Mereka yang telah mengenal deretan film yang diarahkan oleh Bennett Miller seperti Capote (2005) dan Moneyball (2011) jelas telah familiar dengan teknik pengarahan Miller yang begitu mendalam ketika menggarap detil sebuah penceritaan, menyelami setiap sisi pemikiran karakter-karakternya namun tidak pernah membiarkan sisi emosional dari setiap plot cerita maupun karakter yang ia gali untuk hadir meluap dalam setiap adegan filmnya. Teknik eksekusi penceritaan itulah yang kembali dihadirkan Miller dalam Foxcatcher – sebuah kisah, yang seperti halnya Capote dan Moneyball, juga terinspirasi dari sebuah kejadian nyata.
Dengan naskah cerita yang digarap oleh E. Max Frye (Something Wild, 1986) dan Dan Futterman (Capote), Foxcatcher berkisah mengenai perjuangan dua orang pria dalam mempertahankan harga diri mereka: satu diantaranya berusaha keras untuk mengesankan sang ibu yang sepertinya selalu gagal untuk menghargai apapun yang ia lakukan sementara satu pria lainnya berusaha untuk keluar dari bayang-bayang kesuksesan sang kakak yang selalu menghantui kehidupannya. Tentu saja, premis tersebut adalah sebuah gambaran (terlalu) sederhana dari naskah arahan Frye dan Futterman yang sebenarnya begitu kompleks dan mengandung banyak lapisan kisah. Lebih dari itu, naskah cerita Foxcatcher dengan lihai menyinggung berbagai permasalahan sosial masyarakat modern dalam interaksi para karakternya: mulai dari perbedaan kelas, keserakahan, eksploitasi mimpi, kecemburuan sosial hingga ambisi yang seringkali menggelapkan mata orang yang memilikinya. Mungkin bukanlah deretan tema yang dapat dilihat secara kasat mata namun jelas tertanam kuat dalam penceritaan Foxcatcher.
Foxcatcher juga merupakan sebuah pembelajaran karakter yang kuat. Hadir dengan tempo penceritaan yang cenderung lamban, Miller memaparkan motif, aksi serta jalan pemikiran setiap karakternya dengan begitu seksama. Setiap karakter dibuat sedemikian kuat agar mampu tampil menonjol dan saling mempengaruhi satu sama lain. Penggambaran karakter yang begitu reaktif inilah yang berhasil membawa kereta penceritaan Foxcatcher untuk dapat terus berjalan lugas meskipun tanpa pernah datang dengan konflik maupun emosi yang begitu berapi-api. Dingin namun mampu dengan tegas secara perlahan menusuk perhatian para penontonnya.
Sebagai sebuah film yang mengedepankan pembelajaran karakter dalam alur kisahnya, Foxcatcher jelas menumpukan kualitas utamanya dari penampilan para pengisi departemen aktingnya. Kebrilianan Miller sekali lagi hadir lewat kemampuannya untuk memilih para aktor maupun aktris yang tepat sekaligus memandu mereka untuk menghidupkan setiap karakter yang ada dalam penceritaan Foxcatcher. Tiga aktor utamanya, Steve Carell, Channing Tatum dan Mark Ruffalo tampil dengan kekuatan penampilan yang begitu mengagumkan. Sebagai sosok John Eleuthère du Pont, Carell mampu menyajikan satu karakter dengan jiwa yang begitu kosong dalam setiap perbuatannya. Carell mampu menampilkan sosok penyendiri yang berusaha begitu kuat untuk mengesankan setiap orang yang ada di sekitarnya sekaligus terasa memendam kebencian serta menyalahkan dunia sekitarnya atas kondisi jiwa yang ia rasakan saat itu. Kompleks dan mampu dieksekusi dengan cerdas oleh Carell.
Karakter Mark Schultz yang diperankan Tatum – yang tampil dengan penampilan terbaiknya di dunia film hingga saat ini – juga kurang lebih menjadi refleksi bagi karakter John Eleuthère du Pont. Keduanya adalah sosok yang merasa bahwa mereka butuh untuk membuktikan keberadaan mereka di dunia. Dan chemistry yang tercipta ketika kedua karakter ini bersama dan saling mendukung satu sama lain dalam caranya masing-masing mampu dihadirkan dengan begitu meyakinkan. Dingin… dan seringkali terasa menakutkan. Walaupun hadir dalam porsi penceritaan karakter pendukung, karakter Dave Schultz yang diperankan Ruffalo jelas menjadi antitesis sendiri bagi karakter John Eleuthère du Pont dan Mark Schultz. Penampilan Ruffalo yang begitu hangat dan bersahabat jelas menjadi lawan tersendiri bagi penampilan dingin dan begitu gloomy dari Carell dan Tatum. Ketiga penampilan inilah yang kemudian berpadu dan menciptakan kedinamisan akting yang sempurna bagi Foxcatcher. Tidak lupa, dukungan penampilan dari Vanessa Redgrave dan Sienna Miller turut menambah kekuatan kualitas departemen akting Foxcatcher.
Meskipun sebuah sajian yang tidak dapat dibantah kecerdasannya, seperti layaknya Capote dan Moneyball, pendekatan Miller yang begitu dingin pada Foxcatcher jelas akan memberikan ruang yang cukup besar bagi banyak penonton untuk dapat menikmati film ini dengan lebih nyaman. Namun, meskipun perlahan, ketika Foxcatcher berhasil menangkap perhatian Anda, film ini akan memberikan sebuah pengalaman penceritaan yang begitu kuat lewat penampilan mengagumkan dari para pengisi departemen akting film, tata produksi yang hadir hampir tanpa cela serta kemampuan penceritaan Miller yang lugas dalam menggarap setiap detil sisi kisah yang ingin ia sampaikan.
Rating :