Review

Info
Studio : Starvision/Upbeat Publishing/Indie Pictures
Genre : Drama, Comedy
Director : Acha Septriasa, Fajar Nugros, Fajar Bustomi, Piyu
Producer : Chand Parwez Servia, Piyu, Reza Servia
Starring : Acha Septriasa, Rio Dewanto, Eriska Rein, Kim Kurniawan, Giorgino Abraham, Pevita Pearce, Dimas Angg

Selasa, 11 Maret 2014 - 04:22:30 WIB
Flick Review : Aku Cinta Kamu
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3760 kali


Aku Cinta Kamu adalah sebuah omnibus yang berisikan empat film pendek yang diarahkan oleh empat sutradara berbeda. Persamaan antara keempat film pendek tersebut? Seluruh film pendek yang mengisi Aku Cinta Kamu naskah ceritanya ditulis oleh Cassandra Massardi (Slank Nggak Ada Matinya, 2013) berdasarkan lagu-lagu yang ditulis oleh Satriyo Yudi Wahono – sosok yang di blantika musik Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Piyu. Well… seperti yang mungkin dapat digambarkan banyak penonton dari judul film ini, Aku Cinta Kamu berniat untuk memberikan gambaran mengenai berbagai peristiwa besar nan dramatis yang dapat terjadi dalam kehidupan manusia akibat dipicu dari penggunaan kalimat sederhana “aku cinta kamu”. Sounds romantic? Mungkin saja. Sayangnya, kecuali Anda menganggap kedangkalan penceritaan, pengarahan yang lemah, akting yang kaku dan jauh dari meyakinkan adalah sesuatu hal yang romantis, maka Anda kemungkinan besar tidak akan menemukan satupun sentuhan romansa dalam jalan penceritaan Aku Cinta Kamu.

Aku Cinta Kamu diawali dengan segmen berjudul Firasatku yang dibintangi dan diarahkan oleh Acha Septriasa. Kisahnya bercerita mengenai pasangan Sita (Acha Septriasa) dan Randu (Rio Dewanto) yang sedang mempersiapkan pesta pernikahan mereka. Layaknya kebanyakan calon mempelai wanita di dunia, Sita menginginkan momen bersejarah dalam hidupnya tersebut berjalan lancar dan sempurna. Berbeda dengan Sita, layaknya kebanyakan calon mempelai pria di dunia, Randu justru lebih memilih untuk meneruskan kegiatan hariannya dan menyerahkan masalah pesta pernikahan tersebut sepenuhnya ke tangan Sita. Perbedaan sudut pandang ini awalnya hanya menjadi friksi kecil dalam hubungan keduanya. Namun, secara perlahan, ketidakpedulian Randu terhadap pesta pernikahannya memberikan firasat buruk pada Sita. Sebuah firasat yang kemudian terus menajam setelah Sita memergoki calon suaminya sedang berduaan dengan teman lamanya, Rani (Fanny Fabriana).

Segmen kedua, Cinta Itu Adalah, yang diarahkan oleh Fajar Nugros (Refrain, 2013) berkisah mengenai perkenalan antara seorang pemain sepakbola yang sedang menanjak namanya di Indonesia, Kim (Kim Kurniawan), dengan gadis tetangganya yang bernama Raisa (Eriska Rein). Walau Kim hanya menganggap Raisa murni sebagai seorang sahabat, namun Raisa tidak pernah merasa sungkan untuk menunjukkan bahwa ia memiliki rasa cinta yang mendalam terhadap pria tampan tersebut. Suatu hari, setelah sebuah kecelakaan yang membuat dirinya mengalami kebutaan, Kim akhirnya mampu menyadari bahwa Raisa adalah satu-satunya orang yang terus setia menemani dan sekaligus peduli akan keberadaan dirinya. Di saat yang bersamaan, sebuah rahasia kelam mengenai kehidupan Raisa mulai menyeruak dan mempengaruhi hubungan keduanya.

Sutradara film Slank Nggak Ada Matinya, Fajar Bustomi, mengisi segmen penceritaan ketiga film ini dengan Sakit Hati. Kisahnya? Cukup klise. Setelah sekian lama berhubungan dengan Lisa (Pevita Pearce), Gerry (Giorgino Abraham) baru menyadari bahwa gadis yang begitu ia cintai tersebut ternyata memiliki kepribadian yang begitu berbeda dari apa yang ia tunjukkan selama ini. Merasa dikhianati, Gerry akhirnya memilih untuk meninggalkan Lisa dan lebih berfokus pada kehidupan pribadinya. Dengan bakatnya sebagai seorang penyanyi sekaligus penulis lagu, Gerry menumpahkan rasa sakit hatinya melalui lagu-lagu yang ia tulis dan nyanyikan. Dewi Fortuna kemudian datang menghampiri Gery ketika seorang produser terkenal datang dan berminat untuk menjadikan Gerry sebagai bintangnya. Can you guess the rest of this story?

Segmen terakhir dalam Aku Cinta Kamu yang berjudul Jernih diarahkan oleh… Piyu! Yep. Berbeda dengan ketiga segmen lainnya yang bernuansa drama, Jernih adalah sebuah penceritaan komedi yang berkisah mengenai pertemuan tidak disengaja antara seorang penjual barang bajakan bernama Tora (Dimas Anggara) dengan seorang wanita cantik dan elegan bernama Elena (Manohara Odelia). Meski awalnya tidak pernah berharap akan bertemu kembali dengan Elena, namun sebuah telepon kemudian memberitahukan Tora bahwa barang yang ia bawa telah tertukar dengan barang Elena dalam pertemuan pertama mereka dan gadis itu membutuhkan barang itu kembali. Tora jelas melihat pertemuan kedua tersebut sebagai peluang untuk mendekati Elena. Sayangnya, Elena adalah tunangan dari pimpinan organisasi masyarakat yang sering berlaku layaknya mafia bernama Haji Jo’e (Joehana Sutisna). Tidak ingin tunangannya dilirik oleh pria lain yang lebih muda, Haji Jo’e menugaskan anak buahnya untuk mengawasi gerak-gerik Elena sekaligus menyingkirkan siapapun yang berniat untuk merebut Elena dari tangannya.

Aku Cinta Kamu, sayangnya, menambah panjang daftar deretan film Indonesia yang digarap sebagai sebuah omnibus namun memiliki kualitas penceritaan yang begitu menyedihkan. Naskah cerita yang ditulis oleh Cassandra Massardi benar-benar memanfaatkan plot penceritaan yang begitu klise – jika tidak ingin disebut kadaluarsa – dalam usahanya membangun atmosfer penceritaan yang ingin memberikan kesan romantis kepada para penonton film ini – mulai dari konflik, pembangunan karakter hingga deretan dialog yang dihadirkan kesemuanya berkualitas seadanya. Tidak mengherankan jika kemudian keempat film pendek yang hadir dalam presentasi Aku Cinta Kamu justru terasa datar dan sangat membosankan daripada berhasil menjadi sebuah sajian yang dipenuhi dengan atmosfer percintaan yang menyentuh.

Secara mengejutkan, bagian terbaik film ini justru berasal dari film pendek yang diarahkan oleh Acha Septriasa, Firasatku. Memang, sebelum terjebak dengan konflik kematian klise yang dihadirkan di akhir kisah, Firasatku memiliki struktur penceritaan yang paling padat dibandingkan dengan tiga cerita lain dalam Aku Cinta Kamu. Meskipun begitu, adalah kemampuan Acha Septriasa dalam mengarahkan jalan cerita serta penampilan akting para pengisi departemen akting filmnyalah yang semakin membuat Firasatku tampil begitu dinamis dalam bercerita. Chemistry yang tercipta antara Acha Septriasa dan Rio Dewanto sendiri juga berhasil menjadi pemanis sekaligus elemen lain yang sama sekali tidak dimiliki oleh tiga cerita lainnya dalam film omnibus ini. Jika saja Cassandra Massardi mampu memberikan penggalian sekaligus pemadatan konflik yang lebih mendalam pada Firasatku, mungkin film ini akan mampu tampil lebih kuat dalam pengisahannya.

Yang terburuk? Anda dapat memilih salah satu dari ketiga cerita lainnya karena Cinta Itu Adalah, Sakit Hati dan Jernih memiliki kualitas penceritaan yang hampir serupa buruknya. Naskah cerita yang dangkal dari Cassandra Massardi mendapatkan eksekusi yang sama lemahnya dari ketiga sutradara film-film pendek tersebut. Dalam presentasi ketiga film pendek itu pula penonton disuguhkan dengan penampilan akting yang sangat menyedihkan dari nama-nama seperti Kim Kurniawan, Eriska Rein, Martina Tesela, Giorgino Abraham, Dimas Anggara, Gofar Hilman, Tri Wardoyo serta Manohara Odelia. Sekumpulan nama yang gagal untuk berakting dalam kumpulan cerita dengan kualitas yang begitu dangkal. Ugh. Tidak lupa, Piyu juga menambah berat beban masalah yang dipanggul Aku Cinta Kamu dengan menampilkan kemampuan aktingnya yang jauh dari kesan meyakinkan sebagai cameo di beberapa segmen cerita. Ditambah dengan kualitas pengarahan yang ia tampilkan dalam Jernih, mungkin adalah sangat tepat bagi Piyu untuk hanya berfokus pada dunia musik saja.

Dibuka dengan Firasatku arahan Acha Septriasa yang secara mengejutkan tampil cukup menjanjikan, Aku Cinta Kamu sayangnya kemudian terus berjalan dengan menampilkan tiga cerita dengan kualitas yang sangat jauh dari kesan memuaskan. Lirik-lirik lagu karya Piyu yang menjadi sumber inspirasi kisah romansa bagi keempat film pendek dalam Aku Cinta Kamu ternyata diolah dengan sedemikian dangkal oleh Cassandra Massardi. Kecuali Firasatku – yang juga sebenarnya tidak begitu brilian namun memiliki struktur penceritaan yang lebih padat, seluruh cerita dalam film omnibus ini hadir dengan kualitas penceritaan yang memanfaatkan berbagai plot penceritaan yang begitu klise dan membosankan. Eksekusi yang lemah dari Fajar Nugros, Fajar Bustomi dan Piyu juga semakin membuat film-film arahan mereka tampil sangat mengecewakan. Jauh dari kesan romansa yang dihadirkan oleh judulnya, Aku Cinta Kamu adalah sebuah presentasi keseluruhan yang tidak hanya gagal untuk tampil manis namun juga terlalu lemah untuk layak disaksikan oleh banyak orang.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.