Review

Info
Studio : Columbia Pictures/Fox 2000 Pictures/Smokehouse Pictures/Studio Babelsberg
Genre : Biography, Drama, War
Director : George Clooney
Producer : George Clooney, Grant Heslov
Starring : George Clooney, Matt Damon, Bill Murray, John Goodman, Jean Dujardin, Bob Balaban, Hugh Bonneville

Minggu, 23 Maret 2014 - 20:00:12 WIB
Flick Review : The Monuments Men
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 2689 kali


Setelah berhasil memenangkan Academy Awards untuk Argo (2012) yang ia produseri bersama Ben Affleck dan Grant Heslov, George Clooney kembali bekerjasama dengan Heslov untuk memproduksi The Monuments Men yang sekaligus menjadi film kelima yang diarahkannya. Dengan naskah cerita yang juga ditulis oleh Clooney dan Heslov berdasarkan buku berjudul The Monuments Men: Allied Heroes, Nazi Thieves and the Greatest Treasure Hunt in History karya Robert M. Edsel dan Bret Witter, The Monuments Men bercerita mengenai sebuah kisah nyata bertema kepahlawanan yang mungkin masih belum diketahui oleh banyak orang mengenai usaha penyelamatan berbagai benda seni dan budaya dunia dengan nilai kultural penting sebelum benda-benda tersebut dihancurkan oleh Adolf Hitler pada masa Perang Dunia II. Sebuah tema penceritaan yang jelas sangat menarik untuk dipresentasikan. Sayangnya, tema menarik tersebut gagal untuk mendapatkaan pengembangan yang kuat, baik dari naskah cerita yang ditulis oleh Clooney dan Heslov maupun dari tata pengarahan Clooney sendiri. Hasilnya, meskipun didukung dengan penampilan berkualitas prima dari jajaran pemerannya, The Monuments Men tampil luar biasa datar dan jauh dari kesan menarik dalam penyajiannya.

Berlatarbelakang kisah pada tahun 1943, The Monuments Men bercerita mengenai usaha Liutenant Frank Stokes (Clooney) dalam meyakinkan Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, untuk mendukung usahanya dalam menyelamatkan berbagai benda seni dan budaya dunia bersejarah yang seringkali rusak maupun dicuri oleh pihak Nazi selama terjadinya Perang Dunia II. Stokes sendiri berargumen bahwa benda-benda dengan nilai kultural tinggi tersebut sangatlah layak untuk diamankan dan dikembalikan ke tempat asalnya sebagai penanda dan pengingat manusia akan pencapaian sejarah yang telah berhasil diraih sebuah generasi. Dengan usahanya yang gigih, Presiden Amerika Serikat lantas menugaskan Stokes untuk mengumpulkan beberapa orang kepercayaannya untuk kemudian memulai misi mereka dalam mencari, mengumpulkan sekaligus melindungi benda-benda seni yang telah hilang.

Melalui penugasan tersebut, Stokes kemudian mengumpulkan kembali beberapa sahabat lamanya, Liutenant James Granger (Matt Damon), Sergeant Richard Campbell (Bill Murray), Sergeant Walter Garfield (John Goodman), Liutenant Jean Claude Clermont (Jean Dujardin), Private Preston Savitz (Bob Balaban) dan Liutenant Donald Jeffries (Hugh Bonneville), untuk mendukungnya dalam misi tersebut. Setelah melalui beberapa perundingan, kelompok yang kini menamakan diri mereka The Monuments Men tersebut mulai berbagi tugas dan melakukan penjelajahan ke seluruh wilayah Eropa untuk  menjalankan tugas mereka. Bukan sebuah tugas yang mudah, tentu saja. Selain harus menghadapi kesulitan dalam menemukan wilayah tempat keberadaan berbagai benda seni tersebut, mereka juga harus bersiap untuk kehilangan nyawa ketika memasuki banyak wilayah yang masih berada dalam kemelut peperangan.

Lalu apa yang salah dengan The Monuments Men? Terlepas dari kualitas produksinya yang begitu berkelas – yang akan berhasil membuat para pecinta sejarah seni meneteskan air liur mereka untuk melihat berbagai replika benda-benda seni popular ditampilkan di sepanjang penceritaan film ini – serta penampilan apik dari setiap nama yang mengisi departemen akting film ini, The Monuments Men terasa begitu datar dalam 118 menit presentasinya akibat penggalian yang terlalu dangkal pada naskah cerita film ini. Deretan konflik yang tersaji terkesan tampil begitu hambar dengan tanpa terasa adanya usaha untuk membuat setiap konflik tersebut hadir dengan intensitas yang lebih mengikat secara emosional. Meskipun menggunakan Perang Dunia II sebagai latar penceritaannya, The Monuments Men juga seringkali gagal dalam memanfaatkan momen tersebut sebagai penambah warna penceritaan film. Pemilihan ritme penceritaan yang cenderung datar oleh Clooney, sayangnya, juga tidak mampu menolong lebih banyak. Pada banyak bagiannya, The Monuments Men terasa terlalu sibuk dengan penjelasan sejarahnya dan melupakan begitu saja berbagai upaya untuk menarik perhatian penonton.

Terlepas dari kualitas prima yang dihadirkan para pengisi departemen akting film ini, karakter-karakter yang hadir dalam jalan cerita The Monuments Men seluruhnya memiliki porsi penceritaan yang terlalu terbatas untuk mampu membuat kehadiran mereka tampil menarik. Akibatnya, sisi keeratan hubungan dan jalinan persahabatan yang harusnya mampu dapat dirasakan dari karakter-karakter ini gagal untuk hadir dan memberikan kesan apapun. George Clooney dan para pemeran pria dalam The Monuments Men memang berhasil memberikan penampilan mereka secara meyakinkan namun adalah Cate Blanchett yang – meskipun dengan penulisan karakter yang begitu terbatas – berhasil mencuri perhatian dengan aksen dan daya tarik yang begitu memikat. Yang cukup menarik (atau mengejutkan?) adalah mendengar tata musik arahan Alexandre Desplat di film ini. Buruk? Tidak juga. Namun Desplat menyajikan tata musiknya dengan cara yang begitu medioker di sepanjang penceritaan film: orkestrasi berlebihan pada beberapa adegan yang sepertinya digunakan untuk memicu emosi maupun ketegangan penonton namun kemudian terus dilakukan berulangkali sehingga terasa melelahkan dan cukup mengganggu kehadirannya.

Terlepas dari konsep penceritaan yang menarik serta jajaran pengisi departemen akting yang jelas akan mampu menghidupkan peran apapun yang mereka perankan, The Monuments Men sayangnya gagal untuk tampil menarik akibat kedangkalan penggalian cerita serta karakter-karakter yang ditampilkan di sepanjang presentasi film ini. Pengarahan George Clooney juga terasa begitu kaku dengan pemilihan ritme penceritaan menengah yang membuat film ini berjalan begitu lamban dan terjebak dengan deretan dialog yang terkesan terlalu keras berusaha dalam mendeskripsikan berbagai kejadian sejarah yang ingin diceritakannya.  Hasilnya, meskipun tampil cukup menarik dalam visualisasinya, The Monuments Men hadir dengan ikatan emosional yang begitu minim, datar dan cukup membosankan dalam pengisahannya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.