Akhir-akhir ini sepertinya tengah menjadi trend untuk memutar kisah dongeng klasik dan memiliki alur yang sedikit berbeda. Sebut saja Snow White and the Huntsman (2012) atau yang terbaru, Frozen (2013). Dimaklumi, karena sebagian besar penonton familiar dengan materi aslinya dan bukan sekali diangkat dalam bentuk film, sehingga sineas masa kini mencoba untuk menceritakan kisah yang sama dalam perspektif yang berbeda.
Dan Maleficent merupakan bagian dari trend ini. Sosok antagonis dalam kisah Sleeping Beauty atau Putri Tidur ini memang memiliki kharismanya tersendiri, sehingga menjadi salah satu sosok yang paling dikenang. Kali ini Angelina Jolie mengambil alih Maleficent dan menjadikannya sentra kisah.
Agak mengingatkan akan drama panggung Wicked, dimana sudut pandang justru diambil dari sisi sang penyihir, maka Maleficent juga bertutur sama. Hanya saja ini film Disney yang kita bicarakan. Oleh karenanya, meski berpotensi untuk menjadi gelap dan kelam, tetap nuansa kekeluargaan, magis dan fantasi menjadi sajian utama.
Secara garis besar, Maleficent masih setia dengan kisah aslinya, yaitu tentang Putri Aurora (Elle Fanning) yang mendapat kutukan dari Maleficent (Jolie) saat ia masih bayi, tertidur untuk selamanya saat tertusuk jarum dan hanya ciuman dari cinta sejati yang bisa membangunkan.
Tapi naskah yang dikerjakan oleh Linda Woolverton (Beauty and The Beast, The Lion King) mengembangkan kisah ini sedemikian rupa, sehingga Maleficent berubah menjadi sosok yang simpatik dan dapat dimengerti mengapa berubah menjadi sosok yang pahit dan getir.
Harus dipuji bagaimana kisah sederhana Sleeping Beauty berubah menjadi lebih kompleks dan dewasa, termasuk kisah hubungan Maleficent dengan Stefan (Sharlto Copley) yang kelak menjadi ayahanda Aurora. Tapi Maleficent tidak ingin memfokuskan diri pada romansa saja, karena kemudian ia berkembang menjadi sebuah kisah manis dan menyentuh antara Maleficent dengan Aurora.
Jolie memberikan penampilan terbaiknya sebagai Maleficent. Ia mungkin sesekali mengadaptasi sosok Maleficent dari animasi klasik Disnet rilisan 1959, tapi dengan kharismanya sendiri ia menghadirkan Maleficent dalam versi yang lebih humanis dan tentu saja lebih mudah untuk direlasikan.
Pada awalnya Tim Burton yang akan bertugas untuk menggarap Maleficent. Namun tampuk pimpinan produksi kemudian beralih kepada ahli efek khusus pemenang Oscar, Robert Stromberg (Avatar, Alice in Wonderland) dalam debut penyutradaraanya. Tidak heran, jika secara visual dan efek khusus, Maleficent terlihat sangat mentereng. Nuansa gothik ala Burton tetap dipertahankan, meski atmosfir gloomy dan bleak absen hadir.
Kritik yang dapat disampirkan adalah Maleficent terlihat terlalu sederhana. Jika mengharapkan elaborasi plot yang lebih lebar seperti Snow White and The Huntsman contohnya, tentu akan kecewa. Maleficent memilih untuk tampil dengan lebih "lurus" dalam bertutur, meski tentunya menyelipkan beberapa twist agar kisah klasik ini dapat menjadi lebih segar.
Maleficent bertujuan sebagai sebuah film keluarga dan jika tujuannya untuk memperlihatkan kisah "cinta sejati" bagi anak-anak yang menyaksikannya, ia cukup sukses menjalankan tugasnya.
Film juga menyediakan beberapa adegan laga yang cukup fantastis, sehingga orang dewasa, yang tidak memusingkan cerita, bisa terhibur. Apalagi alih-alih kisah dongeng, Maleficent lebih cenderung bergerak sebagai drama petualangan-fantasi, sehingga rasa-rasanya bisa dinikmati semua kalangan.
Tidak istimewa, tapi Maleficent masih cukup menyenangkan untuk disimak. Pastinya belum bisa menandingi versi animasi Disney yang kini sudah dianggap klasik, tapi penampilan menawan Angelina Jolie sebagai Maleficent jelas susah untuk ditolak. Performa Jolie dan kinerja Stromberg adalah kombinasi pas yang membuat Maleficent sebagai tontonan yang memuaskan.
Rating :