Review

Info
Studio : Rapi Films
Genre : Horror
Director : Jose Poernomo
Producer : Gope T. Samtani
Starring : Revalina S. Temat, Firman Ferdiansyah, Daniel Topan, Mega Carefansa, Agung Maulana

Rabu, 26 Maret 2014 - 11:51:03 WIB
Flick Review : Oo Nina Bobo
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 4214 kali


Dengan naskah yang juga ditulis oleh Jose Poernomo, Oo Nina Bobo berkisah mengenai Karina (Revalina S. Temat) yang sedang berusaha untuk menyelesaikan program pendidikan pascasarjana-nya di bidang Psikologi. Untuk menyelesaikan tesis akhirnya, Karina mencoba untuk membuktikan sebuah teori bahwa seseorang yang menderita trauma akan mengalami proses penyembuhan yang lebih cepat jika langsung dihadapkan dengan hal yang membuatnya trauma. Karina lantas menemukan sebuah obyek penelitian yang tepat dalam diri Ryan (Firman Ferdiansyah), seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang menjadi satu-satunya korban selamat dalam sebuah tragedi yang menewaskan ayah (Agung Maulana), ibu (Mega Carefansa) dan adiknya, Lala (Zaskia Riyanti Maizuri), di rumah mereka lima tahun lalu. Atas izin para dosennya, Karina lantas mambawa kembali Ryan untuk tinggal di rumahnya selama dua minggu dan mengawasi bagaimana reaksi Ryan terhadap lingkungan yang amat ditakutinya tersebut.

 

Bersama dengan sahabatnya, Bams (Daniel Topan), Karina memberikan pengawasan ketat terhadap Ryan. Sayang, kemajuan yang dialami anak laki-laki tersebut berjalan begitu lamban. Secara tidak sengaja, Karina kemudian menemukan sebuah catatan dari dokter Ryan yang mengungkapkan bahwa Ryan dilarang untuk mendengarkan lagu tradisional Nina Bobo yang dianggap dapat memicu berbagai kenangan buruknya. Penasaran dengan reaksi Ryan, Karina lantas menyanyikan lagu tersebut di suatu malam menjelang Ryan akan tidur. Tidak disangka, berbagai kejadian aneh mulai mengikuti kehidupan Karina dan Ryan di rumah tersebut. Kejadian aneh yang dahulu menggoreskan memori buruk pada Ryan dan sekarang kembali hadir untuk mengganggu kehidupannya.

Sayangnya, terlepas dari premis yang cukup menjanjikan – well… jika premis mengenai sebuah lagu tradisional mampu membangkitkan hal-hal mistis terdengar menarik untuk Anda, sama sekali tidak ada yang bekerja dengan baik dalam presentasi cerita Oo Nina Bobo. Permasalahan utama jelas berada pada penggarapan naskah cerita film ini. Meskipun tidak lagi menggunakan sebuah lokasi bernuansa mistis nan legendaris seperti di film Rumah Kentang (2012), KM 97 (2013) dan 308 (2013) yang pernah digarapnya terdahulu, Jose Poernomo jelas masih menggunakan formula yang sama dalam penceritaan Oo Nina Bobo: sebuah formula horor atmosferik yang berusaha memberikan kejutan horor dengan menggali kemisteriusan sebuah lokasi tunggal. Usaha Jose dalam menakut-nakuti penontonnya sendiri dilakukan dengan menggunakan efek audio yang (maunya) mencekam. Setiap kali karakter misterius dalam jalan penceritaan film datang untuk menghantui karakter-karakter utamanya maka Oo Nina Bobo lantas akan dihadirkan dengan tata musik a la Inception (2010) milik Hans Zimmer yang mungkin dilakukan untuk memberikan shock theraphy pada penonton. Mungkin memang dapat mengejutkan ketika dihadirkan beberapa kali. Namun ketika teknik tersebut terus menerus disajikan ketika sang karakter misterius datang (baca: hampir di setiap adegan semenjak paruh kedua penceritaan) maka teknik tersebut akhirnya justru terasa begitu sangat, sangat mengganggu.

Formula yang mulai terasa usang tersebut semakin diperburuk dengan ketidakmampuan Jose dalam menghadirkan jalinan cerita dan karakter yang layak untuk diikuti kisahnya. Jose sepertinya tidak ingin repot dalam memberikan penggalian latar belakang kisah yang ingin ia sajikan. Cerita berjalan begitu saja diiringi dengan deretan dialog yang terdengar konyol tanpa pernah mampu berhasil untuk menangkap perhatian penonton. Tidak hanya dari susunan cerita, karakter-karakter yang disajikan juga sama dangkalnya. Sosok Karina yang digambarkan sebagai seorang mahasiswi pascasarjana jelas terkesan hanya sebagai latar belakang tempelan belaka karena Jose tidak mampu memberikan penggambaran yang kuat mengenai latar belakang tersebut. Begitu juga dengan karakter Ryan yang di sepanjang film hanya digambarkan sebagai sosok karakter pasif namun kemudian secara tiba-tiba berubah menjadi sosok yang mampu menjalin hubungan dengan karakter Karina di paruh akhir penceritaan film. Sama sekali tidak menarik.

Dengan karakter yang begitu dangkal jelas Revalina S. Temat – yang sebenarnya adalah aktris yang cukup dapat diandalkan ketika berada dalam arahan dan memerankan karakter yang tepat – terasa sia-sia kehadirannya. Chemistry yang ia jalin dengan aktor muda Firman Ferdiansyah – yang masih sering terlihat kaku di banyak adegan – juga terasa begitu minim. Hal inilah yang membuat hubungan antara kedua karakter tidak pernah benar-benar terasa meyakinkan di sepanjang penceritaan film. Yang cukup mengganggu jelas adalah karakter Bams yang diperankan oleh Daniel Topan. Kehadiran karakter Bams sebenarnya jelas adalah untuk memberikan sentuhan komedi pada jalan cerita Oo Nina Bobo. Namun dialog, guyonan dan karakter Bams sendiri begitu dangkal sehingga lebih sering tampil mengganggu daripada memberikan unsur hiburan.

Kegemaran Jose Poernomo untuk melakukan eksplorasi dalam film-film yang beralur supranatural jelas terasa tidak diiringi dengan kemauannya dalam meningkatkan kualitas penulisan naskah cerita dan karakternya. Oo Nina Bobo yang memiliki premis menarik dan cukup segar gagal untuk tampil kuat dalam bercerita berkat dangkalnya penggalian cerita dan karakter yang disajikan oleh Jose. Teknik menakut-nakuti yang terkesan terlalu berpaku pada kejutan yang diberikan pada pengolahan tata musik mencekam juga akhirnya justru berbalik arah ketika dihadirkan terlalu sering dan menghasilkan sebuah presentasi musik yang begitu mengganggu. Buruk dalam standar karya Jose Poernomo mungkin masih berada di atas kualitas kebanyakan film-film horor murahan yang banyak dirilis oleh pelaku industri film Indonesia. Namun tetap saja, Oo Nina Bobo hadir dalam presentasi yang sangat lemah dari berbagai sisi pengisahannya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.