Biasanya saya bangga melihat film Indonesia khususnya genre horor “dipajang” dalam bentuk artikel atau bahkan hanya berita film, di situs-situs film berbahasa asing alias dari luar negeri. Berarti itu menandakan bahwa film Indonesia memang dilirik oleh dunia internasional. Namun kebanggaan saya sedikit terkoyak ketika saya melihat situs horor macam arrowinthehead, mengisi slot beritanya dengan judul film paling fenomenal tahun ini “Setan Facebook”. Saya pun makin dikagetkan dengan kenyataan berita tentang film yang diproduksi oleh studio yang sama yang membuat “Jinx” ini sudah tersebar luas ke situs-situs horror lainnya seperti horrornews.net, dan horror-asylum.com, bahkan sampai juga ke tangan-tangan penulis di beyondhollywood.com. twitchfilm.net, dan quietearth.us. Berita-berita tersebut dilengkapi dengan judul-judul kreatif dan bervariasi, contohnya: “Forget The Social Network... Indonesia's got Satan’s Facebook”, judul yang mencolok dan bernada sama terkesan mengolok-ngolok. Saya pun spontan berkomentar “kenapa harus film seperti ini yang dilihat oleh mata internasional”.
Lucunya lagi film ini muncul pada saat yang pas ketika “The Social Network”-nya David Fincher tengah diagung-agungkan oleh kritikus film, lumayanlah bisa kecipratan sedikit (atau tidak sama sekali) popularitas film tersebut. Dengan mendompleng nama besar situs jejaring sosial Facebook dan makin eksis dipublikasi oleh situs-situs asing, apakah film ini berhasil memancing rasa penasaran penonton yang bertanya-tanya seperti apa setan jika bermain fesbuk? lalu merekomendasikannya di masing-masing wall fesbuk-nya. Jika saya kembali melihat beberapa bulan ke belakang, ternyata ada fakta menarik yang lebih mengagetkan sekaligus lebih mengoyak. Fakta tersebut adalah hingga bulan Oktober ini hanya ada satu film bergenre horor yang sukses menyilet-nyilet rasa kepuasan penonton khususnya penggemar horor, yah saya sedang membicarakan film Macabre alias Rumah Dara. Sedangkan sisanya, berjejer judul-judul yang saling berlomba dan berebut tempat terhormat sebagai horor ter-buruk tahun ini, dari Diperkosa Setan sampai Pocong Jumat Kliwon. Kapan saya bisa melihat lagi horor yang sanggup membuat saya menari-nari di atas kubangan darah, kegirangan, berteriak, dan ketakutan?
“Setan Facebook” yang disutradarai oleh Helfi Kardit (Arisan Brondong) mengawali kisahnya dengan aksi Farah update status di facebook, tidak mengenal tempat dan waktu, sampai harus dikeluarkan dari kelas karena tertangkap dosen sedang bermain facebook. Sampai suatu ketika kejadian-kejadian aneh mulai terjadi, semuanya berkaitan dengan seseorang bernama Mira Anindhita. Salah satu musuh Farah di kampus yang sebelumnya sempat bertengkar dengannya, ditemukan tewas mengenaskan setelah “bertemu” dengan Mira Anindhita di facebook. Teror Mira yang ternyata si Setan Facebook ini, selalu dimulai dengan meminta konfirmasi untuk menjadi teman, lalu mulai menyapa dengan memanfaatkan fitur chat di facebook. Selanjutnya selagi sang korban dibuat penasaran dengan lawan chatting-nya atau ketakutan karena kadang Mira menuliskan sesuatu yang aneh-aneh, sosok hantu tiba-tiba muncul dari tempat tidak terduga termasuk dari dalam layar komputer. Farah dan temannya Cici pun meminta bantuan Roni, seorang playboy dan juga hacker, untuk menyelidiki siapa sebenarnya Mira Anindhita. Namun sebelum misteri ini terkuak, Farah, Cici, dan Roni sudah terlebih dahulu didatangi oleh Setan Facebook, yang mengancam “status” kehidupan mereka.
Poster “Setan Facebook” sebenarnya sudah mewakili porsi berlebihan kemunculan hantu di film ini. Dari awal layaknya orang yang tidak bisa menahan buang air kecil, film ini sudah memunculkan sosok “pengganggu”-nya dalam bentuk setan yang hobi sekali main fesbuk. Kadar narsis itu sayangnya tidak didukung oleh formula penampakan yang baru, justru bisa dikatakan sangat mengganggu mata dan telinga. Formula kadaluarsa yang sudah banyak dipakai di film-film horor sebelumnya masih jadi pilihan film ini dalam upayanya menakuti penonton. Horor memang erat hubungannya dengan adegan-adegan yang mengagetkan, tapi disini adegan tersebut menjadi luar biasa mengganggu. Bukan kaget yang dihasilkan, tapi kemunculan hantu yang tidak seram di setiap kemunculannya yang menggelikan ini sangatlah mengganggu. Gangguan utama datang bukan dari teror-teror yang diharapkan mengerikan (fail), tetapi muncul dari musik pendukung yang benar-benar di-setting untuk merusak telinga, sangat tidak nyaman. Bayangkan di setiap sesi penampakan, saya terpaksa menutup telinga karena memang efek suara dan musik di film ini dibuat sangat tidak bersahabat, sangat-sangat berisik. Bisa dibilang setan di film ini justru kalah “seram” dengan efek-efek suara dan musik-musik latar belakang tersebut.
Ketika film ini begitu “betah” duduk berjam-jam memikirkan lusinan adegan yang bisa diharapkan membuat penonton menjerit dan ketakutan, lalu kenyataannya (sayangnya) tidak berhasil, seperti biasa akan ada yang dikorbankan. Pertama plotnya, saya biasanya tidak terlalu peduli dengan plot yang klise dan chessy sekalipun, jika memang film tersebut sukses menyampaikan teror-horornya dengan baik. Namun “Setan Facebook” seolah ingin membuat plotnya terasa renyah tetapi sekali lagi gagal diesekusi dan malah sebaliknya terlihat dangkal dan bodoh dengan segala macam misteri yang berputar-putar hanya mempersoalkan eksistensi setan yang gemar bermain fesbuk. film ini memang menambah pernak-pernik “twist”, tapi niat baik tersebut tidak menyelamatkan filmnya yang sudah telanjur memuakkan dari awal. Pada saat saya tidak peduli dengan plotnya yang memaksa semua orang di film ini untuk sibuk mencari-cari password (untuk apa?) agar bisa mengusir setan fesbuk selama-lamanya. “Twist”-nya sendiri juga dipaksakan untuk tersambung dengan benang merah ceritanya yang kusut dan hanya menambah durasi menjadi makin membosankan. Lengkap sudah penderitaan menonton film ini—sepertinya penonton lebih menderita dibanding para karakter di filmnya sendiri—ketika semua pemainnya berakting datar dan tidak menyampaikan rasa takut mereka dengan baik kepada penonton, ditambah porsi akting mereka ditemani oleh dialog-dialog aneh. “Setan Facebook” seharusnya memperbaiki formula horornya jika memang ingin lanjut untuk eksis di twitter, sampai jumpa di sekuelnya “Setan Twitter”!
Rating :