Review

Info
Studio : F1 Pictures
Genre : Drama
Director : Revo S. Rurut
Producer : Revo S. Rurut
Starring : Nanda Mentari, Sonita Nata, Jian Batari, Eksanti, Gary Iskak

Selasa, 25 Februari 2014 - 16:45:24 WIB
Flick Review : Mentari dari Kurau
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 3122 kali


Here we go again. Meskipun fakta menunjukkan bahwa film-film dengan tema penceritaan sejenis tidak lagi begitu menarik perhatian penonton film Indonesia, namun kehadiran film-film drama keluarga yang disajikan dengan alur penceritaan yang begitu melodramatis ternyata masih menjadi pilihan untuk diproduksi bagi beberapa pembuat film Indonesia. Mentari dari Kurau yang diarahkan oleh Revo S. Rurut – yang juga bertindak sebagai produser dan penulis naskah bagi film ini, juga merupakan sebuah film yang menggunakan premis sama yang telah semakin familiar (dan melelahkan) di industri film Indonesia: perjuangan seorang karakter yang terlepas dari berbagai kesulitan yang dihadapinya berusaha untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik bagi dirinya serta orang yang paling dicintainya. Terdengar klise? Memang. Dan sayangnya, lagi-lagi, premis tersebut dieksekusi demikian lemah sehingga menghasilkan sebuah presentasi yang sangat jauh dari kesan sebagai sebuah sajian yang berkelas.

Sesuai dengan judulnya, Mentari dari Kurau menggunakan Desa Kurau yang terletak di Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah di Kepulauan Bangka Belitung sebagai latar belakang lokasi penceritaannya. Dikisahkan, Mentari (Nanda Mentari) adalah seorang anak yang kini hanya tinggal bersama ibunya (Eksanti) sepeninggal ayahnya yang telah meninggal dunia. Meskipun masih berusia sangat muda, Mentari telah dihadapkan dengan beban hidup yang begitu besar ketika ia harus mengabdi dan merawat ibunya yang menderita lumpuh. Mentari tidak menyerah begitu saja kepada hidupnya yang sulit. Dengan penuh semangat dalam kesehariannya, Mentari mencari nafkah untuk menghidupi diri serta ibunya sekaligus tetap melanjutkan sekolahnya karena ia dan ibunya yakin kalau pendidikan akan membawa mereka ke tingkat kehidupan yang lebih baik.

Suatu hari, atas saran salah seorang gurunya, Sarifah (Sonita Nata), Mentari berencana untuk mengikuti sebuah kompetisi pantun agar ia dapat memenangkan uang tunai yang akan ia gunakan untuk biaya perobatan ibunya. Dengan bantuan ibunya, Sarifah dan beberapa tetangga yang menyayangi Mentari, gadis cilik tersebut mulai mempelajari seni berpantun. Di saat yang bersamaan, kondisi kesehatan sang ibu secara perlahan mulai membaik. Semangat Mentari untuk memenangkan kompetisi pantun tersebut semakin membara. Jalan kemenangan jelas tidak akan mudah. Mentari harus berhadapan dengan banyak anak lain yang memiliki kemampuan yang sama atau bahkan lebih baik. Mampukah Mentari memenangkan kompetisi tersebut?

Masalah utama Mentari dari Kurau jelas berada pada penulisan naskahnya yang benar-benar malas dalam bereksplorasi. Sekali lagi, sebuah formula drama standar dengan penceritaan yang sederhana tetaplah masih akan mampu hadir memikat jika saja dikemas dengan penjelajahan kisah dan karakter yang kuat. Revo S. Rurut, sayangnya, sepertinya lebih ingin mengeksekusi filmnya sebagai versi layar lebar dari sebuah drama seri televisi bertema reliji dimana para karakter protagonis tetap bertahan dari berbagai cobaan hidup yang dihadapinya untuk kemudian berhasil meraih kesuksesan – dan bahkan dengan nyaman menghadapi deretan karakter antagonis yang dulu mengganggu kehidupannya dengan senyuman dan kasih sayang. Formula ini diterapkan Revo dengan seksama: setiap karakter antagonis akan menemui sebuah masalah dimana kemudian sang karakter protagonis datang dan menyelamatkan mereka. Sebuah pendekatan yang benar-benar malas dan dieksekusi dengan begitu lemah.

Well… jika ingin memberikan sedikit pujian, beberapa jajaran pemeran film ini setidaknya mampu hadir dengan kapabilitas akting yang cukup layak untuk tidak ditertawakan — meskipun dengan aksen yang kadang begitu dipaksakan kehadirannya. Meskipun masih terlihat kaku di beberapa adegan, aktris cilik Nanda Mentari mampu memerankan karakternya dengan baik. Kualitas akting yang sama juga ditampilkan oleh para pemeran pendukung seperti Eksanti, Gary Iskak, Johan Morgan, Sonia Nata hingga Lely Sagita yang berada di zona nyamannya dengan berperan sebagai sosok wanita paruh baya dengan karakteristik yang antagonis. Pengarahan Revo sekali lagi terasa lemah ketika jalan cerita film ini melibatkan kehadiran aktor-aktor cilik pendukung yang seringkali terlihat tidak fokus maupun sangat kaku ketika berhadapan dengan kamera. Walaupun juga tidak istimewa, namun pengarahan gambar yang menangkap keindahan alam Bangka juga berhasil memberikan sedikit momen-momen menyenangkan dalam film ini.

Mentari dari Kurau, sayangnya, tidak akan menjadi film terakhir yang menggunakan premis dan eksekusi sama yang hadir di industri film Indonesia. Mungkin film sejenis ini begitu mudah dibuat atau para pembuatnya masih terlalu naif dalam berharap kalau penonton film Indonesia masih akan masuk dalam jebakan film-film yang berniat (baca: memaksa) untuk tampil inspiratif ini. Anyway… meskipun beberapa bagiannya masih ada yang layak untuk diberikan kredit lebih, namun, secara keseluruhan, Mentari dari Kurau jelas adalah sebuah presentasi yang sangat lemah – jika tidak mau dikategorikan sebagai sebuah kualitas yang buruk. Penulisan naskah cerita dan karakternya benar-benar dangkal yang semakin diperparah dengan kualitas eksekusi cerita dari Revo S. Rurut yang juga tidak lebih baik kualitasnya. Mungkin cukup banyak pembuat film Indonesia yang memiliki banyak uang untuk membuat dan merilis filmnya secara nasional. Namun jelas hanya segelintir yang benar-benar paham bagaimana cara menghasilkan film-film yang layak untuk disaksikan. Mentari dari Kurau adalah salah satu dari banyak contoh buruk keterbatasan tersebut.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.