Merupakan film Indonesia pertama yang menggunakan Bahasa Mandarin sebagai bahasa pengantar utama dalam sebuah film Indonesia, Silent Hero(es) berkisah mengenai seorang gadis bernama Yunia alias Yong Yong (Fina Phillipe) yang begitu menyukai seni budaya Barongsai. Sayangnya, minatnya untuk terus bermain dan mengembangkan budaya Barongsai di Indonesia terhalang oleh kedua orangtuanya yang memandang bahwa kegiatan tersebut sama sekali tidak memiliki manfaat. Guna mengalihkan pemikirannya dari Barongsai, kedua orangtuanya lantas mengirimkan Yong Yong ke Jakarta untuk melanjutkan kuliahnya. Beruntung, Yong Yong justru bertemu dengan Ernest alias Ah Cheng (Ivanaldy Kabul) yang memiliki minat yang sama dengannya dalam bermain Barongsai dan kemudian mengajak Yong Yong untuk bergabung ke sanggar Barongsai milik Suhu Fang (Firman Liem).
Terlepas dari penggunaan Bahasa Mandarin berdialek Hakka dalam film ini, Silent Hero(es) sebenarnya memiliki tema penceritaan yang telah cukup familiar. Merupakan film layar lebar perdana yang diproduseri, sutradarai sekaligus ditulis naskah ceritanya oleh Ducko Chan, Silent Hero(es) dibentuk sebagai sebuah rangkaian kisah yang ingin menunjukkan mengenai mengenai usaha sekelompok karakter untuk terus mendukung eksistensi budaya Barongsai di Indonesia. Namun, sejujurnya, naskah karya Ducko Chan tidak mampu berbicara sekuat itu. Pada kebanyakan bagian, Silent Hero(es) seringkali hanya memanfaatkan kehadiran seni Barongsai sebagai pemicu konflik antar karakter dalam jalan cerita film ini dan tidak pernah benar-benar mampu menempatkannya sebagai perhatian utama dari jalan cerita Silent Hero(es). Hal ini yang membuat film ini kurang berhasil untuk mengembangkan ide cerita yang semenjak awal telah ditanamkan pada penontonnya maupun pemaknaan dari “pahlawan” yang digunakan sebagai judul film.
Meskipun begitu, naskah cerita Silent Hero(es) tergarap dengan cukup baik pada dua pertiga penceritaannya. Meskipun pada beberapa bagian masih terasa lemah, Ducko Chan mampu menggarap konflik-konflik yang menarik untuk masing-masing karakter sekaligus memberikan setiap karakter dalam jalan cerita film ruang yang cukup untuk mengembangkan masing-masing penceritaannya. Di bagian ketiga film-lah Silent Hero(es) terasa benar-benar berantakan. Entah mengapa, setelah menyusun jalan cerita dengan semikian rupa – rapi meskipun tidak istimewa – Ducko Chan lantas menghadirkan deretan adegan dengan ritme penceritaan kilas balik. Ducko Chan mungkin bermaksud untuk menjelaskan sekaligus menyelesaikan beberapa konflik yang hadir dalam beberapa adegan sebelumnya. Namun penempatan adegan-adegan kilas balik yang digabungkan menjadi satu di akhir film Silent Hero(es) jelas terasa seperti film ini telah kehilangan arah penceritaannya.
Ducko Chan sendiri cukup mampu memberikan pengarahan yang baik pada jajaran pengisi departemen akting film ini. Nama-nama pemeran seperti Fina Phillipe, Firman Liem dan Ivanaldy Kabul yang masih belum terdengar familiar mampu memberikan penampilan akting mereka yang meyakinkan. Silent Hero(es) juga mendapatkan penampilan yang sangat mengagumkan dari seorang Nirina Zubir. Penampilan Nirina sebagai Karina dalam film ini jelas merupakan salah satu penampilan terbaik yang pernah ia berikan dalam sebuah film Indonesia – tidak terlalu showy namun terus menerus meminta perhatian penonton pada karakter yang ia perankan. Secara keseluruhan, Silent Hero(es) adalah debut penyutradaraan yang jauh dari kesan sempurna namun jelas hadir dengan pengemasan yang tidak mengecewakan.
Rating :