadinya saya hanya bisa berkomentar “oooh ternyata begitu yah” ketimbang menambahkannya dengan kata “wow!”. Setidaknya kejutan tersebut mampu mengangkat mata saya yang mulai layu dan menyelamatkan film ini dari jalan cerita yang membosankan.

Dari sisi akting, perhatian saya tertuju pada aktor yang makin sering muncul di layar lebar tahun ini, Ringo Agus Rahman, ternyata dia mampu memerankan perannya dengan baik sebagai orang yang menyebalkan. Sedangkan lawan mainnya Fathir Muchtar, performanya bisa dibilang turun naik, kadang kaku tapi di beberapa adegan memang sangat cocok, termasuk ketika dia sedang naik darah. Lalu ada Kinaryosih yang jadi pemanis yang memang bermain manis dan sangat lugu, pas sekali membawakan gadis kuliahan yang belum pernah pacaran (yang saya tangkap sih seperti itu). Aji Idol juga tampil cukup mendukung untuk peran side-kick Galang dengan logat Jawa-nya yang kental, bahkan menurut saya aktingnya natural tidak berlebihan. “Senggol Bacok” tidak sampai “membacok” syaraf tawa saya hingga putus, tetapi senggolan komedinya cukup menghibur dengan beberapa kekurangan yang bisa diperbaiki kedepannya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.