Tidak perlu menuliskannya berderet-deret karena 7 Hari 24 Jam (7/24) hanya memiliki satu alasan kuat yang menggarisi mengapa film ini begitu layak untuk disaksikan: Dian Sastrowardoyo kembali berakting di layar lebar! Setelah vakum selama kurang lebih 6 tahun, aktris yang angkat nama lewat film fenomenal Ada Apa Dengan Cinta? ini mencoba untuk mengasah lagi kemampuan berlakonnya yang diistirahatkan menahun dengan mengambil peran di luar zona nyamannya. Ya, terbiasa berperan di film-film yang berada di ranah drama, untuk sekali ini Dian Sastro bersedia menerima tantangan berlaga di genre komedi romantis. Lewat 7 Hari 24 Jam arahan Fajar Nugros – baru saja menyuguhi kita denganBajaj Bajuri the Movie – perempuan yang terakhir kali bermain di 3 Doa 3 Cinta ini ditantang untuk mengocok perut penonton dengan keahlian komikalnya. Akankah ini menjadi sebuah comeback yang memuaskan atau justru, yah, sebaiknya dianggap tidak pernah terjadi saja?
7 Hari 24 Jam beranjak dari sebuah premis yang unik menggelitik; bagaimana jadinya jika pasangan suami istri super sibuk akhirnya jatuh sakit di waktu bersamaan... dan dirawat pula di sebuah kamar rumah sakit yang sama? Kehebohan tentu akan meletus terlebih saat rahasia-rahasia yang selama ini dipendam mulai menampakkan diri satu persatu. Sederet kekacauan yang menghiasi film bermula dari pingsannya seorang sutradara film terkenal, Tyo (Lukman Sardi), di lokasi syuting lantaran kelelahan. Divonis menderita penyakit Hepatitis A, Tyo pun mau tak mau harus menginap di rumah sakit hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Dengan runtuhnya Tyo, maka pekerjaan yang dilakoni Tania (Dian Sastrowardoyo) di tengah-tengah kesibukannya yang luar biasa padat pun serta merta bertambah. Menjalani ritme kehidupan yang tak beraturan selama tiga hari, Tania pun ikutan tumbang. Mengingat keduanya di bawah penanganan dokter yang sama, dr Henky (Hengky Solaiman), Tyo dan Tania pun berbagi ruangan. Di saat-saat bersama dalam kondisi tak menguntungkan inilah, pernikahan Tyo dan Tania yang segera memasuki usia ke-5 dilanda ujian.
Boleh dibilang, 7 Hari 24 Jam adalah salah satu film terlucu dari dalam negeri tahun ini. Sebuah crowd-pleaser yang sungguh mengasyikkan. Betapa tidak, sejak menit pembuka yang memiliki dialog semacam “Sholat paling tuma’ninah sekalipun tidak selama ini!” dipergunakan untuk adegan ciuman, pertanda positif telah dikumandangkan. Gelak tawa telah hadir hanya beberapa saat setelah film membuka gelaran cerita. Sebuah permulaan menjanjikan, sekalipun kekhawatiran terhadap segala kelakar yang dicetuskan oleh Nataya Bagya perlahan akan terasa mengering tetap menghantui. Hanya saja, setelah menit demi menit berlalu dan satu demi satu lelucon dilemparkan ke penonton, ketakutan nyatanya tak sepenuhnya terbukti. Well, memang tak bisa dielakkan masih ada satu dua guyonan yang meleset dari sasaran, namun seringkali berhasil tertangani secara baik sehingga momen-momen penuh canda tawa yang menciptakan keriuhan penonton pun masih menghiasi film.
Ketika paruh awal dihiasi oleh kegembiraan yang menyegarkan, film setapak demi setapak berbelok ke arah lebih serius menjelang akhir. Tidak dalam artian yang membuat dahi penonton mengerut, melainkan memberi sensasi menohok, manis, dan hangat di saat bersamaan. Memberi penekanan terhadap pesan yang ingin diutarakan. Memberi sesuatu untuk dibawa pulang oleh penonton, bukan sekadar tawa kosong belaka. Selain bergantung kepada seberapa tepat racikan naskah Nataya dan pengarahan dari Fajar Nugros, sebagai sebuah film yang diproklamirkan sebagai komedi romantis maka kesuksesan 7 Hari 24 Jamdipanggul pula oleh departemen akting. Beruntung, dua pemain yang ditempatkan di garda terdepan oleh Nugros, Dian Sastro dan Lukman Sardi, memiliki standar akting tinggi. Walau beristirahat akting selama menahun, Dian Sastro tetap luwes berlakon dan memberi kita kejutan dengan menunjukkan betapa mengagumkannya dia dalam berakting komikal sehingga sulit membayangkan tokoh Tania diperagakan oleh aktris lain. Yup, she’s that good!
Bahkan, Lukman Sardi yang biasanya terjebak di peran-peran yang cenderung monoton untuk sekali ini tampak segar serta berhasil mengimbangi Dian Sastro yang (tak disangka-sangka) sangat kocak. Seolah tanpa dihujani kesulitan, keduanya pun berhasil membangun chemistry sangat meyakinkan sebagai pasutri gila kerja yang sering ribut karena beragam persoalan sepele tetapi tetap terasa memiliki pancaran cinta kasih. Penonton dibuat bersimpati kepada Tyo dan Tania sekaligus mempercayai bahwa ya, kedua tokoh ini memang ada. 7 Hari 24 Jam bukan saja soal Dian Sastro dan Lukman Sardi karena para pemain pendukungnya pun memberi bala bantuan untuk menghidupkan suasana berbentuk comedic timing yang pas – sebut saja Hengky Solaiman (dialog andalannya “speechless saya!” tak pernah gagal mengundang tawa), Verdi Solaiman, Minati Atmanegara, Indra Birowo, hingga Husein Alatas. Berkat mereka, film berbahan dasar premis yang lezat ini pun terasa semakin renyah untuk dinikmati sehingga menjelmakannya sebagai kado indah bagi siapapun yang merindukan Dian Sastro. Ya, 7 Hari 24 Jam adalah sebuah ajang comebackyang memuaskan untuk Dian Sastro dan... salah satu karya terbaik dalam filmografi Fajar Nugros.
Rating :