Review

Info
Studio : Legendary Pictures/Thunder Road Film
Genre : Action, Adventure, Fantasy
Director : Sergei Bodrov
Producer : Basil Iwanyk, Thomas Tull, Lionel Wigram
Starring : Jeff Bridges, Ben Barnes, Alicia Vikander, Olivia Williams, Julianne Moore

Kamis, 22 Januari 2015 - 06:37:15 WIB
Flick Review : Seventh Son
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 4224 kali


Ada beberapa alasan mengapa Seventh Son telah mengalami beberapa kali penundaan rilis. Awalnya dijadwalkan rilis pada awal tahun 2013, Seventh Son kemudian sempat mengalami beberapa kali pergantian pemain utama – dengan Jennifer Lawrence, Alex Pettyfer dan Sam Claflin sempat dikabarkan memiliki peran dalam film ini. Tidak hanya dari departemen akting, komposer musik A. R. Rahman dan Tuomas Kantelinen juga kemudian memilih untuk tidak lagi terlibat dalam film arahan Sergei Bodrov ini setelah mengalami beberapa kali penundaan jadwal proses produksi. Yang teranyar, jadwal rilis Seventh Son kembali mengalami penundaan rilis hingga awal tahun 2015 akibat kepemilikan rumah produksinya, Legendary Pictures, yang berpindah dari Warner Bros. ke Universal Pictures.

Terlepas dari berbagai alasan teknikal tersebut, Seventh Son sebenarnya memiliki satu penyebab kuat mengapa film yang kembali mempertemukan Jeff Bridges dan Julianne Moore setelah The Big Lebowski (1998) tersebut lama tersimpan jauh setelah melewati masa proses produksinya: Seventh Son adalah sebuah hasil produksi yang sangat lemah. Suatu hal yang sangat mengejutkan memang mengingat film ini berhasil menarik minat beberapa talenta terbaik Hollywood untuk terlibat di dalamnya. Selain Bridges dan Moore, Seventh Son juga menghadirkan penampilan akting dari Ben Barnes, Alicia Vikander, Olivia Williams, Kit Harrington dan Djimon Hounsou. Nama-nama tersebut harus diakui menjadi aset utama dari Seventh Son dengan usaha terbaik mereka dalam memberikan penampilan akting yang memuaskan. Sayang, tak satupun dari karakter yang mereka perankan mampu dituliskan dengan baik untuk jalan cerita film ini.

Karakter antagonis utama yang diperankan oleh Moore sebenarnya memiliki peluang untuk tampil kuat dan mencuri perhatian penonton. Namun, dengan porsi penulisan karakter yang miskin, karakter Moore tampil hanya sebagai karakter yang melakukan berbagai hal familiar yang dilakukan karakter antagonis dalam film-film sejenis. Tidak lebih. Sama halnya dengan karakter yang diperankan Bridges. Kembali berperan sebagai seorang mentor bagi karakter yang diperankan Ben Barnes, Bridges terlihat malas-malasan dalam berusaha untuk menghidupkan karakternya. Hasilnya? Karakter Bridges terlihat seperti karakter serupa yang ia tampilkan dalam film R.I.P.D. (2013) – dengan kostum yang berbeda, tentu saja.

Hal yang sama juga terjadi pada pemeran lain: Olivia Williams dan Djimon Hounsou mendapatkan porsi penceritaan yang terlalu minimalis, peran Alicia Vikander terasa hanyalah sebagai karakter “kekasih” yang tidak terlalu berguna di banyak bagian film dan Kit Harrington kini mungkin merasa begitu beruntung mengingat dirinya tidak terlibat terlalu banyak dalam film ini. Sebagai pemeran sang karakter utama, Ben Barnes adalah satu-satunya aktor yang memiliki porsi penggalian cerita yang maksimal dan Barnes juga mampu memberikan penampilan yang tidak mengecewakan. Namun, tetap saja, di tengah berbagai kekacauan yang terjadi dalam film ini, penampilan Barnes terasa teredam dan gagal untuk tampil bersinar.

Dan penulisan karakter hanyalah kakurangan minor dalam kualitas naskah cerita Seventh Son yang memang terasa begitu medioker. Diadaptasi dari bagian awal seri buku cerita The Wardstone Chronicles yang berjudul The Last Apprentice: Revenge of the Witch karya Joseph Delaney oleh Charles Leavitt dan Steven Knight, naskah cerita Seventh Son sama sekali tidak memberikan sebuah petualangan baru bagi penontonnya. Terlebih lagi, kisahnya yang terasa begitu familiar bagi para penikmat genre fantasy Hollywood mendapatkan eksekusi yang begitu lemah dari sutradara Sergei Bodrov. Bodrov terasa tidak memiliki visi yang jelas mengenai apa yang ingin ia sampaikan pada film ini. Dan hal tersebut diikuti dengan kualitas tata produksi yang juga hadir seadanya – jika tidak ingin disebut benar-benar mengecewakan. 103 menit durasi film ini terasa berjalan tanpa adanya detak kehidupan sama sekali. Tidak ada aliran emosi yang mengikat penonton untuk terus merasa tertarik mengikuti kisahnya. Tidak ada ketegangan yang hadir ketika menyaksikan menit-menit petualangan dalam film ini berjalan. Datar.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.